Ketika Nama Gibran Kembali Diguncang Gugatan Fantastis, Drama Hukum Rp125 Triliun Belum Usai!

DEMOCRAZY.ID – Nama Gibran Rakabuming Raka kembali jadi sorotan publik.

Bukan soal kebijakan atau langkah politiknya, melainkan karena gugatan perdata senilai Rp125 triliun yang kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Angka yang fantastis itu sontak membuat publik terbelalak dan bertanya-tanya, seberapa serius kasus ini sebenarnya?

Terakhir, sidang sempat molor karena pengacara penggugat disebut lupa membawa fotokopi KTP.

Sebuah detail kecil, tapi cukup untuk membuat publik kembali mengernyit melihat drama di ruang sidang yang seolah tak kunjung mencapai babak seriusnya.

Media sosial kembali riuh. Tagar #GugatanRp125Triliun dan #SidangGibran masuk jajaran trending topic X (Twitter).

Banyak warganet yang menyindir kasus ini dengan meme dan komentar bernada satir.

“Bayar parkir aja kadang lupa, ini gugatnya Rp125 triliun,” tulis seorang pengguna X disertai emoji tertawa.

Namun, ada pula yang menilai bahwa kasus ini mencerminkan kebebasan hukum dan ekspresi publik di era demokrasi terbuka.

Sebagai sosok publik sekaligus putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka kerap menjadi pusat perhatian.

Setiap gerak-gerik, pernyataan, hingga penampilannya sering kali mendapat tafsir politik dari berbagai kalangan.

Begitu pula dengan kasus yang tengah menimpanya saat ini, yang dianggap banyak pihak bukan hanya persoalan hukum semata.

Tetapi juga bagian dari dinamika politik menuju masa transisi kekuasaan nasional.

Bagi sebagian pengamat, posisi Gibran telah melampaui sekadar jabatan publik.

Ia kini dianggap mewakili munculnya generasi baru dalam peta politik Indonesia.

Karena itu, berbagai isu yang menyangkut dirinya kerap dikaitkan dengan perebutan pengaruh dan kepentingan kekuasaan.

Meski dikelilingi spekulasi dan sorotan tajam, Gibran tetap menunjukkan sikap tenang.

Dalam beberapa kesempatan di hadapan media, ia memilih tidak banyak berkomentar dan menyerahkan sepenuhnya penanganan perkara kepada proses hukum yang berlaku.

Sikap tersebut memperlihatkan upayanya menjaga ketenangan di tengah tekanan publik yang terus mengiringi langkah politiknya.

Sejak resmi terdaftar pada 29 Agustus 2025, perkara bernomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.

Ini memuat sejumlah tuntutan terhadap Gibran Rakabuming Raka dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Dalam gugatan tersebut, keduanya dianggap melakukan perbuatan melawan hukum karena diduga ada beberapa persyaratan pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres) yang tidak terpenuhi.

Berdasarkan data KPU, Gibran tercatat pernah menempuh pendidikan di Orchid Park Secondary School, Singapura (2002–2004), dan UTS Insearch, Sydney (2004–2007).

Yang keduanya setara dengan jenjang pendidikan SMA.

Namun, pihak penggugat menilai bahwa kedua lembaga pendidikan tersebut tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam undang-undang.

Sehingga dianggap tidak sah sebagai bukti pendidikan setingkat SLTA.

Atas dasar itu, penggugat meminta majelis hakim untuk menyatakan bahwa Gibran dan KPU RI telah melakukan pelanggaran hukum.

Selain itu, dalam petitumnya, penggugat juga mendesak agar status Gibran sebagai Wakil Presiden saat ini dinyatakan tidak sah secara hukum.

Tidak hanya itu, KPU dan Gibran turut dituntut membayar ganti rugi sebesar Rp125 triliun kepada negara sebagai konsekuensi atas dugaan pelanggaran tersebut.

Sumber: PojokSatu

Artikel terkait lainnya