Akibat Sistem Iblis: 'Jokowi Bisa Jadi Presiden, Anaknya Jadi Wapres & Ketum Partai, Menantu Jadi Gubernur'
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
“Malaikatpun Bila Masuk Dalam System Ini Akan Menkadi Iblis” Mahfud MD
Jokowi, yang berawal dari Gubernur DKI Jakarta, melesat menjadi Presiden Republik Indonesia.
Setelah dua periode kepemimpinannya, pengaruhnya tidak luntur, melainkan justru semakin kuat.
Putranya, Gibran Rakabuming Raka, dengan mulus menduduki jabatan Wali Kota Solo, lalu secara instan melesat menjadi Wakil Presiden.
Menantu Jokowi, Bobby Nasution, yang sebelumnya tidak memiliki rekam jejak politik yang menonjol, kini menjabat sebagai Wali Kota Medan dan sedang dipersiapkan untuk menjadi Gubernur Sumatera Utara.
Anak bungsunya, Kaesang Pangarep, dalam waktu dua hari bisa menjadi Ketua Umum Partai Politik.
Bahkan, loyalis seperti Mayor Teddy, yang seharusnya tunduk pada garis komando militer, justru mendapatkan jabatan sipil dan kenaikan pangkat yang mencurigakan.
Fenomena ini menggambarkan bagaimana sistem pemerintahan kita telah dikooptasi oleh jaringan kekuasaan yang beroperasi dengan mekanisme serupa sistem iblis: licik, oportunis, dan menindas kepentingan rakyat demi melanggengkan dominasi kelompok tertentu.
Chaos Terstruktur dan Massif
Semua ini menciptakan kondisi chaos yang terstruktur dan massif. Keputusan politik tidak lagi dibuat berdasarkan kepentingan rakyat, tetapi atas dasar lobi-lobi elite yang berkepentingan menjaga status quo mereka.
Demokrasi yang seharusnya memberikan ruang bagi partisipasi publik justru dikendalikan oleh segelintir orang yang berkuasa.
Hukum tidak lagi menjadi alat keadilan, tetapi instrumen untuk membungkam oposisi dan mempertahankan dominasi oligarki.
Presidensial Semu, Parlementer Manipulatif
Indonesia seharusnya menerapkan sistem presidensial di mana eksekutif berdiri independen dari legislatif.
Namun, dalam praktiknya, presiden justru harus tunduk pada kehendak partai-partai besar di parlemen.
Koalisi besar yang didirikan bukan untuk menyeimbangkan kekuasaan, tetapi untuk memastikan bahwa semua keputusan yang menguntungkan elite dapat berjalan mulus tanpa hambatan oposisi yang berarti.
Sistem presidensial yang diharapkan dapat menghadirkan kepemimpinan tegas dan independen malah berubah menjadi sistem parlementer semu, di mana kepala negara harus berkompromi dengan oligarki politik yang menguasai parlemen.
Ironisnya, praktik nepotisme dan politik dinasti semakin melanggengkan dominasi ini.
Reformasi yang dulu diharapkan membebaskan negara dari cengkeraman otoritarianisme justru gagal membendung kerakusan elite politik yang kini bersekutu dengan kepentingan bisnis dan kapital asing.
Privatisasi Alam dan Korupsi di Semua Sektor
Lebih parah lagi, kerakusan elite ini tidak hanya mencakup kekuasaan politik, tetapi juga eksploitasi sumber daya alam.
Laut dan hutan mangrove yang seharusnya menjadi aset negara untuk kesejahteraan rakyat, malah disertifikasi dan dialihkan kepemilikannya kepada korporasi swasta.
Kepentingan bisnis lebih diutamakan dibandingkan keseimbangan ekologi dan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Dengan dalih investasi dan pembangunan, hak-hak rakyat atas tanah dan lingkungan semakin dipinggirkan.
Korupsi pun telah menjadi penyakit yang mengakar dalam semua aspek pemerintahan.
Pejabat karier dan politikus yang merangkap jabatan publik tidak lagi bekerja demi kepentingan rakyat, tetapi demi memperkaya diri sendiri dan kelompoknya.
Birokrasi yang seharusnya menjadi pilar administrasi negara justru menjadi sarang suap dan permainan kepentingan.
Para pejabat yang seharusnya berfungsi sebagai pelayan masyarakat malah bertransformasi menjadi predator yang menghisap anggaran negara demi keuntungan pribadi.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka Indonesia bukan hanya akan kehilangan esensi demokrasi, tetapi juga akan semakin jatuh ke dalam jurang otoritarianisme terselubung yang disamarkan dengan retorika populisme.
Masyarakat harus sadar bahwa sistem yang rusak ini tidak akan berubah jika rakyat tetap diam dan menerima ketidakadilan sebagai sesuatu yang normal.
Sistem iblis ini harus dilawan, bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan aksi nyata untuk merebut kembali kedaulatan rakyat dan menegakkan demokrasi yang sesungguhnya.
Indonesia bukan milik segelintir keluarga dan kroni politik. Indonesia adalah milik seluruh rakyat yang berhak mendapatkan keadilan, kesejahteraan, dan pemerintahan yang bersih dari korupsi dan nepotisme.
Saatnya melawan sistem iblis dan mengembalikan Indonesia kepada jalur yang benar. ***
NEPOTISME ALA JOKOWI
— JATAM Nasional (@jatamnas) February 28, 2025
Bekas Presiden RI Joko Widodo mewanti-wanti Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) harus dikelola oleh profesional yang ahli di bidang investasi. Menurut Jokowi, keterlibatan profesional dan ahli di BPI menjadi kunci kesuksesan,… pic.twitter.com/kY4sYjsLMZ
Sumber: FusilatNews