DEMOCRAZY.ID – Dunia aktivisme dan hukum Indonesia berduka. Salah satu pejuang hak asasi manusia (HAM) paling gigih, Johnson Panjaitan, telah menghembuskan napas terakhirnya pada Minggu (26/10/2025) pagi.
Pendiri Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) ini wafat setelah berjuang melawan sakit kritis selama beberapa hari.
Kabar duka ini dikonfirmasi secara resmi oleh PBHI melalui akun media sosial mereka, mengumumkan kepergian sosok yang akrab disapa Bang Johnson tersebut.
“Telah berpulang ke Pangkuan Bapa di Surga, Johnson Sotarduga Panjaitan, yang kami kenal dengan panggilan bang Johnson pada 26 Oktober 2025, pukul 07.30 WIB,” tulis akun lembaga tersebut, Minggu (26/10/2025).
Penyebab wafatnya sang advokat pemberani diungkap oleh sahabat seperjuangannya, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid.
Menurut Usman, Johnson mengalami kondisi kritis akibat pendarahan pada saraf otak.
“Rest In Peace. Pernah memimpin @pbhi_nasional Johnson Panjaitan dikabarkan mengalami pendarahan pada saraf otak dan kritis selama 4-5 hari terakhir hingga dini hari tadi,” tulis Usman melalui akun Instagram pribadinya, Minggu.
Bagi Usman Hamid, Johnson Panjaitan bukan sekadar rekan, melainkan simbol keberanian dan kegigihan dalam membela mereka yang tertindas.
Ia mengenang bagaimana Johnson tak pernah gentar menghadapi teror yang mengancam nyawanya demi menegakkan keadilan.
“Semasa memimpin PBHI, kantornya pernah digeruduk dan mobilnya ditembak,” kenang Usman.
Ancaman fisik tersebut nyatanya tak pernah mampu memadamkan api perjuangan dalam diri Johnson.
Ia tetap berdiri di garda terdepan, melawan segala bentuk ketidakadilan yang ditemuinya.
“Tapi semua teror itu tidak pernah menciutkan nyalinya dalam melawan ketidakadilan. Dia mencintai keadilan. Adil kepada korban, adil kepada kawan,” jelasnya.
Lahir di Jakarta pada 11 Juni 1966, Johnson Sotarduga Panjaitan tumbuh besar sebagai anak kampung di kawasan Cawang, Jakarta Timur.
Ia memiliki panggilan akrab “Sotar”, yang dalam bahasa Batak memiliki arti “tak terduga”, sebuah nama yang seolah merefleksikan jalan hidupnya yang penuh gebrakan.
Siapa sangka, advokat yang dikenal vokal ini pernah berurusan dengan polisi saat remaja.
Ia sempat ditahan di Polsek Cililitan karena terlibat perkelahian dengan temannya, sebuah pengalaman yang mungkin turut membentuk karakternya yang keras dan tak kenal kompromi.
Jalan hidupnya di dunia hukum dimulai saat ia menempuh pendidikan di Universitas Kristen Indonesia (UKI).
Ia benar-benar terjun dan mendedikasikan hidupnya sebagai seorang advokat sejak tahun 1988.
Puncak perjuangannya terlembagakan pada November 1996, ketika ia bersama 54 tokoh lainnya, termasuk nama-nama besar seperti Rocky Gerung, Hendardi, dan Mulyana W. Kusumah, mendirikan PBHI di Jakarta.
Melalui PBHI, nama Johnson Panjaitan melambung sebagai pembela kaum tertindas.
Ia tak ragu menangani kasus-kasus besar yang penuh risiko politik, seperti mendampingi perjuangan kemerdekaan Timor Timur, menjadi pembela hukum Xanana Gusmao, hingga terlibat dalam advokasi kasus kerusuhan 27 Juli 1996.
Sumber: Suara