Tanggapan Menohok Purbaya Soal Kebijakan Ekonomi di Era Jokowi dan Sri Mulyani 10 Tahun Terakhir!

DEMOCRAZY.ID – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberikan jawaban dan tanggapan menohok saat ditanyakan soal kebijakan ekonomi Indonesia dalam 10 tahun terakhir.

Di mana pada masa itu berada di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, dengan Menteri Keuangannya yang terlama sejak 2016, adalah Sri Mulyani.

Tanggapan menohok Purbaya itu diungkapkannya dalam wawancara bersama wartawan ekonomi dan senior anchor Desy Anwar yang tayang di channnel YouTube CNN Indonesia, Kamis (30/10/2025) malam.

Seperti diketahui selama 10 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak pernah sampai pada 6 persen.

Sementara Purbaya menargetkan tahun 2026 mendatang pertumbuhan ekonomi Indonesia diatas 6 persen.

Lalu hingga tahun ke 5 Presiden Prabowo menjabat diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8 persen, sesuai target Purbaya.

Awalnya Desy Anwar mengatakan bahwa dirinya mewawancarai Purbaya terakhir kali saat masih menjabat Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)..

“Terakhir saya mewawancarai Pak Purbaya itu ketika masih menjadi ketua LPS, Lembaga Penjamin Simpanan,” kata Desy kepada Purbaya.

Purbaya langsung menjawab saat itu Desy Anwar tidak yakin dengan jurus ekonominya.

“Waktu itu Ibu Desi enggak yakin dengan jurus ekonomi saya. Dia agak skeptis. Gimana caranya katanya? Iya. Saya buktikan, karena dalam waktu kurang dari 2 bulan, ekonomi sudah membalik arahnya. Sudah membaik arahnya,” kelakar Purbaya sambil tersenyum.

Desy lalu meminta Purbaya menjelaskan ekonomi Indonesia saat ini.

“Dan kalau misalnya tidak dilakukan gebrakan-gebrakan, maupun stimulus ini, akan seperti apa Indonesia?” tanya Desy.

Purbaya menjelaskan bahwa sebelum dirinya menjabat Menteri Keuangan, ada demo besar-besaran akhir Agustus 2025 di sebagian besar kota di Indonesia.

“Itu orang menariknya selalu ke politik, karena politiknya kacau dan lain-lain. Tapi kalau sebagai ekonom saya lihat itu semua triggernya dari kondisi ekonomi yang buruk terus-menerus. Sebetulnya awal tahun sampai April ada harapan, karena ya ada injeksi uang ke sistem,” kata Purbaya.

Tapi, menurut Purbaya pada Mei, Juni, Juli dan Agustus pertumbuhan hampir 0 persen.

“Artinya ekonominya dicekik, dan tahun lalu tahun 2024 juga sama, hampir sama rendah sekali, jadi ekonominya melambat secara signifikan. Dan pada suatu titik, ketika ekonomi susah terus, ya kan masyarakat ngerasa. Perutnya susah, cari makan susah, perutnya lapar, ya turunlah ke jalan,” katanya.

Jadi, menurut Purbaya, ekonomi pada waktu itu sedang menuju kelambatan yang sangat signifikan.

“Kalau kebijakannya enggak dirubah, yang pasti jatuhnya ekonomi. Kenapa? karena fiskal dan moneter dua-duanya membunuh perekonomian,” ungkapnya.

Sehingga kata dia jika tidak dibalik, menurut Purbaya, maka sampai sekarang ekonomi akan susah.

“Jadi enggak tahu saya, sadar apa enggak sadar ya. Tapi kalau enggak di balik, kita sekarang susah. Mungkin kita bicaranya sekarang bukan dalam keadaan yang ketawa-ketawa seperti ini. Tapi akan dalam keadaan sulit, semuanya mukanya tegang, ke depan Indonesia bisa utuh apa enggak?” ujar Purbaya.

“Perlu diketahui juga, kalau ekonomi yang morat-marit, keutuhan NKRI juga terancam biasanya. Jadi ekonomi adalah kunci. Sekarang saya sudah jalankan beberapa kebijakan yang dulu anda gak percaya kan, ternyata kita bisa mengembalikan optimisme di kalangan masyarakat dan pelaku bisnis. Dan dalam keadaan riilnya juga, ekonominya mulai bergeliat naik ke atas,” papar Purbaya.

