HUKUM POLITIK

Pagar Laut 30 KM Siapa Tancap? Katanya Ilegal, Kok Diduga Punya SHM?

DEMOCRAZY.ID
Januari 11, 2025
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Pagar Laut 30 KM Siapa Tancap? Katanya Ilegal, Kok Diduga Punya SHM?



DEMOCRAZY.ID - Pagar laut 'misterius' sepanjang 30 kilometer di pesisir Tangerang masih menjadi tanda tanya besar siapa yang menanam dan siapa di baliknya. 


Kabarnya, Pemerintah Indonesia menyegel barisan bambu tak bertuang sepanjang lebih dari 30 kilometer di perairan Tangerang, Banten itu.


Sebab, Otoritas Banten dan pemerintah pusat mengaku tak mengeluarkan izin atas pemagaran laut itu, seraya mengklaim tak tahu siapa pemilik pagar bambu tersebut.


Padahal jelas bahwa, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 1 Tahun 2023 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K), kawasan yang dipagari masuk dalam berbagai zonasi yang seharusnya terbuka untuk aktivitas publik.


Keberadaan pagar laut itu sebenarnya telah dilaporkan oleh masyarakat setempat sejak Agustus 2024 silam ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. 


Investigasi telah dilakukan, namun aktivitas tanpa izin itu terus berlangsung. Semula pagar itu hanya berdiri sepanjang 7 km, namun kini telah mencapai lebih dari 30 km.


Manajer Kampanye Tata ruang dan Infrastruktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional, Dwi Sawung, menduga pagar laut yang menyerupai labirin itu adalah kelanjutan dari reklamasi Jakarta yang masuk dalam proyek strategis nasional (PSN).


Kementerian Kelautan dan Perikanan akhirnya menyegel pagar laut itu, Kamis (9/1/2025) karena pemagaran tersebut diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). 


"Kalau tidak ada izin KKPRL, tidak boleh dilakukan, itu namanya pelanggaran," kata Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono di Karawang, Kamis (9/1/2025) kemarin.


Ombudsman pun turun tangan dengan melakukan investigasi, untuk menelusuri dugaan adanya maladministrasi dalam pembangunan pagar laut itu.


Pagar Laut


Sementara warga setempat menyatakan bahwa penancapan pagar itu tidak ada pemberitahuan sebelumnya. 


Karena itu bagian daripada proyek pemerintah, maka warga setempat cuma bisa diam saja. 


"Kami hanya bisa diam saja," kata salah satu warga sekitar enggan disebutkan namanya, Jum'at (10/1/2025).


Pun Anggota Ombudsman, Hery Susanto, mengklaim pagar bambu yang dipasang tanpa izin itu telah menghambat aktivitas masyarakat nelayan di sekitarnya dalam mencari nafkah.


Ombudsman bahkan menaksir kerugian yang dialami nelayan mencapai Rp8 miliar, gara-gara pagar bambu itu. 


Selain itu, aktivitas penimbunan tambak dan aliran sungai mengganggu alur air dan merusak habitat laut.


Maka dari itu, Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan, menilai hal itu sebagai bentuk pelanggaran nyata terhadap hak nelayan dan masyarakat pesisir.


Johan menegaskan, jika pagar didirikan tanpa izin atau tanpa memperhatikan dampak ekologis dan sosial, maka tindakan ini berpotensi melanggar hukum dan pelakunya dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana.


Membentang di 16 Desa


Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, Eli Susiyanti, bercerita bahwa pagar laut itu menggunakan bambu setinggi rata-rata enam meter.


Di atas pagar itu dipasang anyaman bambu, para net dan diberi pemberat berupa karung berisi pasir, kata Eli dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (7/1/2024).


Eli mengatakan pagar laut itu membentang di 16 desa, dalam enam kecamatan di perairan Kabupaten Tangerang, mulai dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji. 


Di wilayah itu, terdapat sekitar 3.888 nelayan dan ada 502 pembudidaya yang menggantungkan hidup mereka pada laut. Pagar itu dipasang oleh warga atas perintah pihak yang belum diketahui dari pihak mana.


Pagar Laut


Eli mengatakan area yang dipasang pagar laut adalah kawasan pemanfaatan umum, yang berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2023, mencakup berbagai zona vital. 


