DEMOCRAZY.ID - Kekecewaan yang dirasakan oleh mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi impor gula sangat dapat dipahami.
Jika memang terbukti bahwa Tom Lembong menerima aliran dana dari kebijakan impor yang ia setujui, tentu publik akan setuju bahwa ia harus dipenjarakan.
Namun, pengakuan Tom Lembong menyatakan sebaliknya, dan publik pun cenderung mempercayainya.
Dengan demikian, kasus ini tampaknya bukan sekadar perkara kriminal, melainkan juga sarat dengan unsur politik.
Dalam dakwaan, Tom Lembong disebut telah merugikan negara sebesar Rp578 miliar akibat kebijakan impor gula pada periode 2015-2016.
Jaksa menuduh bahwa kebijakan tersebut memperkaya sejumlah pihak melalui mekanisme impor yang melibatkan berbagai perusahaan dan koperasi.
Namun, Tom Lembong membantah tuduhan tersebut dengan menyatakan bahwa tidak ada audit yang jelas dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menguraikan perhitungan kerugian negara.
Yang menjadi tanda tanya besar adalah, mengapa kebijakan impor gula ini bisa dibawa ke ranah hukum?
Seorang menteri bertugas mengimplementasikan program kerja presiden, dan setiap kebijakan strategis—termasuk kebijakan impor gula—tentu saja mendapatkan persetujuan dari presiden.
Jika Tom Lembong dianggap melawan hukum, maka seharusnya tanggung jawab ini tidak hanya ditimpakan kepadanya, melainkan juga kepada struktur pemerintahan yang lebih luas.
Lebih jauh lagi, kasus serupa pernah terjadi di bawah kepemimpinan Menteri Perdagangan lainnya, seperti Zulkifli Hasan (Zulhas).
Kebijakan impor yang diambil oleh Zulhas dalam beberapa kesempatan juga menuai kontroversi, tetapi hingga kini tidak ada langkah hukum yang menyeretnya ke pengadilan.
Hal ini menguatkan dugaan bahwa kasus Tom Lembong lebih bermuatan politis dibandingkan murni sebagai kasus hukum.
Jika kebijakan seorang menteri dapat dijadikan dasar untuk tuntutan pidana, maka setiap kebijakan impor yang pernah dilakukan oleh menteri-menteri sebelumnya pun seharusnya diperlakukan sama.
Sehingga pertanyaannya, apakah ini benar-benar penegakan hukum yang adil, ataukah ada agenda politik di balik kasus ini?
Transparansi dan profesionalisme dari Kejaksaan Agung dalam menangani perkara ini sangat diperlukan agar publik mendapatkan gambaran yang objektif dan tidak melihat hukum sebagai alat politik.
Jika tidak, maka kasus ini hanya akan menjadi preseden buruk dalam dunia hukum dan politik Indonesia.
Tak Seperti Tom Lembong, Kejagung Tolak Periksa Mendag Zulkifli Hasan Padahal Pernah Impor Gula Lebih Besar, Kenapa?
Kasus impor gula yang menyeret Thomas Trikasih Lembong atau yang kerap disapa Tom Lembong ini kian memanas.
Bagaimana tidak, kasus eks Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016 rezim Jokowi ini juga menyeret Zulkifli Hasan (Zulhas).
Yang mana, Mendag Zulhas ternyata pernah terlibat kasus serupa seperti Tom Lembong, yakni izin impor gula dengan kuota yang lebih besar.
Kendati demikian, Kejaksaan Agung (Kejagung) justru tidak mengindahkan panggilan kepada Zulhas atas kasus tersebut.
Hal ini dikonfirmasi eks Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana pada 2023 silam.
Padahal, Zulhas baru mulai menjabat sebagai Mendag rezim Jokowi pada 2022-2024 dan kini melanjutkan posisi yang sama era Presiden Prabowo Subianto.
“Kasus impor gula di Kementerian Perdagangan tidak ada kaitannya dengan kebijakan Mendag Zulhas,” dikutip dari akun X @CakKhum.
“Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan tidak akan dilakukan pemanggilan sebagai saksi dalam perkara dimaksud,” imbuh Ketut Sumedana.
Kata Kejagung soal Tom Lembong Atas Dugaan Korupsi : Tersangka Tak Harus Dapat Aliran Dana
— Cak Khum (@CakKhum) November 1, 2024
Memalukan Pak anda itu pic.twitter.com/YDcKY6cJfp
Kapan impor gula Zulkifli Hasan 18 juta ton diusut, ini impornya 3x lipat yang dilakukan oleh Tom Lembong
— Cak Khum (@CakKhum) October 30, 2024
Kasus Zulhas kalau diusut mungkin lebih mengerikan pic.twitter.com/0zYJ7YX1qA
impor gula Zulkifli Hasan 18 juta ton, ini impornya 3x lipat yang dilakukan oleh Tom Lembong. Kalo berdasarkan laporan masyarakat, ini lebih gila laporannya. Segera prosessss!!!! pic.twitter.com/CcD62G9bG7
— Hariman Amir (@HarimanAz) October 31, 2024
Perlu diketahui, penetapan Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula ini juga berawal dari pemanggilan dirinya sebagai saksi.
Tidak sendirian, Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) juga ikut dipanggil.
Alhasil, dalam panggilan itu menitikberatkan mereka sebagai para tersangka dalam kasus impor gula tersebut.
Sebagaimana yang dikonfirmasi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar.
“Penyidik telah memeriksa Tom dan Charles tiga kali dalam kurun waktu itu. Setelah menemukan lima bukti, penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka,” jelasnya.
Usut punya usut, nilai impor gula yang dilakukan oleh Tom Lembong ternyata tidak sebanding saat masa Mendag Zulhas menjabat.
Hal ini diungkapkan oleh eks Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu dalam cuitannya di sosial media platform X.
“Mendag selama rezim Jokowi: Tom Lembong (2015-2016) impor gula sktr 5 juta ton. Zulkifli Hasan (2022-2024) impor gula sktr 18 juta ton,” jelasnya.
Lebih lanjut, Tom Lembong dinyatakan pihak Kejagung telah merugikan kas negara sebesar Rp400 miliar gegara praktik impor gula tersebut.
Kendati demikian, Timses Pilpres 2024 Anies Baswedan tersebut dinyatakan belum terbukti mengantongi keuntungan terhadap kerugian negara.
“Soal kerugian negara yang sudah disampaikan bahwa ini akan terus dihitung untuk pastinya seperti apa. Aliran dana itu akan didalami juga,” jelas Harli.
Kejagung Tak Akan Panggil Mendag Zulhas di Kasus Impor Gula, Ini Alasannya
Kejaksaan Agung (Kejagung) meluruskan kabar bakal memanggil Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) terkait penyidikan kasus dugaan korupsi impor gula di Kemendag tahun 2015-2023.
Kejagung memastikan tidak akan memanggil Zulhas untuk pemeriksaan sebagai saksi kasus tersebut.
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menyebut kasus impor gula di Kemendag tidak ada kaitannya dengan kebijakan Mendag Zulhas. Sebab, kata dia, Zulhas baru menjabat sebagai Mendag pada Juni 2022.
"Oleh karena tidak adanya hubungan dengan penanganan perkara tersebut, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan tidak akan dilakukan pemanggilan sebagai saksi dalam perkara dimaksud," kata Ketut dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/10/2023).
Ketut mengatakan justru Zulhas memberikan kesempatan untuk membuka kasus ini secara objektif dan transparan.
Selain itu, Zulhas memberikan akses kepada tim penyidik Kejagung untuk melakukan penggeledahan dalam rangka mengumpulkan alat bukti pada Selasa (3/10).
"Dan untuk diketahui, perkara ini adalah kebijakan yang telah dilaksanakan sejak 2015, dilakukan secara melawan hukum dan berpotensi menyebabkan kerugian negara dan perekonomian negara," ucap Ketut.