DEMOCRAZY.ID – Kereta cepat Jakarta–Bandung awalnya akan digarap oleh Jepang dengan skema G to G.
Proyek ini dieksekusi pada era Joko Widodo (Jokowi) dan menggandeng China.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan di Jakarta, Selasa, 28 Oktober 2025, menyampaikan skema pembiayaan Jepang Vs China.
“Dua negara produsen kereta cepat, Jepang dan China, terlibat dalam penawaran,” ujarnya.
Jepang dan China ingin menggarap kereta cepat Jakarta Bandung (KCJB) dengan panjang lintasan 142,3 kilometer (km).
Kedua negara tersebut menawarkan skema pembiayaan pinjaman sebesar 75 persen dari nilai proyek, dengan grace period 10 tahun dan jangka waktu cicilan pokok 40 tahun.
Untuk pinjaman proyek, Jepang menawarkan suku bunga pinjaman sebesar 0,1 persen per tahun.
Adapun China menawarkan suku bunga pinjaman sebesar 2 persen per tahun untuk nilai proyek awal dan 3,4 persen untuk pembengkakan biaya (cost overrun).
Jepang menawarkan biaya proyek KCJB sebesar US$6,2 miliar dengan pembiayaan pinjaman 75 persen atau US$4,65 miliar, dan suku bunga pinjaman 0,1 persen per tahun.
Sedangkan China menawarkan US$5,5 miliar yang kemudian naik menjadi US$6,07 miliar, hanya selisih US$130 juta dibandingkan penawaran Jepang.
China juga menawarkan pembiayaan pinjaman 75 persen atau US$4,55 miliar dengan suku bunga 2 persen per tahun atau 20 kali lipat dari suku bunga yang ditawarkan Jepang.
“Di penghujung proyek, pihak kontaktor KCJB klaim ada pembengkakaan biaya (cost overrun),” kata Anthony.
Akhirnya, lanjut dia, ‘disepakati’ mencapai US$1,2 miliar, di mana 75 persen atau US$900 juta juga dibiayai dari pinjaman proyek dengan suku bunga 3,4 persen per tahun.
“[Itu] 34 kali lebih besar dari suku bunga yang ditawarkan Jepang,” katanya.
Anthony menyebut bahwa Indonesia memilih China dengan harga yang lebih mahal dibandingkan yang diajukan Jepang.
Menurut dia, terjadi rekayasa sedemikian rupa dan merugikan keuangan negara dalam jumlah sangat besar sehingga China memenangkan proyek kereta cepat Whoosh.
“Selama grace periode 10 tahun, KCJB hanya membayar komponen bunga pinjaman saja, belum membayar cicilan pokok,” ujarnya.
Menurut Anthony, akibatnya jumlah bunga pinjaman yang dibayar sama besar selama grace period tersebut.
Setelah cicilan pokok pinjaman mulai dibayar, jumlah bunga pinjaman yang dibayar berkurang seiring dengan berkurangnya sisa pinjaman.
“Akhirnya China dimenangkan, meskipun secara total, termasuk biaya bunga, biaya proyek China ini jauh lebih mahal dari Jepang,” katanya.
Total biaya proyek KCJB yang ditawarkan oleh Jepang selama 50 tahun masa konsesi proyek, termasuk bunga pinjaman, hanya US$6,34 miliar (6.337.175.000).
Sedangkan total biaya proyek KCJB yang ditawarkan China mencapai US$10,85 miliar (10.846.705.000) selama 50 tahun masa konsesi.
Angka yang diajukan China itu lebih mahal US$4,51miliar atau 71,2 persen dari penawaran Jepang.
Ia menegaskan, dengan sengaja memenangkan pihak China yang jelas-jelas lebih mahal US$4,51 miliar dari penawaran Jepang, merupakan tindakan merugikan keuangan negara.
“Merugikan keuangan negara secara nyata dan pasti,” ujarnya.
Sumber: Konteks