Zona vital itu antara lain pelabuhan laut, perikanan tangkap, pariwisata, pelabuhan perikanan, pengelolaan energi, perikanan budi daya.


Area perairan dengan pagar laut itu juga juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.


Adapun Ombudsman wilayah Banten telah melakukan pengecekan pagar laut pada awal Desember 2024 lalu. 


Hasilnya, ditemukan bahwa pagar itu disusun berlapis, menyerupai labirin. Ditambah, ada pintu yang dapat dimasuki perahu di setiap 400 meter pagar itu berdiri.


Siapa Yang Menancap


Eli dari DKP Banten bercerita, pihaknya awalnya mendapatkan laporan masyarakat terkait pembangunan pagar itu pada 14 Agustus lalu. 


Lima hari kemudian, tim DKP Banten lalu meninjau lokasi dan menemukan panjang pagar masih sekitar 7 kilometer.


Kemudian, kata Eli, total ada empat kali investigasi atas pagar laut itu yang dilakukan DKP Banten bersama instansi terkait. Hasilnya bahwa tidak ada izin dari camat maupun kepala desa atas pemagaran itu.


Dari temuan terakhir, pagar laut itu pun semakin panjang, hingga kini mencapai sekitar 30 kilometer.


Sementara itu, menurut penelusuran Ombudsman wilayah Banten, pagar itu dipasang oleh warga dengan imbalan sekitar Rp100.000 per orang.


"Namun, siapa yang melakukan belum teridentifikasi. Mereka sampaikan masyarakat malam-malam disuruh pasang dikasih uang Rp100.000 per orang. Cuma itu yang memerintahkan siapa, kita belum sampai situ," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah Banten, Fadli Afriadi.


Kendati, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum bisa memastikan siapa pemilik pagar itu. 


"Nah, saya tidak bisa memastikan ya. Apakah itu atau bukan, nanti dari hasil Ombudsman itulah yang akan membuktikan," kata Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP, Suharyanto.


Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pun juga tak mengetahui pagar laut itu. 


"Saya belum tahu, saya belum cek," beber Menteri ATR Nusron Wahid, Jakarta pada Rabu (8/1/2025).


Kemudian, Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara Polda Banten juga mengaku belum menerima laporan terkait pagar laut itu. 


"Belum ada laporan," kata Kombes Pol. Andree Ghama Putra, Dirpolairud Polda Banten.


Pagar Laut


Namun, Manajer Kampanye Tata ruang dan Infrastruktur Walhi Nasional, Dwi Sawung, merasa aneh jika otoritas negara tidak mengetahui aktivitas dan pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan itu.


"Sudah jelas sih sebenarnya [pihak yang bertaunggung jawab]. Cuma mereka lagi ngeles saja, pura-pura tidak tahu. Itu yang disuruh pasang pagar kan subkontraktor, tapi kan ada bohirnya," katanya.


Ditambah lagi, kata Sawung, di sepanjang lokasi pagar laut itu terdapat pos-pos penting milik negara. 


"Di sana ada pos-pos aparat keamanan, pertahanan ibu kota, hingga pelelangan ikan. Masa sih pemerintah tidak tahu pemasangan itu dan siapa pemiliknya? Menurut saya, mereka itu sedang pura-pura tidak tahu dan tidak melihat," jelas Sawung.


Ilegal tapi diduga punya SHM?


Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP, Suharyanto, menyatakan bahwa aktivitas pemagaran itu tidak mempunyai izin. 


Suharyanto merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.


Tetapi, Ketua Umum Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) Rasman Manafi menjelaskan bahwa penggunaan ruang laut di atas 30 hari, seperti pemasangan pagar laut, wajib membutuhkan sejumlah persyaratan.


Salah satunya, izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Jika tidak memiliki izin KKPRL, maka aktivitas pemasangan pagar laut adalah tindakan maladministrasi.


Ombudsman Banten kini tengah melakukan investigasi atas prakasa sendiri (IAPS) dengan memanggil pihak-pihak terkait untuk menelusuri dugaan pelanggaran maladministrasi dalam pembangunan pagar laut itu.


