Ijazah Jokowi dan Kedunguan UGM: 'Mengapa Publik Masih Meragukan?'
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
Lagi dan lagi, bangsa ini disibukkan oleh diskursus yang tak kunjung selesai: keabsahan ijazah Joko Widodo.
Perdebatan yang seharusnya bisa diakhiri dengan satu langkah sederhana justru terus berkembang, semakin meruncing, dan malah diperkeruh oleh institusi yang seharusnya menjadi pilar intelektualitas bangsa—Universitas Gadjah Mada (UGM).
UGM kembali menunjukkan sikap yang dapat dikategorikan sebagai “kedunguan intelektual.”
Alih-alih bersikap terbuka dan akademis dalam merespons pertanyaan publik, mereka justru seolah bertindak sebagai benteng politik yang menutup diri dari kritik.
Padahal, sejumlah ahli telah menyatakan dengan berbagai analisis bahwa terdapat indikasi kuat mengenai ketidakaslian ijazah Jokowi.
Namun, alih-alih merespons dengan transparan dan akademis, UGM justru menepis pendapat tersebut dengan argumen yang tak lebih dari sekadar pernyataan tanpa pembuktian.
Seharusnya, dalam ranah akademik, segala bentuk klaim harus bisa diuji dan diverifikasi dengan metode ilmiah.
Jika memang ijazah itu asli, maka cara paling mudah untuk membungkam segala tuduhan adalah dengan memperlihatkan dokumen aslinya kepada publik.
Tidak perlu pernyataan-pernyataan emosional atau klaim sepihak dari institusi. Bukankah akademisi harus menjunjung tinggi keterbukaan dan objektivitas?
Publik hanya meminta satu hal: transparansi. Hey Jokowi, hanya kamu yang bisa membungkam semua tuduhan itu.
Perlihatkan ijazah aslimu, tunjukkan kepada rakyat yang selama ini mempertanyakan keabsahan status akademismu. Jika memang benar, tidak ada yang perlu disembunyikan.
Pertanyaan mendasar yang terus bergulir adalah: mengapa hal sederhana seperti ini tak kunjung dilakukan?
Mengapa UGM memilih jalur pernyataan tanpa bukti ketimbang menghadirkan dokumen otentik yang bisa diverifikasi oleh pihak independen? Sikap ini justru semakin menumbuhkan kecurigaan di tengah masyarakat.
Bukannya menyelesaikan perdebatan, UGM justru semakin memantik api kontroversi.
Dalam era keterbukaan informasi, setiap bentuk penyangkalan tanpa bukti hanya akan berbalik menjadi bumerang.
Masyarakat semakin kritis dan tidak bisa begitu saja diyakinkan hanya dengan pernyataan formal.
Satu-satunya jalan untuk mengakhiri diskursus ini adalah dengan bukti konkret.
Dan selama bukti itu tidak pernah diperlihatkan, jangan salahkan rakyat jika kecurigaan semakin menguat.
Apakah ini akan menjadi sejarah panjang penuh ketidakpastian?
Atau akan ada keberanian untuk membuktikan yang benar dan meluruskan yang salah? Jawabannya hanya ada di tangan satu orang: Joko Widodo.
***
Forum Alumni Kampus Seluruh Indonesia: Perjuangan Hukum Ungkap Jokowi Berijazah Palsu Harus Terus Dilakukan!
DEMOCRAZY.ID - Ada hal menarik dan kembali menguncang atensi publik, yaitu tentang ijazah palsu mantan presiden Jokowi.
Kenapa masih menjadi sorotan (serious attention) publik, padahal dia sudah lengser tahun lalu?
Karena bisa menjadi bencana besar (tragedi) bagi bangsa dan republik ini.
Masih menjadi misteri, karena sampai saat ini dia tidak juga bisa membuktikan keaslian ijazah sarjananya selama 10 tahun terakhir menjadi presiden RI.
Pengacara kondang yang juga Presidium Forum Alumni Kampus Seluruh Indonesia (AKSI) Juju Purwantoro menyatakan hal itu kepada KBA News, Kamis, 13 Maret 2025.
Menurutnya, kerusakan yang Indonesia alami selama 10 tahun ini karena sikap tidak profesionalnya KPU dalam meneliti keaslian dokumen yang mereka terima dari seorang Capres. Akibatnya rakyat yang menderita.
Dikatakannya, dia dan rekan-rekan Advokat sudah tiga kali berusaha mencari bukti melalui peradilan tentang keaslian atau ada tidaknya ijazah asli Jokowi.
Upaya tersebut telah dilakukan melalui lembaga peradilan perdata (2 kali) di PN Jakpus sejak Oktober 2022, dan gugatan kedua pada April 2024.
Upaya juga dilakukan dalam sidang Pidana pada akhir 2022, di Solo tentang ijazah palsu Jokowi terhadap Bambang Tri dan Ustadz Gus Nur.
