DEMOCRAZY.ID – Guru Besar Universitas Airlangga (Unair), Prof. Henri Subiakto, menegaskan bahwa persoalan hukum terkait keaslian ijazah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang digunakan saat mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus diselesaikan melalui proses hukum yang terbuka dan objektif di pengadilan.
Menurut Prof. Henri, selama belum ada keputusan hukum yang bersifat inkracht dan objektif mengenai keaslian ijazah tersebut, setiap warga negara yang memiliki keraguan atau menyampaikan pendapat tentang hal itu tidak bisa langsung dijerat dengan Undang-Undang ITE atas tuduhan pencemaran nama baik atau penyebaran kabar bohong.
“Proses hukum untuk ini harus dilakukan secara terbuka, transparan, dengan melibatkan para ahli yang independen dan berkomitmen pada kebenaran,” ujar Prof. Henri dalam pernyataannya, Minggu (5/10/2025).
Ia menegaskan bahwa menyelesaikan akar persoalan — yaitu kebenaran keaslian ijazah — jauh lebih penting ketimbang memidanakan warga yang sekadar bertanya atau meragukan.
Menurutnya, jika keraguan publik ternyata benar di kemudian hari, maka pengadilan akan kehilangan kepercayaan publik karena telah menghukum pihak yang sebenarnya memperjuangkan kebenaran.
“Kalau orang yang ragu dan tidak percaya terhadap keaslian ijazah langsung dihukum, kemudian ternyata keraguan itu terbukti benar secara hukum, maka hukum dan pengadilan akan menjadi ajang ketidakadilan,” ujarnya.
Untuk itu, Prof. Henri mendesak Presiden Prabowo sebagai kepala negara agar segera membentuk tim independen pencari fakta guna mempercepat proses pembuktian hukum terkait keaslian ijazah yang digunakan dalam berbagai tahapan pencalonan — mulai dari Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga Presiden RI.
Ia juga menyarankan agar dilakukan uji ilmiah secara laboratorium terhadap dokumen ijazah, mencakup uji kertas, tinta, serta pembandingan dengan ijazah serupa yang dikeluarkan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada periode wisuda yang sama.
“Jika berkas foto copy ijazahnya konsisten, maka tinggal diuji saja keasliannya. Tapi kalau ada perbedaan signifikan, hukum negara harus objektif dan tegas segera memutuskan,” tegasnya.
Prof. Henri menambahkan, penyelesaian yang transparan bukan hanya penting untuk menjernihkan polemik publik, tetapi juga untuk menjaga marwah bangsa dan penegakan hukum yang adil.
“Kalau Pak Jokowi terbukti tidak bersalah, maka negara harus memulihkan nama baiknya. Tapi jika ada pihak yang terbukti tidak jujur, maka harus diberi sanksi tegas sesuai aturan,” katanya.
Ia menilai, polemik yang terus berlarut tanpa penyelesaian hanya akan membelah masyarakat dan merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum nasional.
“Saatnya negara bertindak tegas. Kasus ini harus diselesaikan di pengadilan yang objektif dan terbuka, agar seluruh elemen bangsa bisa mengawasi prosesnya dan menerima hasilnya dengan tenang,” pungkas Prof. Henri.
Sumber: RadarAktual