CATATAN POLITIK

The Final Attack Menuju The Final Countdown: Hancurlah Jokowi!

DEMOCRAZY.ID
April 03, 2025
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
The Final Attack Menuju The Final Countdown: Hancurlah Jokowi!


The Final Attack Menuju The Final Countdown: Hancurlah Jokowi!


Oleh: M Rizal Fadillah

Pemerhati Politik dan Kebangsaan


Serangan akhir atau the final attack  untuk membongkar kasus dugaan ijazah palsu Jokowi adalah geruduk atau silaturahmi UGM Yogyakarta 15 April dan Sumber Banjarsari Solo 16 April. 


Yang pertama halal bil halal dengan Rektor dan jajaran pimpinan UGM dan kedua mendatangi rumah kediaman Jokowi. 


Bincang-bincang serius dengan mantan Presiden yang jago ngeles dan bohong itu.


Hitung mundur akhir atau the final countdown adalah tahap final menuju skak mat Jokowi untuk status ijazah dan skripsi bermasalahnya.


Ambrolnya benteng pertahanan UGM menjadi ancaman serius bagi Jokowi. Sanksi sosial, moral, dan hukum telah menanti. 


Penipuan kepada 280 juta rakyat Indonesia akan segera selesai. Tentu saja Prabowo jangan coba-coba untuk melindungi.


Bagai penggempuran benteng Konstantinopel yang terus gagal karena kokohnya rekayasa pertahanan. 


Akhirnya keberadaan meriam Basilica buatan Orban ahli meriam Hungaria mampu menjebol benteng tersebut. 


Adalah meriam buatan Dr Rismon Sianipar dinilai sangat efektif dan mematikan dalam proses penggempuran berulang TPUA dan elemen juang lainnya


Jokowi semakin sulit untuk berkelit dan sembunyi. Suara tembakan meriam telah  mengejutkan. Hitung hari-hari untuk penaklukan UGM segera dimulai. 


Sudah ditekan tombol merah menuju  tangkap dan adili Jokowi. Ijazah palsu menjadi pintu terdekat untuk menguak kejahatan yang faktanya memang banyak.


Sejak Bambang Tri mendakwa ijazah palsu Jokowi melalui riwayat SMP dan SMA nya, maka bergulir terus skandal ketidakjelasan kelulusan UGM Jokowi. 


UGM sendiri mencoba membelanya, hanya argumentasi Rektor maupun Dekan kurang akurat. Mantan Rektor Pratikno yang menjadi Mensesneg diduga ikut bermain.


TPUA pimpinan Eggi Sudjana mewakili klien menggugat Jokowi termasuk UGM ke Pengadilan. Sayang Putusan PN Jakpus menyatakan tidak berwenang untuk mengadili. 


Pendampingan pidana TPUA sewaktu proses di Solo sukses melepas dari tuduhan hoaks soal ijazah S-1 UGM yang melalui Putusan PT Semarang dan Mahkamah Agung (MA) Bambang Tri hanya disalahkan melakukan tindak pidana ujaran kebencian.


Dr Rismon Sianipar Balige Academy menembak meriam ke jantung UGM soal indikasi kepalsuan Skripsi Joko Widodo dari banyak sisi yang secara otomatis menyebabkan ijazah nya palsu pula. Keyakinan sudah 11 ribu persen.


Ditambah 2 data baru soal buku Prof. Dr. Ir. Achmad Sumitro yang dalam buku tersebut ia menyatakan menjadi dekan pula pada tahun 1983-1986. 


Artinya bukan Prof Dr Ir Soenardi Prawirohatmodjo sebagaimana tertera dalam lembar pengesahan Skripsi Joko Widodo. 


Lalu menurut puteri Prof. Dr. Ir. Achmad Sumitro yang juga alumnus Fak Kehutanan, ayahnya itu “Achmad Sumitro” bukan “Achmad Soemitro”. Ada bubuhan tandatangan yang berbeda saat menjabat sebagai Dekan.


Jika terbukti bahwa pada tahun 1985 Dekan Fakultas Kehutanan UGM adalah Prof. Dr. Ir. Achmad Sumitro, maka hancurlah Jokowi. Kepalsuan Skripsi dan Ijazah Jokowi menjadi sangat terbukti.


Tanggal 15 April saat jumpa Rektor UGM nanti tentu hal ini akan menjadi bahan pertanyaan dan bahasan.


The final count down ini dapat membuat gelisah UGM maupun Jokowi. 


Baginya jika benteng pertahanan UGM jebol, maka runtuhlah Jokowi. Tangkap dan adili akan semakin keras gaungnya. Kematian pun mendekat. 


