DEMOCRAZY.ID – Analis dari Lingkar Studi Perjuangan, Gede Sandra mendukung langkah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa membersihkan internal Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal bea Cukai (DJBC) dari praktik mafia yang merugikan negara dalam jumlah super jumbo.
Selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, diduga, marak praktik miss invoicing yang nilainya diperkirakan mencapai Rp1.000 triliun per tahun.
Alhasil, negara kehilangan potensi penerimaan yang angkanya pastilah gede.
“Angka itu terjadi 2013-2024, atau dua periode pemerintahan Jokowi. Terjadi miss invoicing atau penyelewengan angka transaksi sebesar Rp1.000 triliun per tahun. Pantas saja, pada Desember 2016, Jokowi mengaku punya data simpanan duit orang Indonesia di luar negeri sebesar Rp11.000 triliun,” kata Gede di Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Gede menjelaskan, praktik invoicing terdiri dari dua jenis yakni under invoicing dan over invoicing.
Kalau under itu, angka transaksinya dikecilin. Kalau over berarti digedein.
Tujuannya sama, untuk menghindari pajak, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), bea keluar dan lain-lain.
“Modus under invoice itu adalah mengakali laporan transaksi seolah-olah kecil. Sehingga tidak kena pajak. Atau pajaknya rendah. Demikian pula sebaliknya,” ungkapnya.
Jika kebocoran sektor pajak dan bea cukai dari miss invoicing itu, bisa dicegah, tentunya sangat menguntungkan keuangan negara yang saat ini, benar-benar terbatas.
Misalnya bisa diselamatkan 20 persen, angkanya sekitar Rp200 triliun, sangat berguna untuk membiayai sejumlah program prioritas di pemerintahan Prabowo.
“Para menteri tak galau lagi soal pemangkasan anggaran, kepala daerah enggak mumet mikirin TKD berkurang. Program MBG, Kopdes dan Sekolah Rakyat berjalan lancar. Enggak perlu ribut soal anggaran, karena kas negara terisi penuh,” kata Gede.
Untuk itu, lanjut ekonom yang mengidolakan Rizal Ramli ini, sudah tepat jika Menkeu Purbaya melakukan bersih-bersih di lingkungan DJP dan DJBC. Perlu darah segar di kedua lembaga itu.
“Makanya kita mendukung seribu persen langkah bersih-bersih dari Menkeu Purbaya. Meski itu tak mudah karena akan banyak dinamikanya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menkeu Purbaya menyebut rencana bersih-bersih di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Seluruh pegawai yang terbukti melanggar aturan yang berdampak kepada kerugian negara, bakal disikat.
“Kalau riil sektor dijaga, barang-barang selundupan saya tutup, yang suka main selundupan saya tangkap. Sebentar lagi ada penangkapan besar-besaran. Saya tidak peduli di belakangnya siapa. Di belakang saya, Presiden. Presiden itu paling tinggi, kan, di sini,” ujar Purbaya di Jakarta, dikutip Sabtu (16/10/2025).
Penghentian barang-barang selundupan di sejumlah industri tersebut akan meningkatkan ratio pajak dan pertumbuhan industri di dalam negeri.
“Banyak barang selundupan ke sini, yang katanya, orang bea cukainya tidak benar kerjanya,” tutur dia.
Menkeu Purbaya mengaku pernah memanggil pegawai Ditjen Bea Cukai dan menerima informasi bahwa ada oknum yang ikut melindungi keluar-masuknya barang-barang selundupan.
“Dirjen Bea Cukai saya kan (Jenderal) bintang tiga, kalau bintang empat (backing), kita lapor ke Presiden,” jelas dia.
Asal tahu saja, target setoran pajak pada tahun ini, dipatok mencapai Rp2.189,3 triliun.
Namun, realisasi pajak hingga awal Oktober 2025, hanya 62,4 persen dari target.
Bisa jadi banyak kebocoran di sektor ini sehingga perlu penanganan yang serius.
Demikian pula target penerimaan bea cukai pada 2025, ditetapkan sebesar Rp301,59 triliun.
Hingga akhir September 2025, realisasinya sebesar 73,4 persen dari target.
Memberantas maraknya peredaran rokok ilegal dan barang selundupan, menjadi pekerjaan utama sang menteri.
Sumber: Inilah