POLITIK

Surat Perintah Solo 13 Oktober: Presiden Prabowo Diduga Ditekan Oligarki dan Jokowi, Ada Apa?

DEMOCRAZY.ID
Januari 13, 2025
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Surat Perintah Solo 13 Oktober: Presiden Prabowo Diduga Ditekan Oligarki dan Jokowi, Ada Apa?



DEMOCRAZY.ID - Belakangan ini, isu tekanan politik terhadap Presiden Prabowo Subianto kembali mencuat.


Said Didu, mantan Sekretaris Kementerian BUMN, menyampaikan pandangannya tentang dugaan intervensi Joko Widodo (Jokowi) dan oligarki terhadap Prabowo.


Menurut Said Didu, pada 11 Oktober 2024, terjadi pertemuan penting di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang melibatkan Jokowi, oligarki, dan pihak terkait.


Pertemuan ini diduga merumuskan strategi politik yang harus dijalankan oleh Prabowo Subianto.


“Pertemuan di IKN itulah yang membahas langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan Prabowo,” ungkap Said Didu dikutip dari channel Youtube Roy, Minggu 12 Januari 2025.


Informasi tersebut diklaim diperoleh langsung dari seorang narasumber yang hadir dalam pertemuan tersebut.


Said Didu juga menyinggung istilah “Surat Perintah Solo 13 Oktober” sebagai simbol tekanan besar yang diterima Prabowo setelah pertemuan di IKN.


Ia bahkan menyebut perintah ini memiliki dampak yang lebih signifikan dibandingkan Supersemar 1966 atau Dekrit Presiden 1959.


Pada tanggal tersebut, Prabowo dilaporkan menemui Presiden Jokowi dan putranya, Gibran Rakabuming Raka, di Solo.


Pertemuan ini menjadi sorotan karena dinilai menandai adanya pengaruh besar Jokowi dalam pengambilan keputusan Prabowo.


Said Didu menyampaikan kekhawatirannya terhadap perubahan sikap Prabowo, yang dinilai tidak lagi sesuai dengan visi awalnya seperti tertuang dalam buku Paradoks Indonesia.


Dalam buku tersebut, Prabowo mengkritik penguasaan ekonomi oleh oligarki dan bertekad untuk memulihkan kedaulatan rakyat.


Namun, Said menilai bahwa tindakan Prabowo belakangan ini justru bertentangan dengan visi tersebut.


“Paradoks yang dulu ia kritik kini malah menjadi bagian dari dirinya,” ujar Said Didu.


Said Didu juga menyinggung peran Gibran Rakabuming Raka, yang disebut-sebut sebagai bagian dari upaya mempertahankan kekuasaan oleh kelompok oligarki.


Ia menyebut Gibran sebagai "generasi boneka" yang akan terus digunakan untuk melanggengkan pengaruh oligarki di Indonesia.


Pernyataan Said Didu ini menuai beragam respons dari masyarakat.


Banyak pihak yang mendukung pandangannya, namun tak sedikit pula yang menganggap pernyataan tersebut sebagai spekulasi politik tanpa bukti konkret.


Dinamika politik antara Prabowo Subianto, Presiden Jokowi, dan kelompok oligarki terus menjadi sorotan.


Sementara itu, masyarakat berharap agar para pemimpin politik tetap mengutamakan kepentingan rakyat di tengah tantangan demokrasi yang semakin kompleks.


👇👇


[VIDEO]




Sumber: PorosJakarta

Penulis blog