Taubat Saja Tak Cukup, Jokowi Harus Akui Ijazah Palsu dan Siap Dihukum!

DEMOCRAZY.ID – Suasana politik nasional kembali memanas setelah isu ijazah palsu dan desakan proses hukum terhadap Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), merebak di ruang publik.

Di tengah derasnya kritik dan hujatan, sebuah peristiwa mengejutkan terjadi pada Senin, 29 September 2025.

Ulama yang dikenal sebagai pimpinan Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Abu Bakar Ba’asyir, mendatangi kediaman Jokowi di Solo.

Silaturahmi itu berlangsung sederhana, namun menyita perhatian publik lantaran inisiatif datang dari Ba’asyir sendiri.

Bukan undangan atau agenda resmi, melainkan langkah pribadi ulama yang dikenal lantang menyampaikan kritik terhadap kekuasaan.

Menurut keterangan, inti kunjungan Ba’asyir adalah untuk menyampaikan nasihat spiritual kepada Jokowi.

Dua pesan utama disampaikan dalam pertemuan itu.

Pertama, agar Jokowi bersabar jika isu yang beredar tidak benar, namun jika benar diminta untuk bertaubat.

Kedua, apabila terdapat dana atau harta yang diperoleh secara tidak sah, diminta untuk dikembalikan agar lebih ringan saat kelak dipertanggungjawabkan di akhirat.

Jokowi sendiri, saat ditanya wartawan usai pertemuan, menyebut bahwa Ba’asyir menasihatinya untuk lebih mengabdi kepada Islam.

Hal itu kemudian ditafsirkan sebagian kalangan sebagai kritik halus terhadap kiprah politik Jokowi yang dinilai kurang berkhidmat pada umat Islam.

Nasihat Ba’asyir dinilai normatif, sederhana, namun tajam.

“Taubat tidak cukup hanya ucapan istighfar. Perlu pengakuan atas kesalahan dan kesiapan menerima konsekuensinya, termasuk jika menyangkut hukum,” ujar pemerhati politik Rizal Fadillah.

Ia menambahkan, jika konteksnya menyangkut polemik ijazah, maka Jokowi harus berani mengakui di hadapan publik.

“Pengakuan itu harus diikuti kesediaan menjalani sanksi hukum. Urusan dengan Tuhan berbeda dengan urusan dengan sesama manusia,” katanya.

Meski begitu, langkah Ba’asyir mengunjungi Jokowi juga menuai kritik.

Sebagian pihak menilai seharusnya seorang ulama tidak perlu mendatangi penguasa, melainkan penguasa lah yang datang meminta nasihat.

Bahkan, kunjungan itu dianggap berpotensi menimbulkan fitnah dan menurunkan derajat ulama.

“Jokowi dikenal sebagai pemimpin yang kerap mengabaikan aspirasi umat. Keliru bila ada yang menganggap ia figur kuat yang berguna bagi Islam. Justru sikap politiknya selama ini merusak umat dan bangsa,” kritik Rizal Fadillah.

Terlepas dari pro-kontra, kunjungan tersebut tetap menyisakan pesan moral.

Ba’asyir menjalankan ijtihadnya dengan memberikan nasihat langsung, sementara Jokowi dipandang mungkin hanya memperlakukan pertemuan itu sebagai silaturahmi biasa tanpa implikasi pada karakter dan kebijakan politiknya.

“Jokowi sedang sakit, membawa penyakit politik sesat. Siapa pun yang mendekat harus waspada,” pungkas Rizal.

Sumber: RadarAktual

Artikel terkait lainnya