Rizal Fadillah Minta Audit Aset Jokowi di Solo: Ada Dugaan Indikasi Penyimpangan Kewenangan!

DEMOCRAZY.ID – Pemerhati politik dan kebangsaan, M Rizal Fadillah, kembali berbicara mengenai Presiden ke-7 RI, Jokowi).

Dikatakan Rizal, ada sejumlah kebijakan publik dan tata kelola aset negara yang perlu dikaji ulang secara hukum dan etika pemerintahan.

Ia menekankan bahwa apa yang ia sampaikan ini merupakan bentuk analisisnya atas dinamika politik dan pemerintahan yang dijalankan Jokowi sejak masih menjabat sebagai Wali Kota Solo hingga Presiden.

“Salah satu klaster dosa politik dan hukum Jokowi selama menjadi pejabat publik adalah korupsi,” ujar Rizal, Minggu (2/11/2025).

“Korupsi kekuasaan sudahlah pasti, akan tetapi korupsi kekayaan juga didapat dari banyak tempat dan kesempatan,” tambahnya.

Rizal menyinggung sejumlah kebijakan di Solo yang menurutnya menunjukkan adanya praktik penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan aset daerah.

“Salah satunya di Solo saat menjadi Wali Kota dan sekembalinya ke Solo setelah selesai menjabat sebagai Presiden. Awal korupsi di Solo berakhir di Solo juga,” katanya.

Ia juga menyinggung soal pelepasan aset Pemkot dan pemanfaatan fasilitas negara pasca jabatan yang menurutnya berpotensi menimbulkan persoalan hukum.

“Yang kita angkat adalah pelepasan aset Pemkot Hotel Maliyawan Tawangmangu tanpa persetujuan DPRD 2011-2012,” sebutnya.

Selain itu, kata Rizal, penikmatan rumah hadiah negara di Colomadu setelah Joko Widodo pensiun 2024-2025.

Rizal menuturkan pandangannya bahwa dua hal itu diindikasikan sebagai bentuk dugaan penyalahgunaan kewenangan.

Meski tidak disertai bukti hukum yang telah diputuskan secara sah, ia menekankan pentingnya transparansi dan audit terhadap kebijakan tersebut.

“Kedua kasus ini diindikasi terjadi penyelewengan kewenangan yang mengakibatkan kerugian negara, melawan hukum dan menguntungkan diri, orang lain, atau korporasi,” tegasnya.

Lebih lanjut, Rizal juga mengaitkan sejumlah aturan terkait hadiah negara bagi mantan presiden yang menurutnya berpotensi membuka celah penyimpangan.

“Hadiah negara bagi mantan Presiden memang diatur UU No. 7 tahun 1978. Akan tetapi adanya Permenkeu No. 120/PMK-6/2022 membuka peluang korupsi,” imbuhnya.

Ia lalu membeberkan empat hal yang menurutnya menjadi indikasi masalah dalam kebijakan tersebut, mulai dari luas tanah yang meningkat hingga proses pengadaan yang disebut tidak sesuai peraturan.

“Serakah sekali Jokowi hingga tanah negara 12.000 meter dimakannya. Ia lupa bahwa sebenarnya kebutuhan Jokowi hanya dua meter saja, kuburan kematian,” kuncinya.

Sumber: Fajar

Artikel terkait lainnya