DEMOCRAZY.ID - Kedudukan Letnan Kolonel (Letkol) TNI Teddy Indra Wijaya yang menjabat sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) belakangan menjadi sorotan publik, setelah sebelumnya diterpa isu kenaikan pangkat yang begitu cepat.
Sebagian kalangan menganggap Teddy yang menduduki Seskab melanggar aturan karena prajurit TNI hanya boleh mengisi jabatan sipil di 15 instansi saja, Seskab tak termasuk.
Namun belakangan terungkap bahwa pada November 2024 telah terbit Peraturan Presiden (Perpres) yang memindahkan posisi Seskab berada di bawah Sekretaris Militer Presiden (Setmilpres).
Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE), Anton Aliabbas menjelaskan perubahan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 148 Tahun 2024 tentang Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) yang menyebutkan posisi Seskab berada di bawah Sekretaris Militer Presiden (Setmilpres).
"Pasal 48 menyebutkan, Sekretariat Militer Presiden terdiri atas paling banyak empat biro dan Sekretaris Kabinet. Merujuk pada ketentuan tersebut, maka pos Seskab dapat ditempati oleh prajurit TNI aktif," ucap Anton saat dihubungi di Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Kemudian, lanjut dia, merujuk pada Daftar Inventaris Masalah (DIM) Pasal 47 ayat 1 RUU TNI, Setmilpres merupakan satu dari 15 pos yang dapat diisi oleh prajurit aktif.
Dengan demikian maka Seskab tetap dapat diduduki oleh prajurit aktif.
"Dan saya pikir, keputusan pensiun dini atau tidak akan dikembalikan lagi kepada Letkol Teddy. Namun, jika merujuk pada ketentuan yang ada, pos Seskab memang dibolehkan untuk diisi prajurit aktif," tuturnya.
Tak hanya itu, terkait kenaikan pangkat Teddy, ia menyatakan bila mencermati Sprin Kasad No Sprin/674/II/2025, maka sebenarnya kenaikan pangkat Teddy menjadi Letkol sudah memiliki pijakan normatif yang bisa dipahami.
Pertama, kata Anton, kewenangan kenaikan pangkat irreguler sejatinya dimiliki Panglima TNI.
Hal ini juga bisa dilihat dari pemberian kenaikan pangkat luar biasa pada prajurit lain sebelumnya.
"Yang namanya diskresi, tentu faktor subjektivitas tidak bisa dihindari. Dan ini memang bisa saja membuka ruang polemik," ungkapnya.
Kedua, pemberian kenaikan pangkat ini juga sudah mendengarkan pertimbangan dari pimpinan TNI AD yang notabene adalah pembina satuan di matra darat.
Ketiga, kenaikan pangkat ini juga tidak lepas dari konsekuensi adanya reposisi Seskab dan perubahan struktur di dalam Kemensetneg sendiri, di mana posisi Seskab tidak lagi berdiri sendiri.
Terlepas dari perdebatan kualifikasi, langkah ini memang harus ambil oleh seorang Panglima TNI. Justru, Anton menilai, akan dilihat aneh, jika tidak ada penyesuaian kepangkatan terhadap Seskab yang kesehariannya ikut melekat pada presiden.
Guna menghindari polemik berkepanjangan dan menimbulkan keresahan terutama internal TNI, dirinya menyarankan ada baiknya situasi ini dijadikan momentum untuk menata kembali pola manajemen pembinaan karir personel.
"Perbaikan ke depan hendaknya lebih mengembangkan penerapan asas keterbukaan, akuntabel dan terencana termasuk dalam hal penggunaan diskresi pimpinan. Hal ini menjadi penting agar tata kelola manajemen karir personel tidak digambarkan sebagai sesuatu yang 'gelap' dan menerapkan favoritisme," tandasnya.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menilai Perpres Nomor 148 Tahun 2024 tidak mematuhi asas-asas hukum secara benar dan bertentangan dengan Undang-undang (UU).
"(Perpres) itu lemah dan tidak mematuhi asas-asas hukum yang benar. Salah satunya adalah Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori. Asas ini berarti peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Perpres itu bertentangan dengan UU dan harus dicabut," tegas Usman saat dihubungi di Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Ia menjelaskan, asas ini berkaitan dengan tata urutan peraturan perundang-undangan atau hierarki peraturan perundang-undangan yang saat ini diatur dalam UU 12/2011 yang telah diubah dengan UU 15/2019 dan UU 13/2022.
Menurut Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011, tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah UUD 1945, kemudian ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR), lalu UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Selain itu, bila mengacu pada UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI Pasal 47, Usman menilai jelas sekali pengangkatan Teddy telah melanggar UU ini.
Disebutkan, kantor Seskab tidak termasuk dalam 15 kantor sipil yang dikecualikan untuk bisa diduduki oleh prajurit TNI aktif. Adapun 15 lembaga yang bisa dijabat prajurit aktif TNI:
1. Koordinator Bid Polkam
2. Pertahanan Negara
3. Setmilpres
4. Inteligen Negara
5. Sandi Negara
6. Lemhannas
7. DPN
8. SAR Nasional
9. Narkotika Nasional
10. Kelautan dan Perikanan
11. BNPB
12. BNPT
13. Keamanan Laut
14. Kejagung
15. Mahkamah Agung
Sumber: Inilah