'Bentuk Tim Pencari Fakta (TPF) Ijazah Palsu Jokowi!'
Oleh: M Rizal Fadillah
Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Ditanya wartawan soal tuduhan ijazah palsu jawaban Jokowi hal itu fitnah murahan lalu berdalih: “siapa berdalil, harus membuktikan” rupanya dalih ini sama dengan Otto Hasibuan saat “menyerang” Eggi Sudjana.
Oto-isme Jokowi merupakan dalil murahan. Kelicikan sempurna dalam menyembunyikan kelemahan.
10 tahun berkuasa menjadi Presiden dengan menipu rakyat. Merasa tidak perlu bertanggungjawab kepada siapapun.
Tuhan pun dicoba untuk ditipu dengan kedurjanaannya. Sungguh ini wajah manusia yang penuh dengan kepalsuan.
Pengecut dan selalu berlindung pada kedunguan dan mistik-mistik. Jokowi itu Presiden bukan warga biasa. Wajar jika warga minta bukti segala keabsahan.
Kalau memang ada, maka artinya Jokowi telah menyembukan dokumen yang patut menjadi “milik publik”.
Jika rakyat gaduh, gelisah dan gundah bahwa Presidennya diragukan memiliki ijazah asli, bukan rakyat yang harus membuktikan.
Ijazahnya itu “ada” di tangan Presiden. Seharusnya tenangkan rakyat melalui iikad baik dengan menunjukkan ijazah asli “miliknya” itu. Gitu aja kok repot, mengutip Gus Dur.
Ketika ijazah palsu Jokowi masuk ke kasus pidana baik di Solo saat mendakwa Bambang Tri dan Gus Nur, maupun pengaduan TPUA ke Bareskrim maka penyidik lah yang harus membuktikan.
Di tingkat PN Solo terungkap sebagai fakta persidangan bahwa penyidik tidak pernah melihat ijazah asli Jokowi. JPU juga demikian.
Saat mediasi dalam kasus perdata PN Jakpus diharapkan muncul ijazah asli UGM Jokowi, ternyata ijazah itu tetap gaib.
Momen pembuktian kedua pihak yang ditunggu melalui pemeriksaan pokok perkara, tidak terjadi.
PN Jakpus cepat menutup kasus dengan NO bahwa PN Jakpus tidak berwenang. Sungguh luar biasa permainan menyembunyikan kebenaran dan kejujuran tersebut.
Otto pun muncul membayang-bayang kasus, lalu Jokowi mengambil ilmu Otto Hasibuan untuk dalih ngelesnya.
Siapa yang mendalilkan ijazah Jokowi palsu, maka ia harus membuktikan.
Jokowi tetap menyembunyikan ijazah yang tidak ada aslinya itu. Perburuan dipastikan akan tetap berlanjut.
15 April Rektor UGM ditantang untuk bertarung soal keaslian skripsi dan ijazah Jokowi. DR Rismon, TPUA, dan elemen juang lain sudah siap untuk menghadapi.
Agar UGM tidak kehilangan muka, maka solusi terbaik adalah bentuk Tim Pencari Fakta yang merupakan gabungan dari unsur intitusi UGM, alumni sepert DR Rismon Sianipar, TPUA, dan elemen lain yang kredibel.
16 April Jokowi yang pasti dituntut. Siapkah menerima tamu untuk berdiskusi dan menunjukkan ijazah asli?
Atau ia akan kabur ke tempat gaib untuk membuat monumen kepalsuan diri yang abadi ?
Nampaknya ini akan menjadi hari akhir dari tipu-tipu manusia yang gemar ngeles (ngeles-man).
Desakan penting adalah agar Bareskrim Mabes Polri yang telah menerima pengaduan dan bukti-bukti untuk segera memeriksa berbagai pihak.
Rektor Ova, Dekan Sigit, mantan Rektor Pratikno, Kasmudjo, Jokowi dan pihak-pihak lain segera diminta keterangan hukum. Uji tinta dan Carbon-14 dating analysis. Minta pendapat ahli serta bukti-bukti pendukung.
Jika terbukti skripsi dan ijazah Jokowi itu palsu, maka imigrasi cegah kabur dan tangkap Jokowi. Proses penyidikan dimulai hingga pengadilan dijalankan.
Rakyat akan menonton dengan seksama pertanggungjawaban mantan Presiden tukang bohong yang kini jadi pesakitan itu.
Gibran sebagai Wapres tidak bisa menolong, Bobby Nasution sebagai Gubernur hanya bisa mengurut dada, Usman sebagai anggota MK hanya bisa berdo’a. Semua anggota keluarga terancam pula sanksi hukum lanjutannya.
Sebaiknya keluarga Jokowi segera berfoto bersama dulu, sebelum masing-masing akan sibuk dengan urusan hukumnya sendiri.
Era kejayaan Jokowi dan keluarga akan tamat. Lengser dari panggung sandiwara. Ada eforia dan duka disana. Tragedi cinta dari para penipu negara.
***