Menurut Purbaya, hal ini bukan gaya baru.

“Ekonomi emang harus seperti itu,” katanya.

Desy Anwar lalu mempertanyakan apakah kebijakan ekonomi selama 10 tahun ini salah.

“Jadi selama ini, 10 tahun terakhir ini, memang salah ya pak?” tanya Desy.

Purbaya lalu memberi jawaban yang agak menohok Desy Anwar sebagai jurnalis ekonomi, namun dengan agak bercanda.

“Anda sebagai wartawan ekonomi, salah mengejar pertanyaan ekonominya. Sehingga enggak keluar ilmu ekonomi para pengurus ekonomi pada waktu itu,” kata Purbaya.

Menurut Purbaya pemerintah memiliki survei soal indeks kepercayaan masyarakat atau konsumen kepada pemerintah.

“Kita monitor secara bulanan. Saya sudah lihat tuh angka bulan Oktober naik dengan signifikan, mungkin 15 poin dibanding bulan September. Jadi dengan level yang sekarang ini, kita sudah keluar dari bahaya dalam pengertian ketidakpuasan masyarakat bisa menciptakan instabilitas sosial, politik, itu sudah berkurang,” katanya.

Sehingga, menurutnya langsung lanjutkan kebijakan ekonomi yang betul.

“Jadi langkah kita yang kemarin itu, memindahkan uang Rp 200 triliun dari BI ke Perbankan, perekonomian itu sudah bergerak. Sehingga menimbulkan optimisme sedikit atau cukup banyak di masyarakat. Sehingga ke depan harusnya bahaya dan instabilitas sosial politik sudah akan berkurang, tinggal langkah ke depannya,” ujar Purbaya.

Menurut Purbaya, soal indeks kepercayaan masyarakat kepada pemerintah ini ia perlihatkan juga ke Presiden Prabowo.

“Saya kasih lihat. Presiden senang sih, makanya dia sepertinya happy dibanding sebelumnya,” kata Purbaya.

Purbaya menceritakan sehari sebelum ditunjuk Prabowo menjabat Menteri Keuangan, ia dipanggil Presiden Prabowo ke rumahnya di Hambalang, Kabupaten Bogor.

“Sebelumnya orang kan bilang, kamu berani ngambil langkah ini ya,” kata Purbaya.

Padahal menurut Purbaya keberaniannya mengambil langkah signifikan adalah janjinya ke Prabowo saat dipanggil ke Hambalang.

Purbaya menjelaskan apa yang dikatakan Prabowo kepadanya di Hambalang.

“Oke, kamu jadi nih ya, tapi jangan senang dulu, belum pasti,” kata Purbaya menirukan pernyataan Prabowo.

Menurut Purbaya saat itu adalah Hari Minggu.

Saat hendak pulang, menurut Purbaya, setelah bersalaman dengan Prabowo, dirinya berkali-kali ditanya apakah berani, saat nanti menjabat Menkeu.

“Sepanjang jalan, dari habis salaman, pas saya mau keluar tuh, sekitar 20 meter. Tanyanya gimana, Berani? Saya jawab berani, Pak? Tanya lagi berani? Jawab lagi berani, Pak. Terus sampai pintu. Cuma itu tanyanya, berani kamu? Berani, sampai keluar pintu,” kata Purbaya.

Karenanya setelah benar-benar menjabat Menteri Keuangan, Purbaya mengaku menepati janjinya ke Prabowo.

“Jadi emang saya harus berani. Kalau enggak berani ya mencederai janji saya ke presiden. Jadi saya cuma itu disuruhnya, berani aja sudah, sama merah putih, selesai,” papar Purbaya.

Purbaya juga menceritakan saat-saat Presiden Prabowo Subianto resah akibat demo besar yang rusuh di sejumlah kota di Indonesia pada akhir Agustus 2025 lalu.

