DEMOCRAZY.ID - Pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 didesak untuk bersikap profesional dalam mengusut dugaan kasus korupsi yang melibatkan Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi) beserta keluarganya.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf, menegaskan meskipun pimpinan KPK saat ini dipilih melalui proses seleksi di era pemerintahan Presiden Jokowi, mereka tetap harus menjalankan tugas dengan independen dan profesional.
"Harus profesional pimpinan KPK itu. Jokowi memilih mereka karena presiden mendapatkan wewenang dari rakyat, bukan atas pribadi. Kalau Jokowi sebagai presiden tidak mendapatkan kewenangan rakyat, Jokowi tidak bisa memilih mereka," kata Hudi saat dihubungi di Jakarta, Rabu (8/1/2025).
Hudi menekankan, KPK tidak boleh enggan memanggil Jokowi maupun keluarganya untuk mengusut dugaan kasus korupsi tersebut.
Apalagi, Jokowi yang kini tidak lagi menjabat sebagai kepala negara sudah berstatus warga negara biasa, sehingga harus diperlakukan sama di mata hukum.
"KPK jangan alergi untuk memanggil mantan presiden, yang namanya mantan kan sudah warga negara biasa. Oleh karena itu, jangan sampai masyarakat menjadi resah, seakan-akan di negeri ini tidak equal di bidang penegakan hukum," ujarnya.
Hudi juga mengingatkan jika kasus ini tidak ditangani secara tuntas maka akan mencoreng nama baik KPK serta menciptakan stigma negatif terhadap Jokowi dan keluarganya di mata publik.
"Nanti melekat di masyarakat, presiden A koruptor, presiden B penjahat HAM. Ini dapat berdampak kepada anak cucunya. KPK juga dilabel tidak berani, hanya menindak orang-orang tertentu saja," tegasnya.
Hudi juga menekankan pentingnya memproses dugaan kasus ini melalui jalur hukum agar asas praduga tak bersalah ditegakkan hingga hakim memutuskan bersalah atau tidak.
Ia membandingkan dengan kasus Yayasan Supersemar yang pernah menyeret mantan Presiden Soeharto di jalur peradilan.
"Dulu mantan Presiden Soeharto juga kan pernah diadili terkait kasus korupsi. Proses peradilan ini sangat bermanfaat untuk pribadi mantan presiden, untuk masyarakat, untuk KPK, dan juga untuk bangsa dan negara," ujarnya.
Sebelumnya, Selasa (7/1/2025), kelompok aktivis 1998 yang tergabung dalam Nurani '98 menggelar aksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, untuk mendesak pengusutan tuntas dugaan korupsi yang melibatkan Jokowi dan keluarganya.
"Mengingatkan kembali kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), agar dalam penegakan hukum untuk memberantas korupsi tidak tebang pilih, tidak tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Siapapun sama di muka hukum, termasuk mantan Presiden Joko Widodo," ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti, melalui keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (7/1/2025).
Dalam aksi tersebut, tampak hadir beberapa tokoh, seperti akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto, serta sejumlah aktivis lainnya.
Mereka juga memantau perkembangan laporan dugaan korupsi yang sebelumnya telah mereka sampaikan ke Direktorat Pengaduan Laporan dan Pelaporan Masyarakat (PLPM) KPK.
Laporan tersebut mencakup dugaan gratifikasi yang diterima Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep dari PT SM, penggunaan fasilitas pesawat jet oleh Kaesang, hingga keterlibatan Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu dalam kasus Blok Medan.
"Atas dasar itu, kami kembali mendatangi KPK agar menjalankan semua proses pemberantasan korupsi sesuai dengan asas-asas yang telah ditetapkan oleh undang-undang, termasuk dalam menindaklanjuti laporan kami," ujar Ray.
Sumber: Inilah