DEMOCRAZY.ID – Calon praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) bernama Maulana Izzat Nurhadi asal Maluku Utara, meninggal dunia di Kampus IPDN Jatinangor, Kabupaten Sumedang pada Kamis (9/10) malam.
Saat kejadian, Maulana tengah mengikuti apel Pendidikan Dasar Mental dan Disiplin Calon Praja Pratama (Diksarmendispra) yang berlangsung dari 30 September hingga 14 Oktober 2025.
Adapun Diksarmendispra digelar untuk membentuk karakter dan disiplin calon praja IPDN melalui pelatihan fisik, mental, wawasan kebangsaan, dan bela negara, sebagai langkah awal untuk menempuh pendidikan di IPDN.
Meninggalnya Maulana sempat ramai di media sosial, lantas seperti apa fakta-faktanya? Berikut rangkumannya:
Wakil Rektor II Bidang Admistrasi IPDN, Arief M Edie mengungkapkan Maulana meninggal dunia diduga karena jatuh pingsan usai mengikuti apel pada malam hari.
“Iya betul, meninggal dunia. Jatuh pingsan kemarin malam saat apel malam,” kata Arief dilansir Antara, Jumat (10/10).
Wakil Rektor II Bidang Administrasi, Arief M. Edie, mengatakan Maulana meninggal karena henti jantung.
“Penyebabnya hanya lemas, dan dari dokter mengatakan henti detak jantung,” kata Arief saat jumpa pers di kampus IPDN Jatinangor, Jumat (10/10).
Arief mengatakan Maulana sempat mengeluhkan lemas usai mengikuti apel Pendidikan Dasar Mental dan Disiplin Calon Praja Pratama (Diksarmendispra) yang digelar pukul 22.00 WIB.
“Selesai apel malam, almarhum mengeluh lemas. Kemudian kita cek di sana kenapa, dikasih minum dan lain-lain gitu kan, kemudian dibawalah ke KSA (Kamar Sakit Asrama),” ucapnya.
Di KSA IPDN itu, Maulana dicek tensi dan lainnya hasilnya semua normal.
“Dari KSA, setelah malam itu di cek kenapa. Tensi, segala macam, rutin, biasa,” ucapnya.
Setelah itu Maulana dirujuk ke RS Unpad pukul 23.00 WIB dan di sana Maulana mengembuskan nafas terakhirnya karena henti jantung. Arief memastikan Maulana tidak memiliki riwayat penyakit jantung.
“Tidak ada (riwayat jantung), karena dia sudah seleksi kan, sudah seleksi daerah, sehat semuanya. Tidak ada, lelah juga enggak juga. Waktu meninggal saturasi masih 70. Detak jantung itu 70, tetapi kemudian dinyatakan meninggal dunia,” katanya.
Usai dinyatakan meninggal, jenazah almarhum kemudian dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung untuk pemulasaraan dan diantarkan ke kampung halaman di Maluku Utara.
“Kami turut berduka cita dan semoga almarhum husnulkhatimah,” ucap Arief.
Wakil Rektor II Bidang Administrasi, Arief M. Edie menegaskan tidak ada kekerasan dalam insiden meninggalnya Maulana.
“Ini isu di medsos nih yang kadang-kadang kalang kabut ya, di IPDN sudah zero kekerasan. Untuk calon praja belum berhubungan dengan senior, masih ditangani oleh tim Diksarmendispra dan tidak melibatkan jajaran IPDN,” katanya.
Di tubuh Maulana, kata Arief, tidak ditemukan luka-luka.
“Tidak ada unsur kekerasan sedikit pun. Di dalam tubuh korban juga tidak ada, dibuktikan tidak ada, luka-luka juga tidak ada. Semuanya murni karena beliau almarhum, apa namanya, tendi jantung,” kata Arief.
Wakil Rektor II Bidang Administrasi, Arief M. Edie, mengeklaim keluarga menolak untuk melakukan autopsi jenazah Maulana.
“Tidak ada masalah, sudah menerima karena memang sudah takdirnya. Dan kita sarankan apa mau diautopsi, mereka bilang tidak usah,” kata Arief saat ditemui di Kampus IPDN Jatinangor, Sumedang, Jabar, Jumat (10/10).
Arief menuturkan, saat ini jenazah Maulana sudah dimakamkan di kampung halamannya di Maluku Utara.
“Sudah dimakamkan tadi pagi di Maluku, langsung oleh keluarga,” ucap Arief.
Diksarmendispra tetap berlanjut meski ada peserta yang meninggal dunia. Sebab tidak ada kekerasan dalam peristiwa tersebut.
“Tetap lanjut tidak ada masalah. Kalau tidak ada kekerasan, lihat saja di dalam semua baik-baik saja,” ujar Arief saat ditemui di kampus IPDN Jatinangor, Jumat (10/10).
Mensesneg Prasetyo Hadi menanggapi peristiwa ini. Ia mengaku belum mendapatkan informasi lengkapnya dan akan melakukan konfirmasi ke Mendagri Tito Karnavian.
Meski begitu menurutnya peristiwa tersebut perlu perhatian serius semua pihak.
“Tapi sebagaimana selama ini kejadian-kejadian seperti itu kan sudah terjadi beberapa kali, dan itu sekali lagi menjadi salah satu pekerjaan rumah kita bersama-sama yang seharusnya di lembaga-lembaga pendidikan kita harus memperbaiki proses. Dan, ya apa namanya, kebiasaan-kebiasaan atau mungkin tradisi-tradisi mendidik yang kurang tepat. Itu harus kita perbaiki, tidak hanya di IPDN,” jelasnya.
Sumber: Kumparan