Rakernas Projo, Pengamat Politik dan Kebangsaan: Jokowi Bangun Kultus Politik dan Machtsvorming Ala PKI!

DEMOCRAZY.ID – Pengamat politik dan kebangsaan M. Rizal Fadillah menyoroti pelaksanaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) VII organisasi Pro Jokowi (Projo) yang dijadwalkan berlangsung pada 25–26 Oktober 2025 di Jakarta.

Dengan mengusung tema “Selalu Setia di Garis Rakyat”, Rizal menilai kegiatan tersebut bukan sekadar konsolidasi ormas, tetapi upaya penggalangan kekuatan untuk membangkitkan kembali “pasukan Jokowi”.

“Apapun alasannya, ini adalah penggalangan kekuatan untuk membangkitkan pasukan Jokowi. Aneh, di Indonesia ada mantan presiden yang masih aktif melakukan konsolidasi machtsvorming seolah hendak memperpanjang kekuasaan,” ujar Rizal dalam keterangannya di Bandung, Senin (13/10/2025).

Menurutnya, makna setia di garis rakyat seharusnya bukan tentang kesetiaan terhadap figur tertentu, melainkan kewaspadaan terhadap kebangkitan rezim korup, nepotis, penipu, dan jahat.

Ia menilai gerakan Projo dan kelompok pendukung Jokowi memiliki kesamaan pola dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) di masa lalu yang menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan.

“PKI dahulu juga senang melakukan rapat-rapat akbar untuk menciptakan citra diri kuat, solid, dan didukung rakyat. Sekarang pencitraan itu berbasis uang dan kerakyatan palsu,” kata Rizal.

Lebih lanjut, Rizal menilai Projo sebagai organisasi yang secara simbolik memperlihatkan kultus terhadap Jokowi.

“Projo itu akronim dari Pro Jokowi sekaligus bermakna kerajaan atau istana. Ormas eks relawan ini bahkan memakai simbol kepala Jokowi di bendera dan logonya,” jelasnya.

Ia menyebut sejumlah nama seperti Budi Arie Setiadi, Panel Barus, dan Freddy Damanik sebagai tokoh-tokoh yang masih aktif memperjuangkan “Jokowisme”.

Bersamaan dengan itu, Rizal menilai hubungan erat antara Projo dan PSI merupakan upaya untuk mempertahankan pengaruh politik Jokowi dan keluarganya.

Di tengah berbagai kritik terhadap Jokowi — mulai dari isu ijazah palsu, tuduhan korupsi, hingga kedekatan dengan oligarki — Rizal memandang Rakernas VII Projo berfungsi sebagai “benteng pertahanan” sekaligus ajang untuk menyiapkan serangan balik.

“Rakernas ini strategis untuk memperkuat benteng pertahanan dan menyiapkan serangan balik,” ujarnya.

Rizal juga menyinggung posisi Presiden Prabowo Subianto.

Ia menilai, Prabowo sebaiknya tidak hadir dalam acara tersebut karena berpotensi memperkuat kesan bahwa pemerintah saat ini sedang membangun kultus individu seperti dalam sistem politik komunis.

“Jika Prabowo hadir dan ikut memuja Jokowi, itu bunuh diri politik. Apalagi jika muncul teriakan ‘Hidup Jokowi Jilid Dua’, maka hancurlah Prabowo,” tegasnya.

Lebih jauh, Rizal menilai kondisi politik nasional tengah menuju pertarungan terbuka antara dua kekuatan besar: kubu rakyat yang menuntut penegakan hukum terhadap Jokowi dan Gibran, serta kubu loyalis Jokowi yang berupaya mempertahankannya.

“Tri tuntutan rakyat kini makin kuat: adili Jokowi, makzulkan Gibran, dan ganti Kapolri. Ini akan berhadapan langsung dengan agenda Rakernas Projo yang justru memperkuat Jokowi, menjaga Gibran, dan mempertahankan Kapolri,” tuturnya.

Ia menegaskan, rakyat kini sudah memahami permainan politik kekuasaan dan tidak akan memberi konsesi lagi terhadap penguasa yang dianggap zalim.

“Tanpa perlu Rakernas, rakyat akan tetap setia menumbangkan kezaliman, siapapun pelakunya — entah itu rezim Joko Widodo, Prabowo Subianto, atau lainnya,” pungkas Rizal.

Sumber: RadarAktual

Artikel terkait lainnya