HOT NEWS HUKUM KRIMINAL PERISTIWA TRENDING

BEJAT! Polisi Predator Anak: Kapolres Ngada Cabuli 3 Bocah, Video Disebar Online

DEMOCRAZY.ID
Maret 11, 2025
0 Komentar
Beranda
HOT NEWS
HUKUM
KRIMINAL
PERISTIWA
TRENDING
BEJAT! Polisi Predator Anak: Kapolres Ngada Cabuli 3 Bocah, Video Disebar Online



DEMOCRAZY.ID - WAJAH Kepolisian Republik Indonesia sebagai lembaga penegak hukum kembali tercoreng oleh perangai anggotanya yang terjerat kasus asusia. 


Adalah Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.


Tak hanya itu, Alumnus SMA Taruna Nusantara angkatan ke-9 itu juga mereka aksi bejatnya, lalu videonya dikirim ke situs porno Australia. 


Kasus ini menambah daftar panjang keterlibatan anggota kepolisian di kasus kejahatan seksual.


Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia harus memecat Fajar sebagai polisi dan mengadilinya secara hukum pidana.


"Satu kata, pecat dan proses pidana. Itu sudah mempermalukan institusi penegak hukum dan negara," kata Bambang, Senin (11/3/2025).


Fajar saat ini menjalani pemeriksaan di Mabes Polri dan sudah dinonaktifkan dari jabatannya sebagai kapolres. 


Dia diduga mencabuli tiga anak berusia tiga tahun, 12 tahun, dan 14 tahun pada pertengahan 2024.


Kejahatan ini terungkap setelah adanya laporan dari otoritas Australia. 


Dalam laporan itu ditemukan video asusila anak yang diunggah ke situs porno. Hasil penelusuran, video itu diunggah dari Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.


Bambang menjelaskan, kekerasan seksual terhadap anak masuk kategori kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime dan the most serious crime atau kejahatan serius. Sehingga pelaku harus dijerat dengan pasal berlapis.


"Mulai pasal kejahatan seksual pada anak, pornografi, maupun Undang-Undang ITE," ujar Bambang.


Selain itu, kata Bambang, proses hukum harus dijalankan secara transparan tanpa berhenti di sidang etik internal. 


Dia mendorong agar proses pidana dan persidangan etik dilakukan secara paralel.


Dia menambahkan, karena kejadiannya sudah hampir setahun, maka polisi harus mengembangkan kasus ini dan menelusuri potensi anak-anak lain yang menjadi korban pencabulan Fajar.


"Investigasi harus tuntas dan menyeluruh. Agar tak memunculkan laporan baru lagi pada yang bersangkutan terkait kasus yang sama," tuturnya.


Sementara, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah mengatakan, perbuatan pelaku masuk dalam kategori tindak pidana perdagangan orang atau TPPO. 


Dia menjelaskan, TPPO bukan hanya tentang perdagangan orang, melainkan eksploitasi dengan tujuan mengambil keuntungan.


"Apalagi eksploitasi dan membuat konten untuk menghasilkan uang. Dan ini artinya salah satu bentuk baru atau lain tindakan pidana perdagangan orang," kata Ai Maryati.


Menurut Ai Maryati perbuatan pelaku adalah kejahatan yang serius. 


Maka dari itu, ia mendesak kepolisian menginvestigasi apakah pelaku mendapatkan keuntungan dari video yang dibuatnya, atau memiliki jaringan konten khusus kekerasan seksual terhadap anak.


Deretan polisi terjerat kasus asusila


Komisioner KPAI Dian Sasmita menegaskan bahwa pihaknya mengecam keras perbuatan pelaku yang merupakan seorang kapolres.


"Aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi anak namun telah melakukan kekerasan terhadap anak," kata Dian.


Sejatinya, kekerasan seksual yang melibatkan anggota kepolisian bukan hal baru. 


Catatan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menunjukan, pada periode Juli 2021 hingga 2022 Juni terdapat 18 kasus kekerasan seksual yang pelakunya adalah anggota polisi.


Fenomena ini berpotensi menjadi 'gunung es'. Pasalnya, tak menutup kemungkinan ada banyak kasus lainnya yang luput dari pemberitaan atau tidak dilaporkan. 


Sementara kasus kekerasan seksual terbaru lainnya yang melibatkan polisi terjadi di berbagai wilayah. 


Beberapa di antaranya kasus pelecehan seksual oleh Brigadir Polisi Achmal Subakti, anggota Polsek Tanjung Pandan terhadap seorang anak panti asuhan di Bangka Belitung. Ironisnya korban merupakan anak di bawah umur.


Oleh karena itu, KPAI mendesak adanya perbaikan dalam proses rekrutmen, pelatihan, serta pengawasan terhadap anggota kepolisian guna mencegah kejadian serupa terulang di masa depan. 


Peningkatan pengawasan itu khususnya terkait penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran etik yang harus menjadi prioritas agar kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum tetap terjaga.


"Sehingga institusi ini benar-benar menjadi pelindung masyarakat, bukan malah menjadi ancaman bagi anak-anak yang rentan," tegasnya.


Yang tak kalah penting, kata Dian, pemulihan kesehatan fisik dan mental bagi para korban juga harus terpenuhi. 


Negara harus hadir memastikan keamanan dan perlindungan selama proses hukum berlangsung.


"Termasuk memastikan hak restitusi korban dapat dipenuhi. Selain itu rehabilitasi psikologis dan sosial bagi korban yang komprehensif melibatkan para tenaga profesional sangat penting bagi anak," tegas Dian.


Untuk itu, KPAI akan berkoordinasi dengan lembaga terkait, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kementerian Sosial, serta UPTD PPA Nusa Tenggara Timur.


"Memastikan adanya langkah konkret dalam perlindungan hak-hak anak yang menjadi korban kekerasan," kata Dian.


Terlibat Narkoba


Selain diduga melakukan kasus pelecehan seksual anak di bawah umur, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja juga diperiksa Divpropam Polri terkait penyalahgunaan narkotika. 


Tapi, Divpropam belum mengumumkan hasil pemeriksaan terhadap Fajar.


“Hasil pemeriksaannya masih dalam proses. Nanti akan kami update melalui Propam hasilnya,” kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Sandi di Jakarta Selatan, Senin (10/3).


Sandi menjelaskan, Divpropam Polri bakal melakukan tindakan tegas terhadap polisi yang melanggar. 


Yang bersangkutan akan ditindak tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 


Sebaliknya, jika seorang personel yang berprestasi bakal diberikan promosi sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.


“Itu merupakan komitmen dari Bapak Kapolri karena transparansi dan akuntabilitas Polri ini menjadi tanggung jawab kepada publik,” tegasnya.


Sumber: Suara

Penulis blog