DMOCRAZY.ID – Di tengah geliat pariwisata dan mobilitas ekonomi yang semakin terbuka, Indonesia menghadapi sisi gelap yang tak kalah mencolok: meningkatnya angka kejahatan di sejumlah wilayah.
Dari 38 provinsi dengan 514 kabupaten/kota, sepuluh di antaranya mencatat tingkat kriminalitas yang mencemaskan—membentuk bayangan panjang atas narasi “Indonesia aman dan ramah wisatawan.”
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sepanjang 2023, kejahatan di Indonesia meningkat tajam di berbagai lini.
Ironisnya, lonjakan ini terjadi di tahun-tahun saat kedatangan wisatawan asing juga mencapai rekor—1,5 juta turis pada Agustus 2025 saja.
Di antara kota-kota sibuk dan jalanan penuh cahaya, statistik kejahatan justru menampilkan wajah muram kehidupan urban Indonesia.
Wilayah hukum Polda Metro Jaya—yang meliputi DKI Jakarta dan daerah penyangganya seperti Depok, Bekasi, dan Tangerang—menduduki posisi teratas sebagai wilayah paling tidak aman di Indonesia. Tahun 2023 mencatat 87.426 kasus kejahatan, melonjak drastis dari 32.534 kasus pada 2022.
Kasus terbanyak berkaitan dengan pencurian dan penipuan, masing-masing menembus 22 ribu lebih laporan. Meski demikian, risiko individu menjadi korban justru menempati posisi kelima nasional, di bawah Sulawesi Utara dan Papua Barat.
Jawa Timur menempati urutan kedua dengan 66.741 kasus kejahatan. Dari angka tersebut, 334 di antaranya adalah kasus pembunuhan dan kelalaian yang mengakibatkan kematian—tertinggi di Indonesia. Provinsi yang menjadi salah satu motor ekonomi nasional ini menyimpan dinamika sosial yang kompleks di balik geliat industrinya.
Dengan 62.278 kasus kejahatan, Sumatra Utara menunjukkan tren mengkhawatirkan. Tercatat 10.381 kasus kekerasan fisik dan 752 kasus kesusilaan—tertinggi di Indonesia. Provinsi yang dipimpin Bobby Nasution ini juga mencatatkan 1.094 kasus kejahatan lingkungan, menandai problem sosial dan ekologis yang berjalan beriringan.
Provinsi dengan penduduk terbesar di Indonesia ini melaporkan 45.694 kasus kejahatan, hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Jawa Barat juga menempati posisi tertinggi untuk kejahatan terhadap ketertiban umum—455 kasus yang mencakup kerusuhan dan penyebaran berita palsu.
Sebanyak 42.304 kasus kejahatan tercatat di Jawa Tengah sepanjang 2023, termasuk hampir dua ribu kasus narkotika. Angka ini menunjukkan penyebaran narkoba yang kian mengakar hingga ke daerah konservatif.
Sulawesi Selatan mencatat 41.196 kasus kejahatan. Makassar sebagai episentrum provinsi kerap menjadi sorotan karena konflik antarkelompok dan tindak kekerasan jalanan yang kerap berulang. Provinsi ini juga berada di posisi keenam untuk kasus narkotika dengan 1.593 kejadian.
Dengan 21.335 kasus, Sumsel menjadi wilayah dengan kekerasan fisik tertinggi kedua setelah Sumut. Penganiayaan, KDRT, hingga perdagangan manusia menjadi catatan hitam provinsi yang dikenal sebagai lumbung energi nasional.
Letaknya strategis di ujung selatan Sumatra, namun Lampung menyimpan 16.608 kasus kriminalitas sepanjang 2023. Naik signifikan dibanding tahun sebelumnya, daerah ini dikenal rawan pencurian kendaraan dan perampokan jalan lintas.
Riau mencatat 15.777 kasus kejahatan, naik 3.388 dari tahun sebelumnya. Provinsi kaya minyak dan sawit ini menghadapi dilema klasik: ekonomi tumbuh, tapi kejahatan pun ikut menggeliat.
Meski “hanya” 14.265 kasus, Sulawesi Utara menempati posisi pertama dalam tingkat risiko penduduk menjadi korban kejahatan—589 per seratus ribu jiwa. Angka ini mengindikasikan kerentanan sosial yang tinggi di wilayah-wilayah dengan populasi padat namun infrastruktur pengamanan terbatas.
Berdasarkan berbagai sumber, lima kota berikut dianggap paling berbahaya, bukan hanya karena tingkat kriminalitas, tetapi juga ancaman bencana dan sosial:
Sementara itu, kota-kota seperti Palembang, Bandung, Tangerang Selatan, Bekasi, dan Surabaya masuk daftar “kota paling keras” versi BPS—dilihat dari frekuensi kejahatan dan ketegangan sosial yang sering mencuat ke permukaan.
Sumber: Herald