DEMOCRAZY.ID – Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian mengajak masyarakat yang tinggal di daerah penghasil pangan lokal untuk meninggalkan konsumsi beras putih.
Terlebih, kata Tito di wilayah Indonesia timur atau zona tiga yang harga berasnya kerap tinggi karena masalah distribusi.
Hal ini disampaikan Tito usai Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang dirangkaikan dengan Program Koperasi Desa Merah Putih dan Program Tiga Juta Rumah di Kampus IPDN Jatinangor, Jawa Barat, Senin (27/10).
“Di zona 3, yaitu zona Indonesia bagian timur memang betul harga-harga yang cukup tinggi karena distribusi. Yang sulit di Papua misalnya, dan di pulau-pulau,” kata Tito.
Menurut Tito, beras juga lebih lebih berbahaya dari pangan lainnya karena mengandung banyak gula.
Oleh karena itu, dia mengimbau pemerintah daerah (Pemda) turut ambil peran melakukan peralihan konsumsi beras ke pangan lokal di wilayahnya masing-masing.
“Makanya tolong teman-teman yang di daerah Indonesia Timur, tolonglah, gerakkan tangan lokal yang lebih melimpah. Ada keladi, ada papeda, ada talas, petatas. Itu lebih sehat daripada nasi putih. Nasi putih terlalu banyak gulanya, jadi itu lebih sehat,” ucap Tito.
Ia juga menyayangkan masih adanya anggapan konsumsi pangan lokal merupakan kebiasaan masyarakat kelas bawah.
Padahal, kata dia masyarakat yang tinggal di kota juga mulai mengikuti tren meninggalkan makan beras putih demi kesehatan.
“Cuma yang kadang-kadang dianggap kalau yang makan itu kelas bawah. Enggak juga. Orang kota sekarang banyak yang makan non-beras putih,” tuturnya.
Tito bilang, kebiasaan tidak mengonsumsi beras putih pun saat ini sudah diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dia mengaku, setiap pagi memilih makan keladi hingga talas yang direbus sebagai pengganti nasi.
“Silakan dicek di tempat saya juga, ajudan saya tahu persis kalau ke kantor, keladi yang direbus, dipotong-potong, gantikan nasi putih, karena gulanya lebih rendah. Orang kaya di Jakarta banyak sekarang pindah ke non-beras,” ujar dia.
Sumber: Merdeka