DEMOCRAZY.ID – Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), kembali menjadi sorotan publik meski sudah lengser dari kursi kekuasaan.
Dua proyek besar yang sempat dibanggakannya, kereta cepat Whoosh dan Ibu Kota Nusantara (IKN), kini sedang ramai dibahas dan bahkan dikritisi dari berbagai arah.
Pengamat politik Ray Rangkuti menyebut, kedua proyek tersebut kini tengah menjadi bahan evaluasi di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, terutama setelah muncul sejumlah isu dan penyelidikan terkait pendanaannya.
“Ada dua ikon Pak Jokowi yang sekarang sedang diguncang publik: Whoosh dan IKN,” ujar Ray dalam siniar PHD 4K di kanal YouTube Forum Keadilan TV, Senin (3/11/2025).
Ray menilai, berbagai isu yang menerpa Jokowi, termasuk sorotan terhadap proyek-proyeknya, tidak banyak memengaruhi tingkat kepuasan publik terhadap mantan presiden tersebut.
Namun, popularitas itu juga tak otomatis bisa diterjemahkan menjadi kekuatan politik baru.
“Soal apakah Pak Jokowi stabil atau turun, nggak penting juga bagi politik saat ini,” jelas Ray.
Menurutnya, meski Jokowi masih disukai publik, hal itu tak berpengaruh langsung terhadap dinamika kekuasaan, terlebih setelah tampuk pemerintahan berpindah ke tangan Prabowo.
Kehadiran Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden pun, menurut Ray, tidak serta-merta memperkuat posisi Jokowi di lingkar kekuasaan baru.
“Walaupun ada Gibran, kenyataannya Gibran seperti tidak berfungsi,” ucapnya menanggapi pernyataan Poempida Hidayatullah dalam diskusi tersebut.
Meski sering tampil harmonis di depan publik, hubungan Jokowi dan Prabowo disebut tidak selalu mulus.
Ray mengakui adanya gesekan politik di antara keduanya, namun ia menilai relasi itu masih dalam batas wajar dan tidak akan benar-benar putus.
“Retak iya, tapi retak itu masih ada garis tebalnya,” ujar Ray.
Ia menambahkan, hubungan keduanya seringkali diwarnai dinamika, tetapi tetap saling menjaga keseimbangan demi stabilitas pemerintahan.
Ray menyoroti bahwa pemerintahan Prabowo kini mulai membuka kembali sejumlah persoalan yang terjadi pada masa Jokowi, salah satunya terkait polemik proyek kereta cepat Whoosh.
Perdebatan soal Whoosh mencuat usai Ketua LPS Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan enggan menggunakan dana APBN untuk pembayaran utang proyek tersebut.
Pernyataan itu langsung memantik rasa penasaran publik, memunculkan kembali dugaan adanya mark up atau pembengkakan anggaran dalam proyek yang menjadi kebanggaan Jokowi itu.
“Pernyataan Pak Purbaya membuat orang menggeliat: ada apa dengan Whoosh, kok utangnya begitu besar?” tutur Ray.
Lebih mengejutkan lagi, kata dia, KPK ternyata sudah mulai melakukan penyelidikan terhadap proyek Whoosh sejak Januari 2025, jauh sebelum pernyataan Purbaya viral.
Menurut Ray, langkah KPK membuka penyelidikan proyek Whoosh menunjukkan bahwa lembaga antirasuah mulai mengaudit proyek-proyek besar warisan Jokowi.
“Dalam konteks itu, KPK seolah sudah punya kajian sendiri. Ini menarik, karena yang diperiksa bukan proyek kecil, tapi dua ikon besar sekaligus,” katanya.
Ray menilai, selain Whoosh, proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) juga mulai disorot publik. Kritik terhadap pendanaan dan progresnya semakin ramai setelah muncul indikasi peninjauan ulang oleh pemerintah baru.
“Kalau Whoosh dikaitkan dengan dugaan korupsi, dan IKN dipertanyakan efektivitas serta biayanya, itu artinya dua ikon Jokowi sedang diguncang,” jelas Ray.
Menariknya, Ray menilai Prabowo tidak secara langsung ‘menghajar’ warisan Jokowi, namun seolah membiarkan masyarakat menilai sendiri.
“Bukan diperintahkan untuk diserang, tapi dibiarkan publik menguliti,” ujarnya.
Menurut Ray, strategi ini membuat isu-isu lama di masa Jokowi kembali muncul ke permukaan tanpa harus menjadi konflik politik terbuka antara dua tokoh besar tersebut.
Jika ditarik lebih jauh, sorotan terhadap Whoosh dan IKN menjadi ujian terhadap legacy Jokowi sebagai presiden dua periode.
Kedua proyek itu dulunya dipromosikan sebagai simbol kemajuan dan modernisasi Indonesia, tetapi kini justru diuji dari sisi transparansi, efisiensi, dan akuntabilitasnya.
Bagi publik, isu ini menjadi pembelajaran penting tentang bagaimana proyek ambisius pemerintah seharusnya dikelola—tidak hanya megah secara fisik, tetapi juga kokoh dari segi manajemen dan etika anggaran.
Sementara bagi pemerintahan Prabowo, langkah membuka kembali evaluasi proyek era sebelumnya bisa dilihat sebagai upaya memperkuat tata kelola dan kepercayaan publik.
Namun, di sisi lain, langkah ini juga bisa menjadi pisau bermata dua, jika tidak hati-hati, bisa dianggap sebagai bentuk penegasan jarak politik dari Jokowi.
Di tengah perubahan arah pemerintahan, proyek Whoosh dan IKN kini menjadi simbol transisi: antara ambisi besar masa lalu dan tantangan realistis masa kini.
Apakah keduanya akan bertahan sebagai kebanggaan nasional atau menjadi beban politik di masa depan, masih bergantung pada transparansi dan keberanian membuka data di baliknya.
Publik kini menanti, bukan hanya siapa yang bersalah, tetapi apakah pemerintahan baru mampu memperbaiki warisan lama tanpa menimbulkan luka politik baru.
Sumber: HukamaNews