DEMOCRAZY.ID – Mantan Calon Presiden pada Pilpres 2024, Anies Baswedan kembali melontarkan kritik pedas terhadap pengelolaan keuangan negara.
Anies menekankan prioritas belanja pemerintah harus diarahkan pada program yang memberikan manfaat langsung, bukan sekedar pencitraan atau seremoni.
“Dalam kondisi tekanan hidup seperti ini, negara tidak boleh sibuk mengejar seremoni dan proyek-proyek yang berbiaya besar, tapi manfaatnya belum tentu dirasakan oleh rakyat,” kata Anies dalam sambutannya pada acara Pelantikan DPW Gerakan Rakyat Sumatera Barat dan Dialog Kebangsaan Vox Populi Suara Rakyat bertajuk di The Axana Hotel Padang, dikutip pada Selasa (4/11/2025).
Apalagi, kata Anies, kalau menimbulkan utang yang harus ditanggung oleh seluruh rakyat, padahal manfaat proyeknya hanya dirasakan oleh sebagian kecil.
Pernyataan ini merujuk pada polemik proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCIC) atau Whoosh yang diketahui memiliki beban utang mencapai sekitar Rp116 triliun.
“Kita ingat pernah ada pembangunan kereta api cepat dari Jakarta ke Bandung. Yang menanggung adalah rakyat dari Sabang sampai Merauke, yang merasakan. Inilah contohnya,” ujar mantan gubernur DKI Jakarta itu.
Menurutnya, proyek-proyek yang demikian itu menciptakan ketidakadilan, di mana beban utang dipikul oleh semua warga negara, sementara keuntungan dan fasilitasnya hanya dinikmati oleh segelintir kelompok atau wilayah tertentu.
“Bagaimana ke depan, kita harus lebih memastikan program-program yang dibiayai oleh rakyat, dirasakan oleh rakyat,” tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan memuji keputusan berani Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) mencetuskan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Menurut Luhut yang saat itu menjabat Ketua Komite Kereta Cepat antara Jakarta Bandung, proyek ini menjadi bukti bahwa keberanian pengambilan keputusan strategis yang dapat membuat Indonesia jadi negara maju.
Terlepas dari pro dan kontra yang terjadi, Luhut menggarisbawahi, faktanya Whoosh kini sudah mampu menutup biaya operasionalnya sendiri dan melayani lebih dari 12 juta penumpang sejak beroperasi pada Oktober 2023 sampai Februari 2025.
Moda transportasi publik ini juga nyata memberi dampak ekonomi yang besar bagi wilayah yang dilintasinya.
Jokowi juga sempat mengungkap alasannya membangun proyek tersebut. Menurutnya, transportasi massal tidak bisa hanya dilihat dari sudut pandang laba.
Melainkan juga dari keuntungan sosial, salah satunya pengurangan emisi karbon.
“Jadi, sekali lagi, transportasi massal, transportasi umum, itu tidak diukur dari laba, tetapi adalah diukur dari keuntungan sosial. Social return on investment, misalnya, pengurangan emisi karbon. Di situlah keuntungan sosial yang didapatkan dari pembangunan transportasi massal. Jadi sekali lagi, kalau ada subsidi itu adalah investasi, bukan kerugian,” tegas Jokowi.
Sumber: Fajar