CATATAN POLITIK

'Ndasmu-Ndasku Dalam Nafsu Kemauanku dan Kemauanmu'

DEMOCRAZY.ID
Februari 17, 2025
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
'Ndasmu-Ndasku Dalam Nafsu Kemauanku dan Kemauanmu'


'Ndasmu-Ndasku Dalam Nafsu Kemauanku dan Kemauanmu'


Oleh: Sutoyo Abadi

Koordinator Kajian Politik Merah Putih 


SEJAK ditandatanganinya 23 Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara Indonesia dan Tiongkok dalam pertemuan Belt and Road Initiative (BRI) di Beijing pada 26 April 2019, muncul berbagai kekhawatiran mengenai dampak investasi asing terhadap kedaulatan ekonomi dan kepemilikan aset strategis di Indonesia.


Kesepakatan tersebut mencakup berbagai proyek infrastruktur, energi, dan pengembangan kawasan industri, yang disebut-sebut akan mempercepat pembangunan nasional. 


Namun, sebagian pihak mempertanyakan sejauh mana investasi ini menguntungkan rakyat Indonesia dan apakah ada risiko dominasi ekonomi oleh pihak asing.


Salah satu kebijakan yang menimbulkan perdebatan adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ).


Pemerintah menyatakan bahwa UU IKN bertujuan untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan Timur guna mengurangi beban Jakarta dan meningkatkan pemerataan pembangunan. 


Sementara itu, UU DKJ mengatur tata kelola Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota, dengan konsep aglomerasi yang mencakup Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur).


Namun, kritik muncul bahwa kebijakan ini justru membuka peluang bagi kelompok oligarki dan investor asing untuk menguasai kawasan strategis. 


Beberapa analis menyoroti bahwa dalam UU DKJ, Pasal 55 Ayat 3 menetapkan bahwa Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh Wakil Presiden, yang dianggap memberikan kewenangan besar terhadap pengelolaan kawasan tersebut.


Sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional (PSN), berbagai proyek infrastruktur dikembangkan, termasuk yang berlokasi di kawasan pesisir. 


Salah satunya adalah proyek Pantai Indah Kapuk (PIK), yang disebut-sebut sebagai salah satu bentuk investasi properti besar yang melibatkan pengusaha terkemuka.


Ada kekhawatiran bahwa proyek ini mengancam kedaulatan negara. Beberapa laporan menyebutkan bahwa kepemilikan lahan di kawasan pesisir semakin didominasi oleh kelompok sering, memicu pertanyaan tentang keberpihakan kebijakan ini terhadap rakyat (kaum pribumi)


Dalam konteks geopolitik, banyak negara mengkhawatirkan strategi ekspansi ekonomi Tiongkok yang dikenal sebagai lebensraum (perluasan wilayah ekonomi) dan frontier (penguasaan wilayah strategis untuk kepentingan ekonomi dan politik). 


Sejumlah analis berpendapat bahwa proyek-proyek infrastruktur yang didanai oleh Tiongkok bisa menjadi alat bagi negara tersebut untuk memperluas pengaruhnya untuk menguasai Nusantara.


Di Indonesia, proyek-proyek yang melibatkan Tiongkok, baik melalui skema Belt and Road Initiative (BRI) maupun investasi langsung, sering kali dikaitkan dengan potensi ketergantungan ekonomi. Jika tidak dikelola dengan baik, ada risiko mengancam kedaulatan nasional 


Presiden  Prabowo Subianto menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara investasi asing dan kedaulatan nasional. 


Pemerintah harus memastikan bahwa regulasi yang ada tidak justru merugikan kepentingan rakyat dan menguntungkan segelintir elit ekonomi (oligarki).


Pidato Presiden Prabowo Subianto di berbagai kesempatan  masih melayang kesana lemari, terperangkap bingkai narasi kosong Ndasmu - Ndasku dalam nafsu kemauanku dan kemauanmu.


Hilang fokus, tanpa langkah riil, jangan banyak omong, bertindak, berbuat, berpihak dan lindungi  masyarakat lokal (pribumi) dari bencana pengusiran dan pemusnahan menjadi kunci utama untuk memastikan bahwa rezim berjalan adil dan berkelanjutan. ***


Penulis blog