“Sangat memilukan dan memalukan, Jokowi dengan kekuasaan yang dimilikinya mencengkeram peradilan dengan sangat ketat. Sampai saat ini tidak sekalipun dapat ditunjukkan atau dibuktikan keberadaan atau keaslian ijazah Jokowi tersebut. Tuntutan kita, agar pengadilan menunjukkan ijazah aslinya tidak dikabulkan,” kata Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) itu.
Banyak keanehan yang terlihat. Pengacaranya cuma mampu menunjukkan fotokopi ijazah tetapi tidak bisa memberikan dokumen asli.
Karena itu, Patut mendapat perhatian serius apa yang telah diungkapkan oleh DR Eng Rismon Sianipar dalam Channel Balige Academy baru- baru ini, yang menjelaskan tentang model huruf komputer berbasis tahun.
Beliau mengamati dan menjelaskan model huruf yang digunakan dalam tulisan ijazah Sarjana Kehutanan UGM milik Joko Widodo.
“Jokowi, jelasnya telah lulus dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985, seyogianya format huruf cetakan dalam ijazahnya masih menggunakan sistem operasi DOS atau Disc Operating System.
Sedangkan sistem operasi Windows baru digunakan setelah tahun 1987. Sementara itu dalam fotocopi ijazah Jokowi yang beredar, format hurufnya sudah menggunakan sistem operasi Windows dengan format huruf Times New Roman. Oleh karenanya patut diduga keras ijazah sarjana Jokowi adalah palsu,” tegasnya.
Sesuai Ketentuan Kelulusan
Pihak UGM melalui rektornya, Prof.dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D, dalam konperensi pers pada 11 Okotber 2022 di Gedung Pusat UGM, menegaskan bahwa “Presiden Indonesia, Joko Widodo, merupakan alumnus Program Studi S1 di Fakultas Kehutanan UGM angkatan tahun 1980. Joko Widodo dinyatakan lulus dari UGM pada tahun 1985 sesuai ketentuan dan bukti kelulusan yang dimiliki oleh UGM”.
Berdasarkan arsip dan catatan yang UGM miliki, menyatakan ijazah Jokowi adalah asli.
Anehnya, hal itu dijelaskan dan ditekankan pihak rektorat UGM tanpa memperlihatkan kopi ijazah aslinya dan bentuknya seperti apa.
”Masak Univeristas sebesar dan sekelas UGM tidak memiliki arsip tentang salinan atau kopi dari ijazah Alumninya. Ini aneh tetapi nyata,” kata salah seorang pengacara yang membela korban PSN PIK-2 yang sekarang sedang menggugat Aguan dkk secara perdata di PN Jakpus itu.
Jadi, tambahnya, sampai saat ini publik tetap curiga apakah Jokowi benar alumnus Fakultas Kehutanan UGM.
Termasuk juga tentang keberadaan (keaslian) ijazah yang dimilikinya.
Selama sidang pidana Bambang Tri dan Ustadz Gus Nur di PN Solo, juga tidak pernah ditunjukkan oleh JPU ijazah asli Jokowi.
JPU hanya mampu memperlihatkan copy ijazah yang dilegalisir tanpa mampu menunjukkan aslinya.
Sehubungan dengan ijazah palsu, tambah Juju, menurut Pasal 272 ayat (1) KUHP Ada hal menarik dan kembali menguncang atensi publik, yaitu tentang ijazah palsu mantan presiden Jokowi. Kenapa masih menjadi sorotan (serious attention) publik, padahal dia sudah lengser tahun lalu? Karena bisa menjadi bencana besar (tragedi) bagi bangsa dan republik ini. Masih menjadi misteri, karena sampai saat ini dia tidak juga bisa membuktikan keaslian ijazah sarjananya selama 10 tahun terakhir menjadi presiden RI.
Pengacara kondang yang juga Presidium Forum Alumni Kampus Seluruh Indonesia (AKSI) Juju Purwantoro menyatakan hal itu kepada KBA News, Kamis, 13 Maret 2025. Menurutnya, kerusakan yang Indonesia alami selama 10 tahun ini karena sikap tidak profesionalnya KPU dalam meneliti keaslian dokumen yang mereka terima dari seorang Capres. Akibatnya rakyat yang menderita.
Dikatakannya, dia dan rekan-rekan Advokat sudah tiga kali berusaha mencari bukti melalui peradilan tentang keaslian atau ada tidaknya ijazah asli Jokowi. Upaya tersebut telah dilakukan melalui lembaga peradilan perdata (2 kali) di PN Jakpus sejak Oktober 2022, dan gugatan kedua pada April 2024. Upaya juga dilakukan dalam sidang Pidana pada akhir 2022, di Solo tentang ijazah palsu Jokowi terhadap Bambang Tri dan Ustadz Gus Nur.
