Pengamat Geopolitik: Ketegangan Sri Mulyani vs Purbaya Bukan Konflik Pribadi, Tapi Benturan Sistem Neoliberal dan Neofeodal!

DEMOCRAZY.ID – Pengamat geopolitik Hendrajit menilai ketegangan antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Perekonomian Purbaya Sadewa bukan sekadar persoalan pribadi atau perbedaan pandangan teknis.

Menurutnya, konflik itu mencerminkan pertarungan ideologis antara dua sistem ekonomi yang selama ini bercampur di Indonesia: neoliberalisme dan neofeodalisme.

“Madame defisit Sri Mulyani itu pakem ekonominya adalah Structural Adjustment Program atau penyesuaian struktural. Pokoknya output ekonominya adalah stabilitas, dengan neraca berimbang sebagai keharusan. Kalau perlu, dana untuk padat karya bisa dikorbankan demi padat modal,” ujar Hendrajit, Selasa (21/10/2025).

Sebaliknya, kata dia, Purbaya Sadewa menganut pakem Restrukturisasi Ekonomi — di mana negara, dunia usaha, dan lembaga keuangan harus ditata ulang agar saling sinkron.

“Purbaya itu melihat bahwa struktur ekonomi kita sakit-sakitan, jadi harus direstrukturisasi,” tambahnya.

Menurut Hendrajit, peringatan Sri Mulyani agar Purbaya “tidak merasa paling mengerti” justru menjadi sinyal adanya gesekan kepentingan yang lebih dalam.

“Pernyataan itu bisa dibaca macam-macam. Apakah Purbaya sedang membangunkan macan tidur? Atau sebaliknya, Sri Mulyani mengingatkan bahwa Purbaya mungkin tak sadar sedang berhadapan dengan kekuatan besar di belakang sistem,” ujarnya.

Lebih jauh, Hendrajit menegaskan bahwa ketegangan ini merupakan manifestasi dari komplikasi antara sistem ekonomi neoliberal dan neofeodal.

“Kedua sistem ini telah melahirkan persenyawaan antara aparat birokrasi dan sektor swasta, khususnya konglomerasi lokal. Dari sinilah muncul oligarki partai di DPR,” katanya.

Ia menyebut persenyawaan tersebut sebagai sumber sekaligus perusak sistem kenegaraan.

“Mereka bukan hanya menyabot birokrasi pemerintahan, tetapi juga sistem perekonomian nasional. Inilah bentuk sabotase struktural,” tegasnya.

Hendrajit menggambarkan Purbaya sebagai “dokter spesialis penyakit dalam” yang tengah berusaha menemukan akar penyakit sistem ekonomi nasional.

Namun, di sisi lain, Sri Mulyani digambarkan sebagai “insinyur ekonomi” yang peka terhadap adanya “persenyawaan kimiawi” antara birokrasi dan kapitalisme rente.

Mengutip pemikiran Thorstein Veblen dalam The Theory of the Leisure Class, Hendrajit menyebut kelompok yang disebut “The Robber Barons” — kaum kaya yang tidak produktif dan hanya menikmati hasil rente — sebagai musuh sejati tatanan keadilan ekonomi.

“Mereka bukan pebisnis sejati. Mereka tidak memproduksi barang dan jasa, tapi hidup dari rente dan koneksi. Mereka inilah yang sedang dihadapi oleh Purbaya,” ujar Hendrajit.

Ia menutup dengan catatan historis, menyamakan semangat Purbaya Sadewa dengan Pangeran Purbaya, putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten yang berjuang melawan kolonialisme VOC.

“Kalau benar Purbaya menyadari siapa musuh sejatinya — kaum Robber Barons itu — maka perjuangannya bukan sekadar soal jabatan, tapi soal melawan penjarahan dalam bentuk baru,” pungkasnya.

Sumber: RadarAktual

Artikel terkait lainnya