DEMOCRAZY.ID – Mendadak viral sebuah pernyataan yang disebut dikeluarkan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa.
Purbaya blak-blakan soal perjalanan panjang kariernya di pemerintahan.
Ia mengaku tak gentar terhadap siapa pun karena sudah lama berinteraksi dengan para tokoh besar di berbagai rezim.
“Saya sudah tua, saya tidak peduli mau di tembak atau di racun sekampung seperti almarhum Munir dulu, saya sudah tua, saya hanya ingin mengabdi untuk masyarakat,” ucap Purbaya pada unggahan yang beredar.
Hanya saja, pernyataan itu dinyatakan hoax oleh akun Instagram resmi PPID Kemenkeu (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian Keuangan).
“Beredar unggahan di platform Facebook mengenai pernyataan Menkeu RI tidak takut ditembak atau diracun. Unggahan ini merupakan HOAKS,” tulis akun @ppid.kemenkeu.
Purbaya memang sempat menyinggung soal pengalamannya yang telah lama berinteraksi dengan para tokoh besar.
Hal tersebut diungkapkan Purbaya forum Investor Daily Summit 2025 di Jakarta beberapa waktu lalu.
Purbaya menyebut dirinya sudah terbiasa bekerja bersama para pengambil keputusan sejak era Presiden ke-6 hingga Presiden ke-8 RI.
“Jadi, saya sudah biasa bergaul dengan top-top thinker-nya di Indonesia. Saya enggak pernah takut sama siapa saja jadinya. Saya udah selalu terekspos dengan cara berpikir mereka, cara mereka mengambil keputusan,” ujar Purbaya dikutip pada Jumat (17/10/2025).
Ia menuturkan, dirinya pernah membantu maupun menjadi bawahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden ke-7 Jokowi), Menko Perekonomian 2009-2014 Hatta Rajasa, Menko Perekonomian 2014 Chairul Tanjung, hingga Menko Marves 2016-2024 Luhut Binsar Pandjaitan.
Selain itu, Purbaya juga tak ragu memuji Presiden Prabowo Subianto yang kini menjadi atasannya langsung.
Menurutnya, Prabowo merupakan sosok yang cepat dan tegas dalam mengambil keputusan.
Bahkan, Purbaya mengaku sempat menakut-nakuti Prabowo agar segera melakukan perubahan kebijakan ekonomi supaya tidak terjadi pergantian kekuasaan.
Dia menceritakan, sempat dipanggil ke Hambalang, Bogor, bersama empat orang lainnya pada Jumat (5/9/2025).
Saat itu, Prabowo memaparkan sejumlah hal selama tiga kali pertemuan.
Esok harinya, Sabtu (6/9/2025), Purbaya kembali hadir dan masih memilih diam tanpa menanggapi. Namun pada hari ketiga, Minggu (7/9/2025), ia memutuskan untuk berbicara langsung kepada Presiden.
“Kalau hari Minggu, waktu itu saya enggak ngomong, ya sudah lah, enggak ada kans untuk bicara lagi. Waktu ketemu, rapatnya berlima,” Purbaya menuturkan.
“Begini, begini, begini, saya bilang tadi, saya takut-takuti, Februari Pak (bakal pergantian kekuasaan), Oh gitu ya? Nah itu, recipe to my success, kita takut-takutin dia,” tambah Purbaya.
Dalam rapat tersebut, ia menyodorkan data ekonomi dari era Presiden ke-2 Soeharto hingga Presiden ke-7 Jokowi.
Purbaya menyimpulkan bahwa dalam setiap masa pemerintahan, selalu ada siklus tujuh tahun ekspansi ekonomi dan satu tahun masa resesi atau penurunan.
Kata Purbaya, bila otoritas ekonomi salah mengambil keputusan pada fase krisis, maka pergantian kekuasaan bisa terjadi seperti pada masa kejatuhan Presiden Soeharto dan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Ia juga mengklaim bahwa masa penurunan ekonomi di era SBY (2008-2009) dan Jokowi (2016) berhasil dilewati tanpa krisis politik besar karena dirinya turut memberi masukan penting.
“Ekonomi jatuh, dia jatuh. Untung ada saya,” ucapnya.
Lebih jauh, Purbaya menjelaskan, ekonomi akan kering jika pertumbuhan uang primer (M0) terlalu rendah.
Karena itu, ia menilai kebijakan moneter dan fiskal harus saling mendukung untuk menjaga likuiditas.
Namun, lanjutnya, pertumbuhan uang primer Indonesia mendekati 0 persen pada pertengahan 2025.
Kondisi itulah yang menurutnya menjadi pemicu gelombang demonstrasi besar-besaran di berbagai kota pada akhir Agustus 2025 lalu.
Sumber: Fajar