DEMOCRAZY.ID – Nama analis kebijakan publik, Agus Pambagio, melesat menjadi sorotan setelah lantang mengkritik proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.
Ia tak segan menyebut proyek warisan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini tidak layak secara finansial sejak awal dan berpotensi menjadi beban negara.
Kritik pedas Agus Pambagio bukan tanpa alasan.
Ia secara terbuka mengungkap bahwa inisiatif proyek ambisius tersebut datang langsung dari Presiden Joko Widodo.
Menurutnya, proyek ini hanya akan menjadi beban jangka panjang bagi keuangan negara, sebuah prediksi yang kini semakin relevan di tengah kabar tumpukan utang yang menjerat pengelola.
Lantas, siapa sebenarnya Agus Pambagio dan apa yang membuatnya begitu yakin dengan analisisnya?
Lahir di Semarang pada 19 Agustus 1959, Agus Pambagio memiliki rekam jejak pendidikan dan karier yang mentereng, yang menjadi fondasi kuat di balik setiap analisis tajamnya.
Ia adalah seorang teknokrat dengan pemahaman mendalam di bidang teknik dan manajemen.
Pendidikan sarjananya ditempuh di Institut Teknologi Tekstil Bandung, di mana ia meraih gelar di bidang Teknologi Kimia Tekstil pada tahun 1984.
Tak berhenti di situ, Agus melanjutkan studinya ke Amerika Serikat dan berhasil menggondol gelar magister dari The George Washington University pada tahun 1990.
Di Negeri Paman Sam, ia mendalami bidang Engineering Management di School of Engineering & Applied Science.
Kombinasi langka antara latar belakang teknik dan manajerial inilah yang memberinya kemampuan untuk membedah persoalan infrastruktur dari berbagai sisi, mulai dari kelayakan teknis hingga dampak ekonomi-politiknya.
Kredibilitasnya tidak hanya terbangun dari bangku kuliah.
Pengalamannya malang melintang di berbagai posisi strategis nasional membuktikan bahwa pandangannya bukan sekadar opini di media.
Agus Pambagio pernah menjabat sebagai Dewan Komisaris PT Pelindo III, menjadi anggota Dewan Pengawas Penanganan Tailing PT Freeport Indonesia, serta tergabung dalam Tim Pakar Administrasi Kependudukan di bawah Kementerian Dalam Negeri.
Saat ini, ia juga memegang peran penting sebagai anggota Komite Nominasi & Remunerasi di PT Pelabuhan Indonesia (Persero).
Deretan jabatan tersebut menunjukkan bahwa Agus Pambagio adalah seorang praktisi yang terlibat langsung dalam pengambilan keputusan strategis, menjadikan kritiknya terhadap proyek Whoosh memiliki bobot dan dasar yang kuat.
Polemik mega utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) yang mencapai Rp116 triliun memasuki babak baru yang genting.
Analis Kebijakan Publik, Agus Pambagio, membongkar fakta mengejutkan di balik proyek ambisius ini, menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat itu ngotot melanjutkan proyek meski sudah diperingatkan akan risikonya.
Pernyataan ini mencuat setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan menolak membayar utang Whoosh menggunakan dana APBN.
Purbaya beralasan, proyek ini adalah murni kerja sama bisnis (Bussiness to Bussiness) antara Indonesia dan China, sehingga tidak seharusnya membebani kas negara.
Agus Pambagio, yang terlibat dalam perencanaan awal proyek, mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera turun tangan mengatasi ‘bom waktu’ ini.
Menurutnya, Prabowo perlu memanggil seluruh pihak terkait, termasuk Jokowi dan mantan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan, untuk menelusuri kembali proses perundingan dengan China.
“Panggil juga Pak Jokowi dengan Pak Luhut untuk membahas bagaimana ini. Proses waktu itu yang melakukan perundingan Pak Luhut dan tim. Nah, jadi dibahas baik-baiklah ini seperti apa supaya tidak mengurangi jatah masyarakat APBN-nya karena masyarakat bayar pajak,” ujar Agus sebagaimana dikutip dari tayangan kanal YouTube “Dialog NTV Prime”.
Secara blak-blakan, Agus mengungkapkan bahwa ia dan mantan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan telah memberikan peringatan keras kepada Jokowi sejak awal.
Keduanya menilai proyek kereta cepat rute Jakarta-Bandung tidak layak secara finansial. Namun, peringatan tersebut diabaikan.
“Ya Pak Jokowi nggak mau tahu, nggak mau dengar saya dan Pak Jonan,” tegas Agus.
“Ketika itu saya dan Pak Jonan sudah mengingatkan kalau proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini tidak visible,” sambungnya.
Agus menceritakan momen saat dirinya dipanggil ke Istana setelah Ignasius Jonan dicopot dari jabatannya.
Dalam pertemuan itu, ia kembali menjelaskan bahwa proyek tersebut akan memakan biaya sangat mahal.
Namun, Jokowi bersikeras bahwa proyek itu bisa direalisasikan dan merupakan idenya pribadi dengan alasan Indonesia butuh transportasi berteknologi tinggi untuk menjadi bangsa besar.
“Tapi Pak Jokowi ngotot bisa. Saya tanya, ini sebenarnya ide siapa pak, ini ide saya,” ucap Agus menirukan jawaban Jokowi saat itu.
Kini, apa yang dikhawatirkan Agus dan Jonan menjadi kenyataan.
Selain utang pokok dan pembengkakan biaya (cost overrun) yang mencapai Rp116 triliun, masalah baru muncul dari sisi operasional yang sangat tinggi.
“Saya dengar PHP frekuensinya yang dimiliki Telkomsel Rp1,3 T juga belum dibayar loh ke pemerintah. Nah, itu bagaimana? Operasional listriknya sekali jalan Rp9,5 juta bolak-balik kan sudah hampir Rp20 juta. Berapa kali sehari? Berapa kali sebulan itu biaya operasinya berapa gajinya? kan harus dihitung ulang semua. Itu yang harus dilakukan. Ini emergency,” bebernya.
Agus menegaskan, satu-satunya jalan keluar dari kemelut ini adalah intervensi langsung dari Presiden Prabowo.
“Kalau menurut saya mau tidak mau presiden harus turun tangan lalu panggil semua ini bagaimana dan putuskan,” pungkasnya.
[FULL VIDEO]
Sumber: Suara