DEMOCRAZY.ID – Analis politik Ubedillah Badrun menyebut Presiden Prabowo Subianto belum sepenuhnya bebas dari bayang-bayang kekuasaan lama.
Dalam pandangannya, ada empat nama menteri yang menjadi “penanda masa lalu” dan harus segera dicopot jika Prabowo ingin benar-benar mandiri sebagai kepala negara.
“Kalau Prabowo berani me-reshuffle Bahlil Lahadalia, Zulkifli Hasan, Airlangga Hartarto, dan Luhut Binsar Pandjaitan—itu baru tanda mata rantai kekuasaan lama benar-benar putus,” ujar Ubedillah dalam program To The Point, Minggu, 20 Oktober 2025.
Menurutnya, Prabowo membawa “cacat bawaan” dari pemerintahan sebelumnya—mulai dari kerusakan demokrasi, indeks korupsi yang merosot, hingga relasi kekuasaan yang masih diwarnai figur-figur loyalis Jokowi.
“Kalau Prabowo tidak mampu menghapus cacat itu, pemerintahannya bisa terperosok pada stagnasi politik dan ekonomi,” katanya.
Ubedillah menegaskan, keberanian politik Prabowo untuk memutus pengaruh lama tidak bisa hanya ditunjukkan lewat pidato, tapi lewat tindakan nyata di tubuh kabinet dan lembaga penegak hukum.
“Seberapa kuat Prabowo mereformasi kepolisian—itulah pintu utama untuk memutus mata rantai kekuasaan lama,” tegasnya.
Ia juga menyinggung reformasi KPK yang hingga kini belum menunjukkan tanda perubahan.
“Kasus korupsi berjalan lambat, banyak pejabat dari era sebelumnya masih bercokol di KPK. Kalau Prabowo serius mau bersih-bersih, dimulai dari sana,” ujarnya.
Namun Ubedillah mengingatkan, langkah radikal semacam itu punya risiko politik besar.
“Begitu Prabowo berani menyentuh korupsi dan oligarki lama, maka yang paling terdampak adalah kekuasaan masa lalu. Pertanyaannya: apakah rezim lama akan diam?”
Ia menyebut posisi Prabowo kini ibarat buah simalakama: ingin membenahi, tapi dibatasi beban masa lalu; ingin menjaga stabilitas, tapi dibayang-bayangi oleh kekuatan yang dulu ikut mengantarkannya ke puncak kekuasaan.
“Kalau Prabowo gagal mengambil keputusan dalam tiga tahun pertama—masa golden moment-nya—maka sejarah bisa mencatatnya bukan sebagai presiden perubahan, tapi sekadar pewaris sistem lama,” tutup Ubedillah.
Sumber: Herald