DEMOCRAZY.ID - DEWAN Guru Besar, Majelis Wali Amanat, Senat Akademik Universitas, dan Rektorat Universitas Indonesia (UI) akan membahas nasib disertasi Menteri Energi dan Sumber Mineral Bahlil Lahadalia pada Selasa, 4 Maret 2025 hari ini.
Sejak 10 Januari lalu, Dewan Guru Besar atau DGB UI sebenarnya telah merekomendasikan Rektorat UI untuk membatalkan disertasi Bahlil.
Rekomendasi itu disampaikan DGB UI merujuk hasil sidang etik terkait kasus disertasi Bahlil selaku mahasiswa S3 di Sekolah Kajian Stratejik dan Global atau SKSG UI.
Berdasar sidang etik, terdapat empat pelanggaran standar akademik yang ditemukan DGB UI dalam disertasi Bahlil bertajuk: “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.”
Pertama, disertasi Bahlil dianggap tidak jujur dalam pengambilan data karena diperoleh tanpa izin narasumber dan tidak transparan dalam penggunaannya.
Kedua, Bahlil diterima dan lulus dalam waktu singkat tanpa memenuhi syarat akademik yang ditetapkan kampus UI.
Kemudian yang ketiga, Bahlil diduga mendapatkan perlakuan khusus dalam proses akademik; mulai dari pembimbingan hingga kelulusan, termasuk adanya dugaan mengubah penguji disertasi secara mendadak.
Keempat, proses disertasi tersebut dinilai sarat konflik kepentingan karena promotor dan ko-promotor memiliki keterkaitan profesional dengan kebijakan yang diatur Bahlil saat menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Penanaman Modal (BKPM).
Atas dasar itu, DGB UI merekomendasikan Rektorat UI agar membatalkan disertasi Bahlil. Namun Bahlil tetap diberi kesempatan untuk menulis ulang dengan topik baru sesuai standar akademik UI.
Mungkinkah Bahlil Diberhentikan?
Anggota Dewan Pengarah Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Herlambang Wiratraman berharap Rektorat UI dapat memberi putusan yang lebih tegas terhadap Bahlil.
Bukan sekadar membatalkan disertasi, tapi juga memberhentikan Bahlil sebagai mahasiswa S3 SKSG UI.
“Dia terbukti menciderai. Itu sanksinya harusnya diberhentikan sebagai mahasiswa,” kata Herlambang.
Keputusan tegas Rektorat UI, kata Herlambang, diharapkan akan memberikan dampak yang besar. Bukan hanya untuk UI, tapi bagi reputasi pendidikan tinggi di Indonesia.
“Publik menanti keadilan bagi seseorang yang menyalahgunakan institusi pendidikan tinggi untuk kepentingan politiknya,” ungkapnya.
Herlambang juga mendorong agar promotor dan ko-promotor disertasi Bahlil diberhentikan atau mengundurkan diri sebagaimana rekomendasi DGB UI.
Pengunduran diri menurutnya harus dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka lantaran gagal menjaga muruah akademik.
“Langkah mundur atau diberhentikan adalah langkah yang tepat untuk mereka,” ujar Herlambang.
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (UNNES) Edi Subkhan sependapat dengan Herlambang.
Dia menilai selain dibutuhkan sanksi tegas terhadap promotor dan ko-promotor, menurutnya ke depan juga diperlukan adanya pengawasan yang lebih ketat.
Terlebih di tengah kondisi di mana banyak orang termasuk pejabat publik yang mencari gelar doktor demi mengejar citra publik.
“Jadi saya kira kalau dia punya potensi konflik of interest, itu perlu ada monitoring lebih ketat dibandingkan dengan yang lain,” jelas Edi.
Sidang promosi doktor Bahlil diketahui diketuai oleh Ketut Surajaya. Kemudian Chandra Wijaya sebagai promotor, serta Teguh Dartanto dan Athor Subroto selaku ko-promotor.
Berdasar hasil sidang etik, DGB UI merekomendasikan sanksi terhadap Chandra berupa larangan mengajar, membimbing, dan menguji selama minimal tiga tahun.
Selain juga direkomendasikan agar dilakukan penundaan kenaikan pangkat atau golongan selama tiga tahun, serta pengunduran diri dari jabatan struktural sebagai Dekan.
Sedangkan Teguh Dartanto selaku ko-promotor satu direkomendasikan DGB UI mendapat teguran keras dan surat peringatan.
Kemudian juga penundaan kenaikan pangkat atau golongan maksimal dua tahun.
Sementara Athor Subroto selaku ko-promotor dua direkomendasikan DGB UI agar dijatuhi sanksi larangan mengajar, membimbing, dan menguji selama tiga tahun.
Selain juga direkomendasikan agar dijatuhi sanksi berupa penundaan kenaikan pangkat atau golongan selama tiga tahun, serta pengunduran diri dari jabatannya sebagai Direktur SKSG.
Rekomendasi itu disampaikan DGB UI lantaran perbuatan promotor dan ko-promotor dinilai telah mencoreng reputasi akademik UI.
Selain juga dianggap turut memberikan persepsi bahwa UI memberikan perlakuan istimewa bagi pejabat negara.
Belakangan, Anggota Majelis Wali Amanat (MWA) UI, Dany Amrul Ichdan meminta semua pihak menunggu dan menghormati apapun hasil keputusan Rektorat UI terhadap kasus disertasi Bahlil.
Adapun yang menjadi keputusan Rektorat UI, menurut Dany akan disampaikan setelah menggelar rapat bersama empat organ UI pada pekan ini.
“Sebagai bagian dari MWA kami berharap semua pihak menghormati segala proses akademik dan tata kelola yang berlaku di internal UI,” pungkasnya.
Sumber: Suara