DEMOCRAZY.ID – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan Baktiar Najamudin ikut menyikapi gelombang protes sejumlah kepala daerah atas pemotongan dana transfer ke daerah (TKD) oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Menurutnya, sikap kepala daerah yang menolak pemotongan TKD adalah hal yang wajar.
Menurut Sultan, keberatan itu muncul karena beberapa hal, salah satunya terhambatnya para kepala daerah memenuhi janji politik kepada masyarakat.
“Sangat wajar jika kebijakan efisiensi TKD sedikit banyak mengganggu kinerja para gubernur yang secara politik dapat menggerus tingkat kepercayaan publik,” ujarnya dikutip dari Antara, Sabtu (11/10/2025).
Selain karena janji politik, Sultan menilai kebijakan pemangkasan alokasi TKD pemerintah dalam nota APBN 2026 menimbulkan dampak ganda terhadap agenda otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
“Para gubernur memiliki hak untuk mempertanyakan dasar kebijakan yang dinilai berpotensi mengganggu kinerja,” jelas dia.
Walau di satu sisi Sultan meyakini pemerintah mempunyai alasan kuat memangkas anggaran, dirinya di sisi lain juga tetap mengapresiasi sikap para kepala daerah.
Terkait permasalahan tersebut, Sultan mengusulkan kepada pemerintah untuk mengubah sistem pemilihan.
“Kami mendorong agar ke depan jabatan gubernur tidak perlu lagi dipilih langsung oleh masyarakat melalui pilkada. Pilkada langsung cukup dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota sebagai titik berat otonomi daerah,” usulnya.
Dengan pilkada tidak langsung, lanjut Sultan, gubernur tidak memiliki tanggung jawab politik secara langsung kepada masyarakat.
“Gubernur cukup fokus melakukan pengawasan serta pembinaan terhadap bupati/walikota dan bertanggung jawab merealisasikan program-program yang telah ditetapkan pemerintah pusat,” tutupnya.
Suasana di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, pada Selasa, (7/10/2025), mendadak tegang.
Sebanyak 18 gubernur dari berbagai provinsi mendatangi Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, untuk menyampaikan langsung keresahan mereka terkait pemotongan dana transfer ke daerah (TKD).
Pertemuan antara Purbaya dan para kepala daerah yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) itu berlangsung alot.
Satu per satu gubernur menyampaikan keluhan soal pembangunan yang tersendat, kesulitan menggaji ASN, hingga ancaman stagnasi ekonomi di daerah.
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, bahkan mengungkapkan bahwa anggaran daerahnya terpangkas hingga 25 persen.
Hal senada disampaikan Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, yang menyebut pemotongan TKD telah mengganggu stabilitas keuangan daerah dan bisa berdampak pada kesejahteraan pegawai.
Menkeu Purbaya, yang baru sebulan menjabat, berupaya menenangkan para kepala daerah. Ia mengakui bahwa tuntutan mereka wajar, namun tetap harus mempertimbangkan kondisi fiskal nasional yang tengah ketat.
“Kalau para gubernur minta semua ditanggung saya, ya berat juga. Tapi nanti kita lihat lagi kemampuan APBN,” ujar Purbaya seusai pertemuan.
Ia menegaskan pemerintah membuka ruang negosiasi, terutama jika kondisi ekonomi membaik pada pertengahan 2026.
“Kalau pajak naik, bea cukai lancar, dan ekonomi tumbuh, tentu daerah akan kebagian,” tambahnya.
Dalam pertemuan itu, sejumlah nama kepala daerah ikut hadir, termasuk Gubernur Sumut Bobby Nasution, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, serta gubernur dari Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat.
Mereka menuntut kejelasan arah kebijakan desentralisasi dan keadilan fiskal antara pusat dan daerah.
Mahyeldi secara terbuka meminta agar gaji ASN menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, agar daerah bisa fokus pada pembangunan dan pelayanan publik.
“Kalau gaji pegawai bisa diambil alih pusat, daerah bisa lebih leluasa membangun,” ujarnya.
Dalam RAPBN 2026, dana transfer ke daerah awalnya direncanakan sebesar Rp650 triliun sehingga hal ini turun hampir 30 persen dari tahun sebelumnya.
Setelah menuai gelombang protes, Purbaya menambah alokasi menjadi Rp693 triliun, namun tambahan itu dianggap masih jauh dari cukup untuk menutup defisit dan beban keuangan di daerah.
Tekanan juga datang dari kebijakan pengangkatan PPPK oleh Kementerian PANRB, yang seluruh pembiayaannya dibebankan ke daerah.
Hal ini membuat para gubernur semakin mendesak agar pemerintah pusat meninjau ulang kebijakan fiskal tersebut.
Kini, semua mata tertuju pada langkah Menkeu Purbaya.
Para kepala daerah menanti arah baru kebijakan fiskal yang lebih berpihak pada daerah, sementara pemerintah pusat terus berhitung di tengah tekanan ekonomi nasional.
Sumber: Suara