HUKUM POLITIK

Korupsi Pertamina Rugikan Rp193 Triliun, Ternyata Publik Bisa 'Ajukan' Gugatan Dengan Dua Cara Ini!

DEMOCRAZY.ID
Maret 02, 2025
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Korupsi Pertamina Rugikan Rp193 Triliun, Ternyata Publik Bisa 'Ajukan' Gugatan Dengan Dua Cara Ini!



DEMOCRAZY.ID - Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur Herdiansyah Hamzah menilai publik yang merasa dirugikan karena kasus dugaan korupsi PT Pertamina Patra Niaga bisa melakukan gugatan dengan dua cara.


Menurut dia, gugatan publik bisa dijadikan satu dengan penyidikan perkara pokok sebagaimana diatur dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) atau Konvensi PBB Antikorupsi.


“Sebenarnya di dalam UNCAC, konvensi PBB tentang anti korupsi itu ada istilah compensation for damage. Jadi di samping kerugian negaranya memang dalam kacamata keuangan negara, itu juga harusnya ditempatkan dalam kacamata kerugian publik secara langsung,” kata Herdiansyah, Sabtu (1/3/2025).


Dalam konteks kasus dugaan korupsi PT Pertamina Patra Niaga yang dinilai berdampak langsung terhadap publik, Herdiansyah menyebut ada kerugian keuangan publik yang bisa dihitung bersamaan dengan kerugian keuangan negara.


“Jadi, kompensasi itu dihitung bersamaan dengan peristiwa hukum yang berkaitan dengan pengusutan tindak pendana korupsinya,” ujar Herdiansyah.


Selain itu, cara kedua ialah melalui class action atau pengajuan gugatan hukum perdata yang dilakukan oleh orang banyak karena memiliki kepentingan yang sama. 


Hal itu memungkinkan publik mengajukan gugatan perdata secara kolektif yang terpisah dengan pokok perkara pidana.


“Ada juga misalnya mekanisme selain class action yang disebut sebagai citizen law suit tapi kalau citizen law suit tidak secara perdata. Dia biasanya dalam konteks regulasi tapi yang paling tepat memang class action,” tandas Herdiansyah.


Diketahui bersama, Kejaksaan Agung menjerat sembilan orang tersangka dalam dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina tahun 2018-2023. 


Dalam praktiknya, para petinggi Pertamina yang terjerat dalam kasus ini melakukan impor meski ketersediaan minyak mentah di Indonesia tersedia.


Selain itu, mereka juga melakukan manipulasi harga bahan bakar saat melakukan mengimpor. 


Harga bahan bakar sengaja dinaikan oleh Pertamina untuk mendapatkan keuntungan dengan cara melawan hukum.


Pihak Pertamina juga melakukan impor bahan bakar dengan kadar oktan 90 atau perlaite, dengan harga Ron 92 atau pertamax. 


Berdasarkan temuan penyidik, kedua bahan bakar tersebut kemudian dioplos, dan dijual dengan label Ron 92 atau pertamax.


Adapun kerugian keuangan negara yang terjadi akibat kasus ini ditaksir mencapai Rp 193,7 triliun pada 2023.


Sumber: Suara

Penulis blog