'Lu Lagi, Lu Lagi, Luhut!'
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
Di era Jokowi, nama Luhut Binsar Pandjaitan begitu lekat di telinga rakyat Indonesia. Hampir di setiap lini pemerintahan, dari sektor ekonomi hingga pertahanan, dari energi hingga infrastruktur, namanya selalu muncul sebagai aktor utama.
Tidak heran jika rakyat sampai di ubun-ubun muaknya, melihat satu orang memegang begitu banyak posisi strategis, seolah-olah negeri ini kekurangan sumber daya manusia yang mumpuni.
Kini, di bawah pemerintahan Presiden Prabowo, Luhut kembali diberi peran sebagai Penasehat Urusan Investasi.
Pertanyaannya, apakah ini pertanda bahwa pola lama akan terus berulang, atau ada harapan baru bagi tata kelola investasi di Indonesia?
Resonansi Kegagalan di Era Jokowi
Jika menelusuri berbagai kebijakan ekonomi dan investasi di era Jokowi, kita akan menemukan bahwa banyak kegagalan justru berkorelasi erat dengan kebijakan yang dijalankan Luhut.
Dari proyek-proyek infrastruktur yang serampangan, ketergantungan pada utang luar negeri, hingga kegagalan hilirisasi nikel yang lebih menguntungkan China daripada rakyat Indonesia—semuanya menjadi catatan buruk yang sulit dihapus.
Kegagalan ini bukan hanya kesalahan teknis, melainkan cerminan dari cara kerja dan pola pikir yang lebih mengedepankan akomodasi kepentingan investor besar daripada kesejahteraan rakyat.
Kini, dengan Prabowo menunjuk kembali Luhut sebagai penasehat investasi, masyarakat mulai mempertanyakan apakah strategi lama yang terbukti gagal masih akan dipertahankan.
Apakah ini indikasi bahwa investasi masih akan dikelola dengan cara-cara yang menguntungkan segelintir elit, atau ada gebrakan baru yang benar-benar menempatkan kepentingan bangsa di atas segalanya?
Esensi Masalah Investasi: Kebijakan Internal yang Cerdas
Investasi sejatinya adalah tentang bagaimana menciptakan lingkungan bisnis yang sehat, di mana semua pihak—baik investor, pemerintah, maupun rakyat—mendapatkan manfaat yang seimbang.
Persoalan utama dalam kebijakan investasi Indonesia bukan hanya soal menarik minat investor asing, tetapi bagaimana memastikan bahwa mereka tidak hanya meraup untung tanpa memberi kontribusi nyata bagi ekonomi domestik.
Selama ini, banyak kebijakan investasi lebih berorientasi pada memberikan insentif besar kepada investor asing, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap kemandirian ekonomi nasional.
Sebagai contoh, kebijakan hilirisasi yang digadang-gadang akan membawa manfaat besar bagi Indonesia justru lebih menguntungkan pihak asing karena lemahnya regulasi mengenai transfer teknologi dan penguatan industri lokal.
Alih-alih membawa nilai tambah bagi ekonomi Indonesia, hilirisasi malah menciptakan ketergantungan baru pada investor luar.
Jika Prabowo ingin membenahi sistem investasi di Indonesia, maka yang harus dilakukan bukan sekadar menunjuk sosok yang sama dari era sebelumnya, tetapi merombak kebijakan internal secara fundamental. Beberapa langkah yang perlu diambil antara lain:
1. Menciptakan Regulasi yang Adil dan Berkeadilan – Investor harus mendapatkan keuntungan, tetapi bukan dengan mengorbankan lingkungan dan tenaga kerja lokal. – Harus ada aturan ketat mengenai transfer teknologi dan keterlibatan industri nasional.
2. Mengurangi Ketergantungan pada Investor Asing – Mendorong investasi domestik dengan memberikan insentif bagi pelaku usaha lokal. – Mengembangkan industri berbasis inovasi dalam negeri agar Indonesia tidak hanya menjadi penyedia bahan mentah.
3. Memastikan Akuntabilitas dalam Pengelolaan Investasi – Transparansi dalam setiap perjanjian investasi agar rakyat tahu apa yang diberikan dan diterima oleh negara. – Mengurangi praktik monopoli dan konflik kepentingan yang selama ini terjadi dalam proyek-proyek strategis.
Kesimpulan: Waktunya Berubah, Bukan Mengulang
Penunjukan kembali Luhut sebagai Penasehat Urusan Investasi menunjukkan bahwa pola kekuasaan era Jokowi masih berlanjut di bawah Prabowo.
Namun, jika pemerintahan baru ingin menunjukkan perbedaan dan membawa perubahan yang lebih baik, maka kebijakan investasi harus difokuskan pada menciptakan ekosistem bisnis yang adil dan menguntungkan semua pihak.
Tidak cukup hanya menarik investor, tetapi harus ada kebijakan cerdas yang memastikan bahwa setiap rupiah yang masuk ke Indonesia benar-benar membawa manfaat bagi bangsa ini.
Rakyat sudah jengah dengan wajah-wajah lama yang terus bermunculan tanpa membawa perubahan berarti.
Jika kebijakan investasi hanya mengulang strategi gagal sebelumnya, maka Prabowo hanya akan meneruskan warisan kesalahan yang sama.
Kini saatnya membangun sistem yang lebih berkeadilan, bukan sekadar mendaur ulang nama yang itu-itu lagi. ***
Sumber: FusilatNews