DEMOCRAZY.ID - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Said Abdullah menyatakan pihaknya akan tunduk dan patuh terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 62/PUU-XXII/2024 tentang penghapusan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).
Dimana syarat pencalonan presiden dan wakil presiden dengan ambang batas minimal 20 persen resmi ditiadakan.
“Atas putusan ini, maka kami sebagai bagian dari partai politik sepenuhnya tunduk dan patuh, sebab Putusan MK bersifat final dan mengikat,” kata Said dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (3/1/2025).
Said mengatakan dalam pertimbangan putusan MK tersebut, mereka juga memerintahkan pemerintah dan DPR untuk merevisi undang-undang.
Revisi ini ditujukan agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak, dimana berpeluang merusak hakikat pilpres langsung oleh rakyat.
“MK dalam pertimbangannya meminta pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional, namun tetap memperhatikan hal-hal seperti; semua parpol boleh berhak mengusulkan capres dan cawapres,” ucapnya.
Said menjelaskan usulan tersebut tidak berdasarkan persentase kursi DPR atau suara sah nasional, namun pengusulan pasangan capres dan cawapres itu dapat dilakukan gabungan partai politik, dengan catatan tidak menyebabkan dominasi partai atau gabungan partai yang menyebabkan terbatasnya pasangan capres dan cawapres.
“MK memerintahkan agar pembuat undang-undang melibatkan partisipasi semua pihak, termasuk partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR,” ujar Said.
“Atas pertimbangan dalam putusan amar diatas, tentu kami akan menjadikannya sebagai pedoman nanti dalam pembahasan revisi undang-undang pemilu antara pemerintah dan DPR,” jelasnya, melanjutkan.
Di sisi lain, ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini juga menegaskan, parlemen memiliki semangat untuk memperkuat dukungan politik terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih melalui pembahasan pasal tersebut.
Sebab dengan dukungan DPR yang kuat, maka agenda kebijakan, anggaran, dan legislasi dari pasangan presiden dan wakil presiden terpilih dapat berjalan dengan lancar karena dukungan DPR yang kuat.
“Dengan lahirnya putusan MK ini, maka kami akan menggunakan mekanisme perekayasaan konstitusional yang diperintahkan oleh MK melalui mekanisme kerjasama atau koalisi partai dalam pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dengan mengatur mekanisme kerjasama partai, dengan tanpa mengurangi hak setiap partai untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden, maka presiden dan wakil presiden terpilih tetap akan memiliki dukungan politik yang kuat di DPR,” tuturnya.
Diketahui, kabar baik bagi para partai politik yang selama ini terganjal dengan ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold) 20 persen.
Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi menghapus ketentuan ini, usai mengabulkan gugatan bernomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan putusan.
Dia menjelaskan, dikabulkan permohonan tersebut karena norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 1945.
Adapun Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi, "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya."
Pada poin putusan berikutnya Suhartoyo menyatakan, "pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau suara sah secara nasional."
Dalam proses putusan, dua dari sembilan hakim konstitusi, yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic dinyatakan memiliki pendapat berbeda.
Menurut Suhartoyo, keduanya menyatakan pemohon tak memiliki legal standing.
Putusan ini jadi kado tahun baru bagi para partai politik yang tak memiliki perolehan suara sebanyak partai besar pada pemilu sebelumnya, tetapi ingin mencalonkan jagoannya.
Sumber: Inilah