Bareskrim Mabes Polri tidak bisa lagi berdiam diri apalagi hanya terbengong bengong, tetapi harus segera bergerak.


Terpaksa harus penuhi tuntutan rakyat: Tangkap dan Adili Jokowi !


***

'Emang Bisa Adili Jokowi?'



Oleh: Tony Rosyid

Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa


Ada-ada aja mau adili Jokowi. Sebagai gerakan moral, boleh dan sah-sah saja. Bahkan harus! Oke. 


Secara moral, kita semua punya tanggung jawab untuk mendorong agar hukum itu tegak di negeri ini. 


Tegak di atas kepala semua warga negara, tanpa terkecuali. Tapi, itu teorinya. Soal realisasinya? Nanti dulu.


Mau adili Jokowi lewat institusi apa? KPK? Anda tahu keadaan KPK pasca revisi UU KPK? 


Terutama setelah pimpinan KPK dipilih oleh pansel yang dibentuk Jokowi jelang Wong Solo ini lengser? 


Apa hubungan antara pansel calon pimpinan KPK dengan tuntutan “Adili Jokowi”? Ah, pertanyaan “bego”.


Lalu, kalau tidak libatkan KPK, mau adili Jokowi lewat jalur mana? Kejaksaan atau polri? Jaksa Agung dan Kapolri ini dipilih saat Jokowi masih berkuasa. Kenapa gak diresuffle? Ya, tanyain presiden dong. Kok tanya saya.


Ingat kasus Gibran, putra sulung Jokowi yang diadukan oleh Ubaidillah Badrun ke KPK? Apakah sampai sekarang ada responnya? Gak ada ! Harapan rakyat: semoga laporan itu “dibaca”. Dibaca itu artinya ya sekedar “dibaca”.


Gak usahlah sampai ke Gibran. Anak presiden dua periode: 2014-2024. Full 10 tahun berkuasa. Kasus PIK-2 saja, siapa yang dijadikan tersangka? 


Kepala desa? Ya, hanya sampai kepala desa. Pertanyaannya: emang kepala desa bisa kerja sendirian?


Kasusnya jelas: yaitu pemagaran laut, terbitnya SHM dan HGB ilegal. Pagar laut dibongkar. Sebagian SHM dan HGB dibatalkan. 


Jelas bukti-bukti kasusnya. Lalu, kepala desa jadi tersangka dengan minimal dua alat bukti yang amat sangat meyakinkan.


Emang kepala desa kerja sendiri? Tidak ! Ada pihak yang menyuruh kepala desa. Uang dari orang yang menyuruh inilah kepala desa bisa beli beberapa mobil mewah. 


Hidupnya mendadak berubah. Apakah orang di belakang kepala desa itu akan ikut jadi tersangka? Ya gak bakal.


Begitulah hukum di Indonesia. Sudah diturunkan dari generasi ke generasi, ya seperti itu. Suka tidak suka, selalu para pion yang dikorbankan. Sementara Oligarki? Aman !


Dalam keadaan seperti ini, dimana logika anda menuntut “Adili Jokowi”? Anda berharap tuntutan “Adili Jokowi” akan mendapat respon dari institusi hukum?


Cukup Kaesang, putra bungsu Jokowi yang merespon. Kaesang tampil di depan publik dengan mengenakan kaos bertulisankan: “Adili Jokowi”. 


Foto kaos itu viral. Kalau foto itu benar adanya dan bukan hasil editan, ini tantangan luar biasa dan sangat dahsyat. Trus, anda bisa berbuat apa?


Anda jangan salah paham dengan kalimat-kalimat di dalam tulisan ini. Jangan menafsirkan bahwa tulisan ini adalah bentuk ketidaksetujuan untuk “Adili Jokowi”. 


Tidak ! Sama sekali tidak ! Semua rakyat Indonesia “pasti setuju” hukum itu harus ditegakkan. Sekali lagi: “harus ditegakkan”. Tapi ditegakkan kepada siapa?


Dalam setiap kasus yang menimpa seorang penguasa, selalu ada tembok yang terlalu kokoh. Gak mudah dirobohkan. Apalagi hanya dengan demo seratus orang, atau kritik di medsos.


Kok pesimis? Tidak. Ini semata mengungkapkan hasil survei di lapangan. Basisnya data historis. Data historis adalah data yang obyektif. Bukan data harapan?


Lalu, bagaimana caranya tuntutan “Adili Jokowi” bisa direalisasikan?


“Kok Tanya Saya”.


***

Penulis blog