“Sangat memilukan dan memalukan, Jokowi dengan kekuasaan yang dimilikinya mencengkeram peradilan dengan sangat ketat. Sampai saat ini tidak sekalipun dapat ditunjukkan atau dibuktikan keberadaan atau keaslian ijazah Jokowi tersebut. Tuntutan kita, agar pengadilan menunjukkan ijazah aslinya tidak dikabulkan,” kata Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) itu.
Banyak keanehan yang terlihat. Pengacaranya cuma mampu menunjukkan fotokopi ijazah tetapi tidak bisa memberikan dokumen asli. Karena itu, Patut mendapat perhatian serius apa yang telah diungkapkan oleh DR Eng Rismon Sianipar dalam Channel Balige Academy baru- baru ini, yang menjelaskan tentang model huruf komputer berbasis tahun. Beliau mengamati dan menjelaskan model huruf yang digunakan dalam tulisan ijazah Sarjana Kehutanan UGM milik Joko Widodo.
“Jokowi, jelasnya telah lulus dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985, seyogianya format huruf cetakan dalam ijazahnya masih menggunakan sistem operasi DOS atau Disc Operating System. Sedangkan sistem operasi Windows baru digunakan setelah tahun 1987. Sementara itu dalam fotocopi ijazah Jokowi yang beredar, format hurufnya sudah menggunakan sistem operasi Windows dengan format huruf Times New Roman. Oleh karenanya patut diduga keras ijazah sarjana Jokowi adalah palsu,” tegasnya.
Sesuai ketentuan kelulusan
Pihak UGM melalui rektornya, Prof.dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D, dalam konperensi pers pada 11 Okotber 2022 di Gedung Pusat UGM, menegaskan bahwa “Presiden Indonesia, Joko Widodo, merupakan alumnus Program Studi S1 di Fakultas Kehutanan UGM angkatan tahun 1980. Joko Widodo dinyatakan lulus dari UGM pada tahun 1985 sesuai ketentuan dan bukti kelulusan yang dimiliki oleh UGM”.
Berdasarkan arsip dan catatan yang UGM miliki, menyatakan ijazah Jokowi adalah asli. Anehnya, hal itu dijelaskan dan ditekankan pihak rektorat UGM tanpa memperlihatkan kopi ijazah aslinya dan bentuknya seperti apa.”Masak Univeristas sebesar dan sekelas UGM tidak memiliki arsip tentang salinan atau kopi dari ijazah Alumninya. Ini aneh tetapi nyata,” kata salah seorang pengacara yang membela korban PSN PIK-2 yang sekarang sedang menggugat Aguan dkk secara perdata di PN Jakpus itu.
Jadi, tambahnya, sampai saat ini publik tetap curiga apakah Jokowi benar alumnus Fakultas Kehutanan UGM. Termasuk juga tentang keberadaan (keaslian) ijazah yang dimilikinya. Selama sidang pidana Bambang Tri dan Ustadz Gus Nur di PN Solo, juga tidak pernah ditunjukkan oleh JPU ijazah asli Jokowi. JPU hanya mampu memperlihatkan copy ijazah yang dilegalisir tanpa mampu menunjukkan aslinya.
Sehubungan dengan ijazah palsu, tambah Juju, menurut Pasal 272 ayat (1) KUHP “Setiap orang yang memalsukan atau membuat palsu ijazah atau sertifikat kompetensi dan dokumen yang menyertainya. Diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V (lima).
Sedangkan berdasarkan UU Sisdiknas Pasal 69 ayat (1) “Setiap orang yang menggunakan ijazah yang terbukti palsu, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500 juta. “Jokowi adalah mantan presiden RI, yang juga merupakan pejabat publik, sesuai UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Oleh karenanya dia dapat juga dijerat dengan UU tersebut.”
Harapan rakyat, tambahnya, semoga saja presiden Prabowo menaruh perhatian serius tentang kasus tersebut. Ini adalah salah satu kesempatan bagi presiden Prabowo untuk konsistensi tanpa pandang bulu dalam pemberantasan KKN, seperti digembar- gemborkannya selama ini. Presiden Prabowo juga harus mengevaluasi jabatan Jokowi sebagai penasehat di Badan Pengelola Investasi Danantara,” demikian Juju Purwantoro.
Sedangkan berdasarkan UU Sisdiknas Pasal 69 ayat (1) “Setiap orang yang menggunakan ijazah yang terbukti palsu, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500 juta."
“Jokowi adalah mantan presiden RI, yang juga merupakan pejabat publik, sesuai UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Oleh karenanya dia dapat juga dijerat dengan UU tersebut.”
"Harapan rakyat, tambahnya, semoga saja presiden Prabowo menaruh perhatian serius tentang kasus tersebut. Ini adalah salah satu kesempatan bagi presiden Prabowo untuk konsistensi tanpa pandang bulu dalam pemberantasan KKN, seperti digembar- gemborkannya selama ini. Presiden Prabowo juga harus mengevaluasi jabatan Jokowi sebagai penasehat di Badan Pengelola Investasi Danantara,” demikian Juju Purwantoro.
Sumber: KBANews