Saat itu kata Purbaya, dirinya belum menjabat Menteri Keuangan, namun memberi masukan bahwa asal mula peristiwa itu akibat sejumlah hal yang kurang tepat dijalankan pemerintah dalam hal ekonomi.

“Saya enggak tahu boleh buka ini apa enggak. Presiden resah pada waktu demo besar besaran. Dia resah, hampir the last warning call hampir,” kata Purbaya.

Menurut Purbaya dalam kondisi yang kritis, Prabowo mengamati secara concern situasi yang terjadi kala itu.

“Jadi Dia concern, apa yang terjadi pada waktu itu. Pada waktu saya ceritakan, ini Pak asalnya dari ekonomi, kebijakannya ini, in,i ini,” kata Purbaya.

Purbaya mengatakan dari penjelasannya, terungkap bahwa Prabowo sebenarnya sudah tahu dan mencurigai ada pihak yang sengaja menggganggunya.

“Pak Presiden itu orang pintar, Dia bilang begini, saya sudah curiga, ada yang mengganggu saya,” ujar Purbaya.

Menurut Purbaya, dari sana Prabowo mengetahui ada yang salah dalam pemerintahannya.

“Kebijakan ya, kebijakan yang salah, saya gak tahu,” tambahnya.

Namun menurutnya saat itu Prabowo akhirnya sadar penyebab kondisi kritis dengan banyaknya demo berasal dari hal tertentu.

“Dia bilang, tapi saya baru tahu, dari sini ternyata, jadi ke depan kita betulin,” kata Purbaya meniruan ucapan Prabowo.

Menurutnya Prabowo meminta dirinya membetulkan semua hal yang salah dalam bidang ekonomi.

Sehingga kata Purbaya apa yang dilakukannya saat ini sebagai Menteri Keuangan adalah menjalankan perintah Presiden.

“Jadi keputusam presiden, bukan saya. Jadi saya hanya menjalankan perintah presiden, dengan ilmu yang saya punya,” katanya.

Purbaya menjelaskan Prabowo mengetahui ada tekanan ke pemerintahannya kala itu.

“Tapi baru aware dari mana asalnya. Yang mengganggu adalah kebijakan ekonomi yang tidak terlalu pas, belanja pemerintah yang lambat, termasuk pemerintah daerah, yang ribut-ribut kemarin. Kita lihat triwulan pertama belanja pemerintah tahun ini minus 1,37 persen, triwulan kedua minus 0,33 persen. Jadi pemerintah tidak memberi dorongan ke pertumbuhan, malah justru ngerem, jadi itu mesti dibalikin,” katanya.

Hal lain yang menjadi masalah kata Purbaya karena saat itu pemerintahan yang baru diduduki oleh orang-orang baru pula.

“Justru di situ permasalahannya, pemerintah baru, orang-orangnya baru. Pasti itu normal nggak bisa eksekusi tepat waktu, tepat sasaran, karena masih menyesuaikan diri. Tapi kalau uangnya kebanyakan di bank sentral, saya selalu bilang dosanya dua. Satu, Anda nggak ngebangun, kedua sistemnya kering,” kata Purbaya.

Karenanya yang ia lakukan saat menjabat Menteri Keuangan yakni mengembalikan uangnya ke sistem.

“Yang saya lakukan adalah, kalau gak bisa belanja gak apa-apa, saya balikin uangnya ke sistem Rp 200 triliun, bisa lebih, ini baru percobaan. Itu untuk memastikan bahwa walaupun kita enggak bisa belanja, tapi private sektor bisa memanfaatkan dana yang ada di sistem, perbankan yang saya tambah itu yang tadinya kering menjadi tidak kering,” kata Purbaya.

Menurutnya hal itu bukan berarti Perbankan tidak punya uang.

“Bukan berarti Bank enggak punya uang. Kalau tanya Anda tanya OJK, BI, orang keuangan semua, maka mereka bilang pasti ‘Perbankan ample liquidity'” kata Purbaya.

Yang artinya sektor perbankan memiliki likuiditas yang sangat cukup, yaitu memiliki kas dan aset mudah dicairkan dalam jumlah memadai untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek, seperti pembayaran nasabah dan penyaluran kredit.

Sumber: Tribun

Artikel terkait lainnya