DEMOCRAZY.ID – Pernyataan tegas dilontarkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di tengah sorotan publik.
Terhadap dugaan praktik curang di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Ia mengakui, ada indikasi bahwa sejumlah pegawai pajak dan bea cukai pernah “dilindungi” dari penindakan hukum.
Keterangan itu disampaikan setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi dan pelanggaran etik di dua lembaga pengumpul penerimaan negara itu.
“Rupanya dulu-dulu mereka dilindungi. Kalau ada yang salah, akan ada intervensi dari atas supaya jangan diganggu karena dianggap mengganggu stabilitas penerimaan nasional,” ungkap Purbaya.
Purbaya menegaskan bahwa di bawah kepemimpinannya, tidak akan ada lagi praktik perlindungan terhadap oknum pajak atau bea cukai.
“Kalau dia mencuri, terima uang, terus minta perlindungan, enggak ada itu! Kalau salah, ya salah aja,” ujarnya
Menurutnya, praktik “perlindungan” tersebut merupakan penyakit lama yang selama ini merusak sistem pengawasan internal di bawah Kementerian Keuangan.
Ia berjanji memperkuat kerja sama dengan Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntaskan kasus-kasus lama yang selama ini tertunda.
“Kalau Kejagung nanya, ada yang salah di Bea Cukai dilindungi apa enggak? Saya bilang, enggak!” tegasnya.
Pernyataan itu muncul bersamaan dengan langkah Kejagung yang tengah melakukan penggeledahan di kantor Bea dan Cukai terkait dugaan pelanggaran dalam impor barang bernilai tinggi.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menyebut ada indikasi penyalahgunaan kewenangan dan potensi gratifikasi oleh sejumlah pegawai.
Purbaya menyambut langkah itu sebagai bagian dari upaya besar untuk membersihkan institusi keuangan negara dari oknum nakal.
“Kalau mereka bersalah, ya silakan diproses. Kita dukung penegakan hukum penuh,” katanya.
Sebelumnya, Purbaya juga sudah menyetujui pemecatan 26 pegawai pajak karena pelanggaran berat, termasuk dugaan gratifikasi dan penyalahgunaan jabatan.
“Bukan waktunya lagi main-main. Aparatur keuangan negara harus bersih, apalagi di sektor strategis seperti pajak dan bea cukai,” tegasnya.
Masalah Integritas Bukandi lembaga pajak dan bea cukai bukan hal baru.
Dalam dua dekade terakhir, sederet kasus korupsi besar muncul.
Mulai dari Gayus Tambunan, Eko Darmanto, hingga kasus gratifikasi pegawai DJBC di Tanjung Priok.
Namun, kali ini publik menilai pernyataan Purbaya sebagai sinyal perubahan yang lebih tegas.
Pengamat kebijakan fiskal Bhima Yudhistira menilai langkah Purbaya ini penting karena memperlihatkan kesadaran baru bahwa penerimaan negara tak akan sehat jika moral aparatnya bobrok.
“Selama ini ada budaya ‘asal target tercapai, semua diam’. Kalau Purbaya berani bongkar sistem perlindungan, ini awal yang bagus,” ujarnya.
Bhima menambahkan, reformasi kelembagaan di bawah Kemenkeu perlu disertai dengan sistem whistleblower yang kuat audit internal independen, dan rotasi jabatan rutin agar tidak terbentuk “zona nyaman” koruptif.
Purbaya menegaskan, fokus utama pemerintah bukan sekadar mengejar target penerimaan, tapi membangun sistem yang bersih dan kredibel.
“Lebih baik penerimaan sedikit tapi bersih, daripada besar tapi bocor,” ujarnya.
Menurut data Kemenkeu, target penerimaan pajak 2025 mencapai Rp 2.280 triliun, sementara penerimaan dari bea dan cukai dipatok Rp 332 triliun.
Angka besar itu menunjukkan pentingnya integritas aparat di lapangan agar tidak terjadi kebocoran.
Pengamat hukum pajak dari UI, Rizal Fahrezi, menilai pernyataan Purbaya menunjukkan adanya pergeseran paradigma.
Selama ini ada mitos kalau aparat pajak dan bea cukai disentuh hukum, penerimaan bisa terganggu.
“Sekarang pemerintah mau tunjukkan bahwa bersih itu justru memperkuat penerimaan,” katanya.
Kendati mendapat apresiasi, publik tetap menuntut langkah konkret.
“Sudah terlalu sering kita dengar jargon ‘bersih-bersih’ di instansi pajak, tapi kasus baru terus muncul,” ujar Linda Ningsih, pegiat antikorupsi dari Transparency Watch Indonesia.
Ia menilai, keberanian Purbaya membuka fakta “pegawai dilindungi” harus diikuti dengan reformasi menyeluruh, bukan hanya pergantian pejabat atau rotasi jabatan.
“Yang dilindungi itu bukan cuma orang, tapi sistemnya. Kalau sistemnya tetap memungkinkan intervensi, kasus serupa bisa muncul lagi,” ujarnya.
Untuk saat ini, publik menunggu bukti.
Apakah janji Purbaya akan benar-benar mengakhiri era perlindungan bagi pegawai nakal.
Atau sekadar menjadi wacana baru di tengah daftar panjang kasus korupsi sektor fiskal.
Sumber: PojokSatu