CATATAN HUKUM KRIMINAL POLITIK

Blending vs Oplosan: 'Ketika Permainan Kata Mencoba Menutupi Korupsi'

DEMOCRAZY.ID
Maret 03, 2025
0 Komentar
Beranda
CATATAN
HUKUM
KRIMINAL
POLITIK
Blending vs Oplosan: 'Ketika Permainan Kata Mencoba Menutupi Korupsi'


Blending vs Oplosan: 'Ketika Permainan Kata Mencoba Menutupi Korupsi'


Oleh: Ali Syarief

Akademisi


Di Indonesia, praktik pencampuran bahan bakar kembali menjadi sorotan setelah muncul pernyataan kontroversial dari Kejaksaan Agung dan Pertamina. 


Kejaksaan menggunakan istilah “oplosan” dalam kasus dugaan korupsi di sektor energi, sementara Pertamina membela diri dengan menyebut proses tersebut sebagai “blending.” 


Sekilas, dua istilah ini tampak serupa, namun perbedaan makna yang terkandung di dalamnya justru membuka celah bagi manipulasi kebenaran.


Oplosan: Konotasi Kecurangan dan Bahaya

Dalam pemahaman umum, “oplosan” identik dengan tindakan mencampur sesuatu secara tidak sah, sering kali demi keuntungan pribadi tanpa mempertimbangkan standar atau keselamatan. 


Dalam kasus bahan bakar, istilah ini merujuk pada pencampuran yang dilakukan di luar prosedur resmi, biasanya dengan bahan tambahan yang lebih murah dan berpotensi merugikan kualitas serta keamanan. 


Istilah ini membawa citra negatif, menandakan adanya unsur kecurangan dan potensi pelanggaran hukum.


Ketika Kejaksaan menggunakan istilah ini dalam konteks dugaan korupsi, pesan yang disampaikan cukup jelas: ada indikasi penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. 


Oplosan mengacu pada praktik yang mencederai integritas bisnis serta melibatkan keuntungan pribadi atau kelompok tertentu dengan mengorbankan kepentingan publik.


Blending: Permainan Kata untuk Melunakkan Makna?

Sebaliknya, Pertamina menggunakan istilah “blending” sebagai upaya membenarkan praktik pencampuran yang dilakukan. 


Dalam industri energi, blending memang merupakan istilah teknis yang sah dan digunakan untuk mencampur berbagai jenis bahan bakar guna mencapai kualitas tertentu yang telah ditetapkan sesuai regulasi. 


Namun, ketika istilah ini digunakan sebagai tameng untuk menggugurkan dugaan korupsi, maka maknanya menjadi kabur.


Blending seharusnya dilakukan dalam koridor hukum dan standar industri yang jelas. Jika pencampuran dilakukan secara ilegal atau tanpa pengawasan yang memadai, maka praktik tersebut lebih mendekati oplosan daripada blending. 


Namun, dengan penggunaan istilah yang lebih netral bahkan berkonotasi profesional, ada upaya untuk mengalihkan narasi dari potensi pelanggaran menjadi sekadar prosedur bisnis biasa.


Blending Sebagai Celah untuk Menggugurkan Korupsi Oplosan

Pernyataan dari Pertamina seolah ingin menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran karena pencampuran yang dilakukan adalah “blending,” bukan “oplosan.” 


Ini menjadi persoalan serius karena bahasa yang digunakan dapat mempengaruhi persepsi publik dan bahkan proses hukum itu sendiri.


Jika blending dijadikan tameng, maka potensi korupsi dapat dengan mudah terabaikan. 


Pelaku bisa bersembunyi di balik terminologi teknis untuk melegitimasi tindakan yang sebenarnya merugikan negara. 


Hal ini bukan sekadar permainan kata, tetapi bagian dari strategi untuk melemahkan upaya pemberantasan korupsi dengan membingkai ulang masalah dalam istilah yang lebih netral atau bahkan positif.


Bahaya Normalisasi Manipulasi Bahasa

Permainan kata dalam kasus ini mencerminkan bagaimana bahasa bisa menjadi alat politik dan hukum untuk membelokkan realitas. 


Normalisasi istilah seperti “blending” dalam konteks dugaan korupsi dapat menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di Indonesia. 


Jika tidak dikritisi, bukan tidak mungkin di masa depan istilah-istilah lain akan digunakan untuk mengaburkan tindakan melanggar hukum, menghindarkan pihak tertentu dari pertanggungjawaban, serta mengaburkan keadilan bagi masyarakat.


Dalam negara yang masih berjuang melawan korupsi, penting bagi publik untuk tidak hanya melihat fakta secara permukaan, tetapi juga memahami bagaimana narasi dibentuk untuk menutupi kebenaran. 


Jangan sampai permainan kata menjadi alat bagi pelaku korupsi untuk terus mengelabui hukum dan merampas hak rakyat. Oplosan tetaplah oplosan, meskipun diberi nama blending. ***


Sumber: FusilatNews

Penulis blog