Nah Lho! KPPU Soroti Kebijakan Bahlil Lahadalia soal Impor BBM Non-Subsidi, Dinilai Rugikan Swasta dan Perkuat Dominasi Pertamina

DEMOCRAZY.ID – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya indikasi pelanggaran dalam kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia terkait pembatasan impor bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi.

Kebijakan tersebut dinilai memicu kelangkaan BBM non-subsidi di SPBU asing serta memperkuat dominasi pasar PT Pertamina Patra Niaga di sektor hilir migas.

Dalam analisisnya, KPPU menyoroti Surat Edaran Nomor T-19/MG.05/WM.M/2025 tertanggal 17 Juli 2025, yang membatasi kenaikan impor BBM non-subsidi maksimal 10% dari volume penjualan tahun 2024.

Aturan itu dinilai telah mengganggu operasional badan usaha (BU) swasta yang selama ini bergantung penuh pada impor.

“Kebijakan ini mempengaruhi keberlangsungan usaha BU swasta yang tergantung pada impor, mengurangi pilihan konsumen atas produk BBM non-subsidi, dan memperkuat posisi dominan Pertamina,” tulis KPPU dalam keterangan resminya, Kamis (18/9/2025).

Dominasi Pasar Pertamina Makin Kuat

Akibat pembatasan impor tersebut, volume impor tambahan BU swasta hanya berkisar 7.000 hingga 44.000 kiloliter, sementara Pertamina Patra Niaga mendapat tambahan hingga 613.000 kiloliter.

Dengan kebijakan ini, pangsa pasar Pertamina di segmen BBM non-subsidi melonjak hingga 92,5%, sedangkan perusahaan swasta hanya menguasai 1-3%.

“Kondisi ini menunjukkan struktur pasar yang sangat terkonsentrasi dan tidak sehat,” tegas KPPU.

Potensi Pelanggaran Prinsip Persaingan Usaha

KPPU juga menyebut kebijakan tersebut melanggar Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha (DPKPU) yang diatur dalam Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2023, khususnya terkait indikator pembatasan pasokan dan penunjukan pemasok tertentu.

Instruksi agar badan usaha swasta membeli BBM dari Pertamina saat stok impor menipis juga dinilai berpotensi menimbulkan diskriminasi harga, pembatasan pasar, dan monopoli terselubung.

Lebih jauh, KPPU memperingatkan bahwa pembatasan ini bisa menimbulkan inefisiensi dan sinyal negatif bagi investor baru di sektor hilir migas, karena BU swasta kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan infrastruktur dan jaringan distribusinya sendiri.

“Kebijakan ini tidak hanya menurunkan daya saing industri, tapi juga berpotensi menghambat masuknya investasi baru di sektor energi nasional,” jelas KPPU.

KPPU Desak Evaluasi Kebijakan Impor BBM

ebagai langkah korektif, KPPU merekomendasikan agar Kementerian ESDM melakukan evaluasi berkala terhadap kebijakan pembatasan impor BBM non-subsidi.

Tujuannya agar iklim persaingan usaha di sektor energi tetap sehat, efisien, dan berkeadilan, serta mencegah terjadinya dominasi oleh satu pelaku usaha.

“Evaluasi kebijakan impor BBM sangat penting agar keseimbangan pasar dan kepentingan konsumen tetap terjaga,” tutup KPPU dalam rilis resminya.

Sumber: PorosJakarta

Artikel terkait lainnya