Aktivis Siaga 98: Libatkan Jokowi-Luhut Jadi Alasan KPK Hati-Hati Usut Whoosh, Publik Menunggu!

DEMOCRAZY.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diyakini sedang mempelajari konstruksi hukum proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.

KPK disebut butuh laporan masyarakat dan kehati-hatian mengusutnya Karena diduga melibatkan Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi dan pejabat penting lainnya.

“Penyelidikan dan pengusutan proyek ini tentu tidak mudah, sebab melibatkan entitas bisnis luar negeri, dan terikat kontrak perjanjian,” kata Koordinator Simpul Aktivis Angkatan 98 alias Siaga 98, Hasanuddin kepada RMOL, Senin 27 Oktober 2025.

Karena itu, kata Hasanuddin, perlu kehati-hatian. Apalagi diduga melibatkan pejabat penting di masa itu, baik di Kementerian Perhubungan dan BUMN, maupun nama Joko Widodo dan mantan Menko Luhut Binsar Pandjaitan.

“Meskipun, kami yakin, KPK tidak terpengaruh pada hal tersebut. Tetapi tetap diperlukan laporan resmi,” kata Hasanuddin.

Hasanuddin mengatakan, semua pihak juga harus menghormati kontrak kerja sama antara PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dan pihak terkait.

Sebab, proyek Whoosh merupakan bisnis to bisnis antara konsorsium Indonesia dan konsorsium China yang memiliki keterikatan hukum bisnis internasional.

“Meskipun dalam keadaan tertentu dapat direnegosiasi isi kontrak melalui amandemen perjanjian baik kewajiban pokok dan utang, serta masa konsesi maupun hal lainnya,” kata Hasanuddin.

Hasanuddin menerangkan, konsorsium Indonesia harus menunjukkan sikap profesional dan tidak manja dengan melempar tanggung jawab ke pihak pemerintah.

“Siaga 98 melihat bahwa sudah cukup pihak pemerintah melalui BPI Danantara dan BP BUMN untuk mewakili pemerintah untuk melakukan evaluasi, suvervisi, monitoring dan memberikan saran kepada pihak konsorsium dalam negeri untuk melakukan renegosiasi,” kata Hasanuddin.

Jokowi Terlalu Banyak Merampok Duit Proyek Whoosh

Warganet masih menyoroti dugaan penggelembungan biaya alias markup di proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) alias Whoosh.

Ternyata, biaya membangun Kereta Whoosh yang rutenya hanya 142 kilometer (km) lebih mahal ketimbang proyek Kereta Haramain High-Speed Railway (HHR) yang rutenya berjarak 1.500 km.

Indikasi penggelembungan biaya Kereta Whoosh, makin terang benderang.

Kereta HHR yang menghubungkan kota suci Makkah dan Madinah itu menelan biaya 7 miliar dolar AS, atau sekitar Rp116,2 triliun (asumsi kurs Rp16.600 per dolar AS).

Lebih murah ketimbang proyek Kereta Whoosh yang biayanya 7,27 miliar dolar AS, setara Rp120,7 triliun.

Perbandingan tersebut ternyata tidak dapat diterima pendukung mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

“Ternak Mulyono: “Jangan samakan kereta cepat Arab dan Indonesia donk! Speknya beda!”,” tulis aktivis media sosial Ruhul Maani melalui akun X yang dikutip Senin 27 Oktober 2025.

“Oke! Kalo gitu mari bandingkan dengan kereta cepat jepang aja yang speknya sama,” sambungnya,

Ternyata dengan jarak yang sama, Jepang bisa memberikan harga Rp65 triliun.

“Kenapa Jokowi ambil dari Cina yg harganya 113 Triliun??! “Ngerampoknya” banyak banget?!” pungkasnya.

Sebanyak 75 persen pendanaan proyek berasal dari pinjaman China Development Bank. Sementara sisanya berasal dari modal pemegang saham, termasuk KAI, Wijaya Karya, PTPN I, dan Jasa Marga.

Proyek Kereta Cepat RI Kebanyakan Calo, Beda dengan Saudi

Pakar kebijakan publik dan transportasi, Agus Pambagio, menilai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) warisan mantan Presiden Joko Widodo membebani keuangan negara.

Agus bahkan mendorong lembaga penegak hukum seperti KPK atau Bareskrim untuk mengusut proyek ini.

“Hari ini dibandingkan dengan kereta cepat yang lagi dibuat Arab Saudi. Saya bilang ke teman-teman berbeda. Di Arab Saudi mungkin tanahnya nggak beli, di sini kan beli, calonya banyak kali,” ujar Agus di kanal Youtube Abraham Samad, seperti dikutip redaksi di Jakarta, Senin, 27 Oktober 2025.

Agus menilai, sejak awal proyek tersebut memang sarat masalah, mulai dari pembengkakan biaya, perubahan rute, hingga skema utang yang dianggap tidak transparan.

Karena itu, ia mendesak lembaga audit dan penegak hukum turun tangan menelusuri potensi penyimpangan dalam pelaksanaannya.

“Susah kalau mau dibandingkan, nggak apple to apple. Maka saya sarankan KPK masuk saja, atau Bareskrim atau siapa pun review. BPK kan tiap tahun juga mengaudit,” tegasnya.

Agus mengingatkan bahwa kritik yang dulu ia lontarkan bukan tanpa dasar.

Menurutnya, keputusan memaksakan proyek kereta cepat tanpa kajian matang kini terbukti menjadi beban finansial bagi negara.

“Saya mengingatkan kita itu belum butuh kereta cepat. Apalagi dulu nama semboyannya Nawacita berarti kan harus keluar Jawa. Tapi kenapa dibikinnya di Jakarta-Bandung?” pungkasnya.

Diketahui biaya membangun Kereta Whoosh yang rutenya hanya 142 kilometer (km) lebih mahal ketimbang proyek Kereta Haramain High-Speed Railway (HHR) yang rutenya berjarak 1.500 km.

Kereta HHR yang menghubungkan kota-kota suci Makkah dan Madinah itu, menelan biaya US$7 miliar, atau sekitar Rp116,2 triliun (asumsi kurs Rp16.600/US$).

Lebih murah ketimbang proyek Kereta Whoosh yang biayanya US$7,27 miliar, setara Rp120,7 triliun.

Sumber: RMOL

Artikel terkait lainnya