DEMOCRAZY.ID – Di balik ketenangan wajahnya yang kerap muncul di forum-forum dunia, Greta Thunberg menyimpan kisah yang menggetarkan nurani.
Aktivis lingkungan asal Swedia itu menuturkan bagaimana lima hari dalam tahanan militer Israel menjadi bab tergelap dalam hidupnya — penuh kekerasan, penghinaan, dan penyiksaan psikologis di bawah matahari yang membakar.
Peristiwa itu bermula saat Greta dan ratusan aktivis dari 50 negara berlayar dalam misi kemanusiaan Global Sumud Flotilla (GSF) di perairan internasional.
Mereka membawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza pasca gencatan senjata. Namun, armada tersebut dicegat pasukan Israel.
Tanpa kompromi, para aktivis digiring ke tahanan. Bagi Greta, perjalanan kemanusiaan itu berubah menjadi penawanan yang mencabik rasa kemanusiaan.
“Lima hari itu seperti neraka. Kami dipukuli, ditendang, diancam akan digas dalam sel, dan dipaksa duduk berjam-jam di bawah matahari tanpa air,” ujarnya kepada Aftonbladet, media Swedia.
Greta bercerita bagaimana dirinya dan aktivis lain dipaksa memegang serta berpose dengan bendera Israel.
Ketika ia menolak, tentara menyeretnya ke area beraspal berpagar besi, memukulinya, menendangnya, lalu berfoto selfie sambil menertawakan tubuh kurus aktivis muda itu.
Dalam bahasa Swedia yang kasar, para tentara menyebutnya “Lilla hora” — “perempuan kecil” — dan “Hora Greta”, seolah merendahkan simbol perlawanan muda dunia.
“Mereka seperti bermain-main dengan kami. Menertawakan penderitaan kami, seakan kami ini bukan manusia,” tuturnya.
Di tengah panas ekstrem, para tahanan dibiarkan haus.
Tentara berjalan mondar-mandir di depan jeruji sambil mengangkat botol air, menolak memberi setetes pun meski para tahanan berteriak memohon.
Ketika air akhirnya diberikan, yang datang hanyalah air keran berwarna cokelat yang membuat banyak tahanan jatuh sakit.
Penyiksaan tidak selalu dengan cambuk atau senjata; kadang, dengan menunda sebotol air, mereka berhasil meretakkan daya tahan batin manusia.
Di dalam sel, Greta menyaksikan dinding penuh lubang peluru, noda darah yang mengering, serta ukiran pesan-pesan dari tahanan Palestina — catatan kecil keputusasaan dan perlawanan.
Ia melihat bagaimana tahanan Palestina, termasuk anak-anak, diperlakukan dengan kekerasan yang sistematis dan sunyi dari sorotan dunia.
Pengalaman itu mengubah arah advokasinya. Setelah gencatan senjata Gaza, misi Global Sumud Flotilla kini berfokus pada pembebasan ribuan tahanan Palestina yang ditahan tanpa pengadilan.
“Ini bukan tentang saya,” ujarnya. “Ada ribuan warga Palestina yang hidup dalam ketakutan, ratusan di antaranya anak-anak. Mereka disiksa dan dilupakan dunia.”
Lima hari di balik jeruji besi Israel mengubah Greta — dari aktivis iklim menjadi saksi hidup kebrutalan yang sering luput dari panggung dunia.
Di matanya, keadilan kini memiliki wajah-wajah baru: anak-anak Palestina yang terpenjara, jeruji besi berkarat, dan langit yang terik tanpa setetes air.
Sumber: Herald