Jawaban Kakek AHY, Pahlawan Sarwo Edhie Wibowo Mengejutkan Pak Harto, Begini Ceritanya!

DEMOCRAZY.ID – Negara menobatkan Kakek Menteri Koordinator Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), almarhum Jenderal (pur) Sarwo Edhie Wibowo menjadi pahlawan nasional pada Senin (10/11/2025).

Gelar tersebut langsung diberikan oleh Kepala Negara Jenderal Prabowo Subianto kepada keluarga almarhum yang diwakili oleh AHY.

AHY merupakan buah cinta Presiden RI keenam Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ani Yudhoyono.

Sang ibu merupakan putri dari Sarwo Edhie Wibowo si legenda jenderal pembesar RPKAD yang kini bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Sebuah video menampilkan sosok Sarwo Edhie berbicara tentang penumpasan pemberontak PKI yang terkenal dengan sebutan gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau G 30 S PKI.

Dalam video itu, Sarwo Edhie menceritakan apa yang terjadi di tubuh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang kini bernama Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Setelah Resimen Cakrabirawa menculik dan membunuh para jenderal senior Angkatan Darat (AD), terjadi kekosongan kepemimpinan di tubuh matra tersebut.

Saat kekacauan melanda Jakarta, Mayor Jenderal Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad), mengambil inisiatif strategis.

Meskipun bukan perwira paling senior, posisinya sebagai Pangkostrad memberinya akses terhadap pasukan cadangan yang vital, memungkinkannya segera mengambil alih kendali komando operasional dan mengorganisir respons cepat terhadap ancaman yang tidak diketahui secara pasti pelakunya saat itu.

Soeharto kemudian mendeklarasikan dirinya sebagai pimpinan sementara AD, sebuah keputusan yang krusial untuk memastikan rantai komando tetap berjalan dan mencegah kejatuhan moral di kalangan prajurit.

Tindakan ini memberikan jaminan adanya otoritas militer yang sah yang memegang kendali di tengah ketidakpastian politik dan keamanan.

“Pada waktu itu, kita belum jelas, mengenai apa situasi yang terjadi. Setelah menunggu beberapa waktu, kembalilah Kapten Daryono dari kota, membawa berita bahwa benar Pak Harto sementara waktu mengambil alih pimpinan Angkatan Darat, dan agar menurut Jenderal Mursyid waktu itu, asisten operasi KSAD, agar saya secepatnya menemui Bapak Soeharto,” kata Sarwo Edhie yang mengenakan kaca mata hitam dan membawa tongkat komando di depan Monumen Pancasila Sakti Jakarta.

Dalam pertemuan itu, Pak Harto memberikan kepercayaan kepada Sarwo Edhie untuk membereskan masalah PKI.

“Mau darimana bergerak, jam berapa, dengan kekuatan berapa, diserahkan kepada saya,” kata pembesar Kopassus itu.

Berdasarkan kepercayaan itu, Sarwo Edhie mengeluarkan pasukan khusus dari markasnya ke Jakarta.

“Keluarnya RPKAD dari kandang macan Cijantung ini mempunyai impact psikologis, yang getarannya terasa sampai ke halim, sehingga beberapa pasukan sudah mengundurkan diri keluar dari daerah Halim,” kata kakek AHY ini.

Sampai Jakarta, pasukan baret merah menunggu sampai pukul 18.00 WIB. Saat itu para perwira berdiskusi tentang penyerbuan Telkom dan RRI. Pak Harto habis kesabarannya, kemudian memanggil Sarwo Edhie.

“Selesaikan itu,” kata Harto.

“Apa pak,” tanya Sarwo Edhie.

“Itu Telkom sama RRI,” tegas Harto.

“Berapa waktu ye (kamu) butuh?,” tanya Pak Harto

“20 menit,” jawab Sarwo Edhie penuh percaya diri.

“Lho, kok 20 menit gimana?,” tanya Pak Harto terkejut.

“Kalau saya jalan kaki ke situ kan 20 menit,” ujar Sarwo Edhie meyakinkan sang jenderal.

“Oh begitu, Laksanakan,” perintah Harto.

Sarwo Edhie bersama pasukan baret merah bergerak cepat. Selama 20 menit mereka menguasai Telkom.

Kemudian 20 menit berikutnya menguasai RRI. Sejak itu, tidak ada lagi suara tentang dewan revolusi dan narasi PKI.

Berhasil menguasai keduanya, Pak Harto memberikan arahan lagi. Semua pasukan harus siaga, karena sewaktu-waktu akan digerakkan ke Halim.

Dalam perkembangannya, RPKAD berhasil menguasai halim. Pasukan TNI menyingkirkan pihak yang terlibat PKI. Kemudian penumpasan itu dilakukan secara massif di seluruh Indonesia.

Pengambilalihan kepemimpinan Angkatan Darat oleh Soeharto memiliki dampak politik yang monumental.

Tindakannya tidak hanya berhasil menumpas pemberontakan PKI, tetapi juga secara bertahap menyingkirkan pengaruh politik Presiden Soekarno.

Dalam rentang waktu kurang dari dua tahun, Soeharto berhasil mengkonsolidasikan kekuasaan militer dan politik, yang pada akhirnya mengantarkannya menjadi Pejabat Presiden dan kemudian Presiden Republik Indonesia kedua, menandai dimulainya era Orde Baru yang berkuasa selama lebih dari tiga dekade.

Sarwo Edhie menjelaskan bahwa keberhasilan negara menumpas PKI menjadi pengalaman yang harus diingat sepanjang massa.

“Anak dan cucu kita harus paham bahwa peristiwa seperti ini jangan sampai terulang lagi di masa yang akan datang,” kata Sarwo Edhie.

Jenderal TNI ini meninggal dunia pada 9 November 1989 dan dimakamkan di kampung halamannya, Purworejo.

Ia tidak hanya meninggalkan warisan dalam sejarah militer Indonesia, tetapi juga keluarga yang berpengaruh.

Ia adalah ayah dari Kristiani Herrawati atau Ani Yudhoyono, yang merupakan istri Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, dan Pramono Edhie Wibowo, yang pernah menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).

Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional ini merupakan pengakuan negara atas kontribusinya yang dianggap sangat besar dalam perjuangan bersenjata dan pembentukan arah sejarah bangsa.

Sumber: Republika

Artikel terkait lainnya