Tercium 'Bau Kolusi' Dari Sikap Pemerintah Yang Enggan 'Membongkar' Pagar Laut di Tangerang
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
Sikap pemerintah yang enggan segera membongkar pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Tangerang menimbulkan kecurigaan publik.
Berbagai alasan yang dikemukakan, mulai dari prosedur penyegelan hingga penyelidikan pihak yang bertanggung jawab, seolah menjadi tameng untuk menunda tindakan konkret.
Padahal, dampak keberadaan pagar tersebut terhadap ribuan nelayan dan ekosistem pesisir sangat nyata. Apakah ini sekadar persoalan administratif, atau ada kolusi yang bermain di balik layar?
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebut bahwa pagar laut ini harus melalui prosedur penyegelan sebelum dibongkar.
Selanjutnya, penyelidikan dilakukan untuk mengidentifikasi pelaku yang bertanggung jawab.
Namun, narasi ini justru menimbulkan kesan bahwa pemerintah lebih memilih bermain aman daripada bertindak tegas.
Ketika pelanggaran terhadap ruang laut dan ketidakadilan terhadap masyarakat pesisir sudah jelas terlihat, mengapa perlu menunggu waktu lebih lama?
Proyek Reklamasi yang Terselubung?
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, dalam berbagai kesempatan sering menyoroti proyek reklamasi sebagai rencana yang dirancang matang dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk melibatkan jaringan kekuasaan.
Dugaan ini semakin relevan jika melihat bagaimana pemerintah cenderung lamban dalam merespons keberadaan pagar laut yang jelas-jelas melanggar aturan.
Pagar laut tersebut diduga dipasang tanpa izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL), sebuah pelanggaran serius yang seharusnya ditindak tegas.
Proyek-proyek besar seperti reklamasi sering kali tidak muncul secara spontan. Ia lahir dari kajian yang melibatkan kepentingan ekonomi, politik, dan kelompok tertentu.
Jika pagar laut ini benar merupakan bagian dari proyek reklamasi terselubung, maka keberadaannya bukanlah sekadar pelanggaran administratif, melainkan upaya sistematis untuk menguasai ruang laut demi keuntungan segelintir pihak.
Dugaan ini semakin kuat mengingat proyek serupa sudah menjadi isu besar sejak era Presiden Jokowi.
Warisan Era Jokowi
Selama masa pemerintahan Presiden Jokowi, proyek-proyek infrastruktur berskala besar menjadi prioritas.
Meski membawa dampak positif pada beberapa sektor, pendekatan ini juga menimbulkan berbagai persoalan, termasuk dugaan penyimpangan dan pengabaian kepentingan masyarakat kecil.
Pagar laut di Tangerang, yang berdampak langsung pada 3.888 nelayan dan 500 penangkar kerang, menjadi salah satu contoh nyata.
Apakah proyek ini merupakan warisan kebijakan era Jokowi yang terus berjalan tanpa pengawasan ketat?
Tidak dapat dimungkiri, reklamasi kerap menjadi ladang subur bagi praktik kolusi dan nepotisme.
Keputusan-keputusan strategis yang diambil sering kali didasarkan pada keuntungan politik dan ekonomi jangka pendek, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi masyarakat pesisir dan lingkungan.
Sikap pemerintah yang lambat dalam menangani persoalan pagar laut ini seolah menjadi indikator bahwa kebijakan tersebut tidak sepenuhnya bebas dari campur tangan kepentingan tertentu.
Menggugat Keberpihakan Pemerintah
Ketidakjelasan sikap pemerintah dalam membongkar pagar laut ini semakin mempertegas pertanyaan tentang keberpihakan mereka.
Jika alasan yang diberikan hanya berkutat pada prosedur dan penyelidikan, maka publik berhak mencurigai adanya upaya untuk melindungi pihak-pihak tertentu.
Keberadaan pagar ini tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga mencerminkan ketidakadilan struktural yang terus berulang.
Sebagai penegak hukum di ruang laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan seharusnya bertindak lebih tegas dan transparan.
Penyegelan saja tidak cukup untuk memulihkan kepercayaan masyarakat. Dibutuhkan langkah konkret berupa pembongkaran pagar dan penegakan hukum terhadap pihak yang bertanggung jawab.
Tanpa itu, pemerintah hanya akan memperkuat dugaan bahwa ada kolusi yang melindungi kepentingan segelintir elit di balik proyek ini.
Kesimpulan
Keberadaan pagar laut di Tangerang bukan sekadar persoalan teknis atau administratif. Ia adalah simbol dari persoalan yang lebih besar: praktik kolusi dan pengabaian terhadap hak masyarakat kecil.
Sikap pemerintah yang enggan bertindak tegas hanya akan memperburuk kepercayaan publik terhadap integritas kebijakan negara.
Jika benar bahwa proyek ini merupakan bagian dari rencana besar yang dirancang sejak era Jokowi, maka tanggung jawab moral dan politik pemerintah saat ini menjadi semakin besar.
Membongkar pagar laut bukan hanya soal menegakkan aturan, tetapi juga soal membela keadilan dan keberlanjutan ekosistem pesisir.
Sumber: FusilatNews