CATATAN HUKUM POLITIK

Walaupun Didukung Istana, Rakyat Banten Tak Gentar Kalahkan Aguan dan Batalkan Proyeknya!

DEMOCRAZY.ID
Maret 08, 2025
0 Komentar
Beranda
CATATAN
HUKUM
POLITIK
Walaupun Didukung Istana, Rakyat Banten Tak Gentar Kalahkan Aguan dan Batalkan Proyeknya!


Walaupun Didukung Istana, Rakyat Banten Tak Gentar Kalahkan Aguan dan Batalkan Proyeknya!


Oleh: Menuk Wulandari

Aktivis Aliansi Rakyat Menggugat (ARM)


Matahari belum tinggi ketika ratusan warga berkumpul di lapangan desa. Seorang nelayan tua maju ke depan, tubuhnya ringkih, tapi suaranya tegas.


“Kita bukan melawan orang biasa,” katanya. 


“Kita melawan pengusaha yang punya akses langsung ke Istana!”


Sorot mata warga menajam. Mereka tahu siapa yang ia maksud: Sugianto Kusuma alias Aguan, taipan properti yang telah lama menguasai megaproyek di berbagai daerah. Kali ini, ambisinya menyasar tanah mereka di Banten.


Laut yang selama ini menjadi sumber penghidupan akan dipagari. Lahan pertanian akan diubah menjadi kompleks mewah. Mereka dipaksa angkat kaki dengan kompensasi yang tak masuk akal.


“Kalau kita diam, kita akan jadi buruh di tanah sendiri,” seru nelayan tua itu. “Atau lebih buruk lagi, kita akan terusir!”


Suasana kian panas. Kaum ibu menggenggam tangan anak-anak mereka, pemuda desa mengepalkan tangan. Perlawanan ini bukan sekadar soal tanah—ini soal harga diri.


Janji Manis, Realitas Pahit

Pejabat daerah datang dengan senyum lebar, membawa pidato soal investasi dan kesejahteraan.


“Proyek ini akan membuka ribuan lapangan kerja!” kata mereka dengan suara meyakinkan.


Namun, warga melihat kenyataan yang berbeda. Mereka hanya diberi dua pilihan: pindah atau diusir.


Bu Siti, ibu tiga anak, mengusap matanya yang berkaca-kaca.


“Kami ini rakyat kecil, bukan batu yang bisa dipindahkan seenaknya,” katanya.


Dokumen proyek diperiksa. Kejanggalan bermunculan: izin lingkungan diproses kilat, konsultasi publik hanya formalitas, dan perusahaan cangkang yang terafiliasi dengan Aguan bermunculan.


Semua tahu bahwa Aguan bukan pengusaha biasa. Sejak Orde Baru, namanya selalu muncul dalam proyek raksasa. 


Dari satu rezim ke rezim lain, ia tetap bertahan, dilindungi kekuasaan.


Dan kini, rakyat Banten harus berhadapan dengannya.


Teror dan Ancaman, Tapi Rakyat Tak Gentar

Di balik layar, tekanan politik mulai terasa. Aktivis diteror. Polisi menghalangi protes.


Seorang jurnalis yang menulis tentang kasus ini mendapat ancaman: “Hati-hati, jangan bermain api.”


Tapi rakyat Banten tak gentar.


Di media sosial, protes membesar. Tagar #BantenMelawan menjadi trending. Dari kampus hingga pesantren, suara perlawanan makin nyaring.


“Kita bukan hanya melawan Aguan,” kata seorang pemuda. 


“Kita melawan sistem yang selalu mengorbankan rakyat demi kepentingan segelintir elite!”


Gugatan dilayangkan ke pengadilan. Sidang berlangsung panas. Pengacara perusahaan membawa tumpukan dokumen, mencoba meyakinkan hakim.


“Semua prosedur sudah kami ikuti,” klaim mereka.


Namun, di luar ruang sidang, ribuan warga berkumpul. Mereka mengangkat poster bertuliskan: “Tanah Kami, Hidup Kami!”


Ketika Oligarki Mulai Goyah

Pejabat daerah panik. Media internasional mulai meliput. Proyek yang semula dianggap tak tergoyahkan, tiba-tiba goyah.


Lobi-lobi politik bergerak. Ada tawaran kompromi. Tapi rakyat Banten menolak.


Kisah rakyat Banten melawan taipan seperti Aguan bukan sekadar pertarungan tanah. Ini adalah potret bagaimana negara semakin tunduk pada kepentingan oligarki.


Pemerintah terus berbicara tentang investasi dan pertumbuhan ekonomi—tapi siapa yang benar-benar menikmatinya?


Di berbagai daerah, tanah rakyat terus dirampas atas nama pembangunan. 


Petani kehilangan sawah, nelayan kehilangan laut, rakyat miskin terusir demi gedung pencakar langit.


Banten hanyalah satu contoh. Di Kendari, warga melawan tambang nikel. Di Rempang, rakyat menolak penggusuran. Di Kendeng, petani masih berjuang menentang pabrik semen.


Skenarionya selalu sama: rakyat dipaksa minggir, penguasa dan pengusaha berpesta pora.


Namun, perlawanan rakyat Banten membuktikan bahwa oligarki tidak selalu menang. Ketika rakyat bersatu, proyek yang didukung Istana pun bisa digagalkan.


Hukum Bisa Dibeli, Tapi Solidaritas Rakyat Tidak

Kemenangan ini bukan akhir. Ini adalah awal dari perlawanan yang lebih besar.


Karena satu hal yang pasti:


Rakyat yang sadar haknya, tak akan pernah bisa dikalahkan! ***

Penulis blog