DEMOCRAZY.ID – Pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, Sabtu (4/10/2025), memunculkan spekulasi publik.
Pertemuan tertutup yang berlangsung selama dua jam itu disebut-sebut membahas sejumlah isu strategis nasional.
Namun, pengamat hukum dan advokat Ahmad Khozinudin, S.H. menduga ada kepentingan lain yang dibawa oleh Jokowi—yakni soal kasus ijazah palsu yang hingga kini belum tuntas di kepolisian.
Khozinudin, yang juga Koordinator Non Litigasi Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis, menulis analisis panjang terkait dugaan ini.
Ia menilai langkah Jokowi yang sempat melapor ke Polda Metro Jaya pada April 2025 lalu justru menjadi bumerang, karena laporan itu bisa membuka kembali polemik keaslian ijazahnya yang selama ini dipersoalkan sejumlah pihak.
Menurut Khozinudin, laporan polisi yang dibuat Jokowi terhadap beberapa nama seperti Roy Suryo, Rismon Sianipar, Tifauzia Tyassuma, dan Rizal Fadillah pada 30 April 2025 lalu, secara hukum mewajibkan pelapor untuk membuktikan dalilnya.
“Dalam konteks laporan pidana, jika Jokowi menuduh para pihak menyebarkan fitnah soal ijazah palsu, maka ia berkewajiban menunjukkan ijazah aslinya sebagai alat bukti,” tulis Khozinudin, Ahad (5/10/2025).
Namun, hingga enam bulan berlalu, kasus tersebut disebut-sebut belum mengalami perkembangan berarti.
Pemeriksaan terakhir dilakukan terhadap Rismon Sianipar, sementara status laporan masih menggantung di Polda Metro Jaya.
Khozinudin menduga, kebuntuan proses hukum ini berkaitan dengan keengganan pihak pelapor untuk memperlihatkan dokumen ijazah asli ke publik maupun ke penyidik.
Setelah kubu Roy Suryo dan Bonatua Silalahi memperoleh salinan resmi ijazah milik Jokowi yang dilegalisir oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), situasi disebut mulai berbalik arah.
Khozinudin menjelaskan, berdasarkan hasil analisis digital forensik dan metode Error Level Analysis (ELA) yang dilakukan oleh pihak Roy Suryo dan Rismon Sianipar, terdapat dugaan kuat bahwa ijazah yang dipegang Jokowi memiliki kejanggalan serupa dengan dokumen yang beredar di publik.
“Jika ijazah asli Jokowi ditunjukkan dan wujudnya identik dengan yang ada di KPU, maka berdasarkan kajian forensik digital, ijazah tersebut bisa dinyatakan palsu,” tulis Khozinudin.
Sejumlah relawan Jokowi sempat berupaya membangun narasi perdamaian agar kasus ini berakhir tanpa harus berlanjut ke pengadilan. Namun, langkah itu disebut tidak membuahkan hasil.
Roy Suryo dan rekan-rekannya menolak untuk berdamai dan meminta kasus tetap berjalan agar pengadilan bisa membuka fakta terkait keaslian ijazah Jokowi.
“Dalam kondisi inilah, ketika semua upaya damai gagal dan tekanan publik makin besar, Jokowi akhirnya turun gunung. Pertemuan dua jam dengan Presiden Prabowo diduga kuat membahas upaya penyelesaian kasus ijazah palsu dengan pendekatan kekuasaan,” kata Khozinudin.
Lebih jauh, Khozinudin menyinggung kemungkinan penggunaan jalur politik dan hukum untuk menghentikan perkara.
Menurutnya, ada beberapa opsi yang bisa ditempuh melalui instrumen kekuasaan, di antaranya penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh kepolisian, penerbitan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) melalui mekanisme deponering, atau bahkan abolisi melalui hak prerogatif Presiden.
Namun, Khozinudin mengingatkan, langkah semacam itu akan mencederai prinsip keadilan dan merusak kredibilitas penegakan hukum di Indonesia.
“Presiden Prabowo tidak boleh memberikan uluran tangan kepada pelaku pemalsuan dokumen negara. Sebaliknya, Jokowi cukup menunjukkan ijazah aslinya untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar tidak bersalah,” tegasnya.
Sampai saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Istana maupun dari kubu Jokowi terkait topik yang dibahas dalam pertemuan tersebut.
Namun publik menilai, durasi dua jam dan sifat tertutup pertemuan itu menimbulkan tanda tanya besar.
Apalagi, berlangsung di tengah stagnasi penanganan laporan polisi terkait kasus ijazah Jokowi yang telah menimbulkan perdebatan panjang di ruang publik.
Kasus ini dipandang bukan sekadar polemik personal, tetapi juga menyangkut integritas kepemimpinan nasional dan sejarah republik.
Ahmad Khozinudin menegaskan, kasus ijazah Jokowi harus dituntaskan secara terbuka.
“Agar tidak menjadi noda sejarah bagi bangsa Indonesia,” ujarnya.
Ia menambahkan, pihaknya siap menghadapi Jokowi di pengadilan jika proses hukum berlanjut.
“Kami siap memeriksa dan mencecar Jokowi di persidangan untuk membuka kebenaran tentang ijazah yang telah memecah bangsa ini,” pungkasnya.
Sumber: RadarAktual