

DEMOCRAZY.ID – Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Prof Henri Subiakto secara terbuka mengungkapkan perubahan pandangannya terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ia mengaku dulu begitu percaya pada ketulusan Jokowi sebagai pemimpin yang lahir dari rakyat kecil, namun kini kehilangan kepercayaan karena melihat banyak kebohongan dan manipulasi politik yang dilakukan selama berkuasa.
“Di keluarga saya sejak kecil diajarkan untuk selalu husnudzon, menghindari suudzon. Karena bagi kami berpikir buruk itu seperti doa. Maka saya selalu berbaik sangka,” ujar Prof Henri dalam pernyataannya, Ahad (19/10/2025).
Ia menuturkan, sebelum 2023 dirinya masih melihat Jokowi sebagai sosok sederhana, pekerja keras, dan teladan bagi rakyat kecil yang berhasil menjadi presiden lewat jalur demokrasi.
“Saya dulu menganggap Jokowi sebagai simbol keberhasilan rakyat biasa. Ia besar bukan karena keturunan atau pangkat, tapi karena perjuangan dan kebersamaan dengan rakyat,” ucapnya.
Namun, seiring waktu, kepercayaannya itu perlahan pudar.
Henri menyebut banyak kebijakan dan tindakan Jokowi yang menunjukkan sisi manipulatif dan tidak jujur, terutama terkait pengelolaan utang negara, proyek infrastruktur, dan politik dinasti.
“Awalnya informasi negatif tentang Jokowi belum meyakinkan karena tertutup oleh pencitraan kesederhanaan dan keberhasilan infrastruktur. Tapi keburukan dan ketidakjujuran itu tidak bisa disembunyikan selamanya,” katanya.
Ia menyoroti praktik utang besar-besaran yang kini menjadi beban ekonomi berat bagi pemerintahan berikutnya.
“Jokowi melakukan rente politik, mengambil keuntungan di depan dengan membiarkan beban dibayar di belakang. Ini korupsi politik tersembunyi yang dibungkus janji dan kebohongan,” tegasnya.
Henri juga menyinggung soal kebohongan pribadi Jokowi, mulai dari pernyataan bahwa anaknya tidak tertarik politik hingga dugaan manipulasi di Mahkamah Konstitusi untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
“Dulu katanya anaknya hanya jualan martabak dan pisang, tapi kenyataannya didorong jadi penguasa. MK direkayasa, IKN dibiayai APBN meski katanya investor luar negeri. Semua berbalik dari ucapan awalnya,” ujarnya.
Menurutnya, kebohongan demi kebohongan ini membuatnya teringat pada kasus lama soal mobil Esemka yang dinilainya juga penuh sandiwara.
“Maaf, saya terlambat menyadari betapa tidak amanahnya tokoh ini. Saya tak menyangka dia bisa begitu enteng berbohong dan mengkhianati orang-orang yang berjasa padanya,” ucap Henri.
Ia mengaku kecewa berat saat mengetahui ambisi Jokowi untuk tetap berkuasa dengan mendorong anaknya menjadi wakil presiden.
“Disitulah makin terang betapa ambisius dan tidak jujurnya orang ini. Ia tak hanya mendorong anaknya, tapi juga menanamkan orang-orang kepercayaannya di pemerintahan Prabowo,” tambahnya.
Henri bahkan kini mulai meragukan keaslian ijazah Jokowi.
“Kalau dalam hal berbicara saja bisa enteng berbohong, maka tidak menutup kemungkinan untuk urusan ijazah pun sama. Saya dulu percaya karena teman-teman di Facebook mengaku kuliah bareng Jokowi, tapi sekarang saya mulai ragu,” pungkasnya.
Pernyataan terbuka Prof Henri Subiakto ini menambah panjang daftar tokoh akademisi yang mulai mengkritik keras Jokowi di penghujung masa jabatannya.
Ia menilai, kejujuran dan integritas adalah fondasi utama seorang pemimpin — dan ketika itu hilang, kepercayaan rakyat pun runtuh.
Sumber: JakartaSatu