Said Didu Sebut Ada Tujuh ‘Biang Kerok’ Pembuat Masalah Pada Kereta Api Cepat Whoosh, Ini Orang-Orangnya!

DEMOCRAZY.ID – Aktivis sosial sekaligus mantan sekretaris kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, menyebut ada tujuh pihak yang menjadi biang kerok masalah dalam kereta api cepat Jakarta-Bandung.

Mereka itu terdiri dari enam orang dan satu pihak yakni para anggota DPR yang menyetujuinya.

“Biang kerok masalah kereta api cepat itu adalah Joko Widodo, Rini Suwandi, Luhut Binsar Panjaitan, Erick Thohir, Sri Mulyani, Budi Karya Sumadi dan DPR. Merekalah orang yang membuat proyek kereta api cepat menjadi beban seluruh rakyat Indonesia,’’ kata Said Didu, seperti dikutip melalui podcast dan unggahan media sosialnya, Senin 13 Oktober, 2025.

Menurut Said, bila ditelusuri sejarah atau studi kelayakan kereta api cepat Jakarta-Bandung yang kini disebut kereta ‘Whoosh’ itu sebenarnya sudah dilakukan sebelum masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Hasil kajian itu pun sudah menyatakan bahwa proyek itu tidak layak dan tidak laik.

“Kajian proyek kereta api cepat ini dahulu dilakukan pihak Jepang. Hasilnya tidak layak dan tidak laik karena jaraknya terlalu dekat dan karena juga telah banyak alternatif transportasi yang lain. Soal jarak misalnya kereta api cepat itu jalur jaraknya minimal mencapai 400 Km. Sedangkan jarak Jakarta-Bandung hanya 120 Km,’’ katanya.

Namun ketika datang masa pemerintahan Jokowi, datanglah lobi dari pemerintah China untuk mengerjakan proyek itu.

“Jokowi kemudian dibujuk oleh China dengan mengatakan proyek kereta api cepat itu layak. Mereka kemudian merevisi proposal dan studi kelayakan yang sebelumnya dilakukan oleh Jepang.”

“Tak hanya itu China juga menyatakan bila proyek tersebut tidak perlu subsidi dari APBN. Nantinya sahamnya akan dimiliki oleh BUMN dan tak ada jaminan dari pemerintah,’’ tegas Said Didu.

Tapi kemudian janji dari pihak China tersebut tidak terwujud. Bahkan kemudian terancam terbengkalai.

Ini karena terjadi berbagai perkembangan baru sehingga proyek itu sulit diwujudkan.

Ini misalnya adanya soal penyediaan lahan hingga pembengkakan biaya.

Akhirnya, pendanaan proyek membengkak sangat besar dari proposal awal, yakni mencapai Rp 25-30 triliun.

Meski begitu Presiden Jokowi memutuskan proyek tetap berjalan dengan cara melibatkan modal beberapa BUMN seperti PT KAI, PTPN VIII, hingga BUMN konstruksi.

“Alhasil meski terjadi banyak revisi dan diputuskan negara ikut menjamin proyek itu, maka proyek tetap berjalan.”

“Saat itu banyak pihak yang sebenarnya menentangnya. Ini seperti menteri perhubungan Ignatius Jonan dan Rizal Ramli yang kala itu menjadi menko maritim dan investasi. Pengamat ekonomi Faisal Basri kala itu bersuara keras menentangnya dengan mengatakan proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung tak akan balik modal sampai hari kiamat tiba. Meski begitu proyek tetap berjalan,’’ tegas Said.

Maka, lanjutnya, bila saat ini kereta api cepat Jakarta-Bandung maka para pihak itulah yang harus bertanggungjawab.

Ini misalnya Rini Suwandi harus bertanggungjawab karena dialah yang mengundang sejumlah BUMN terlibat dalam proyek itu.

Sri Mulyani yang kala itu ikut atas perintah Jokowi ikut berperan menyetujui proyek itu dibiayai negara. Luhut Binsar Pandjaitan yang memasang badan atas diteruskannya proyek kereta api cepat tersebut.

“Juga para pihak lain, seperti Erick Tohir, Budi Karya, dan para anggota DPR yang ikut terlibat mengesahkan proyek itu dijamin oleh negara. Mereka harus bertanggungjawab. Sebab, sangat tidak adil seluruh rakyat terbebani proyek ini. Bayangkan orang Papua, Maluku, Sulawesi, Aceh yang tidak pernah naik kereta api cepat itu ikut membayarnya,’’ tandas Said Didu.

Sumber: KBANews

Artikel terkait lainnya