Menurut  Anggota Ombudsman, Hery Susanto, salah satu hal yang akan ditelusuri adalah informasi bahwa sebagian wilayah perairan yang dipagari itu ternyata telah memiliki surat hak milik (SHM). 


Hery mengatakan, wilayah perairan memang bisa memiliki sertifikat SHM, namun harus melewati proses KKP untuk mengeluarkan izin KKPRL.


"Lalu dilakukan kajian analisis dampak lingkungan [amdal], kemudian ke ATR/BPN untuk dikeluarkan SHM. Itu tahapannya. Tapi informasi yang saya terima dari Ombudsman Banten, ternyata belum dilakukan tahapan itu, langsung pada pemagaran. Berarti kan ilegal," jelas Hery.


Selain itu, Hary menyebut aksi pemagaran laut di Banten menunjukkan karut-marutnya penataan regulasi di Indonesia dalam kasus penataan ruang laut.


"Yang terjadi di Banten adalah fenomena gunung es. Kami ingin peristiwa di Banten ini bisa menjadi entry point untuk menertibkan penanganan kasus-kasus serupa di tanah air, di daerah lain, khususnya terkait dengan proses yang berkaitan dengan reklamasi," katanya.


Setelah Ramai Baru Gerak?


Setelah ramai di publik, pada Kamis (9/1/2025) kemarin, KKP memutuskan menyegel pagar misterius sepanjang 30,16 km tersebut. 


Langkah tegas ini diambil menyusul adanya instruksi dari Presiden Prabowo Subianto, yang meminta agar KKP hadir dan menangani kasus yang telah meresahkan masyarakat tersebut.


Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho menyatakan penyegelan dilakukan setelah pihaknya memastikan pagar tersebut dibangun tanpa izin.


"Pagar ini tidak memiliki izin PKK-PRL dari KKP. Sesuai instruksi Menteri, kami harus bertindak tegas dan terukur. Negara tidak boleh kalah," kata Pung kepada wartawan di atas Kapal Pengawas Orca, Kamis (9/1/2025).


Pagar Laut


Sejumlah petugas Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan menyegel lokasi pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan pesisir Tangerang, Banten, Kamis (0/1/2025).


Dia menjelaskan, pagar bambu setinggi enam meter ini tidak hanya ilegal, tetapi juga mengganggu aktivitas nelayan kecil. 


Beberapa nelayan mengaku kesulitan melaut karena aksesnya terhalang oleh pagar, terutama saat malam hari.


"Kami hadir di sini karena keluhan masyarakat. Pagar ini mengganggu lalu lintas nelayan, nelayan-nelayan kecil yang menggunakan kapal hanya 2-3 GT. Mereka bilang 'Pak kalau malam ini kami suka nabrak keluar-masuknya', kan kasihan nelayan kecil," ujarnya.


Pung menyebut penyegelan pagar ini merupakan respons atas instruksi dari Presiden Prabowo, agar bertindak cepat dan tegas untuk menjaga wibawa pemerintah.


"Instruksinya pimpinan ke pimpinan. Pak Menteri memberikan arahan (dari Presiden) ke saya, agar KKP segera hadir di lokasi, melakukan penyegelan, tindakan tegas dan terukur harus dilaksanakan, karena ini menjadi wibawa pemerintah. Kalau ini didiamkan tidak ada wibawa pemerintah," ungkap dia.


Kendati demikian, KKP hingga kini masih menyelidiki pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar misterius ini. 


Berdasarkan laporan, pagar tersebut mulai dibangun pada Agustus 2024 dan awalnya hanya sepanjang 7 kilometer. Namun, menjelang akhir tahun 2024 kemarin, panjangnya meningkat drastis hingga 30 kilometer.


"Kami masih mendalami siapa pemiliknya dan apa tujuannya. Belum ada pengajuan izin reklamasi atau aktivitas lain di lokasi ini. Apa pun alasannya, kegiatan tanpa izin seperti ini tidak dibenarkan," tegas Pung.


KKP juga memperingatkan agar tidak ada lagi upaya pemagaran di wilayah tersebut.


"Sebelumnya, kami sudah melakukan pemeriksaan saat pagar masih 7 kilometer. Namun, tiba-tiba menjelang akhir tahun, panjangnya sudah mencapai 30 kilometer. Ini harus dihentikan. Kalau dibiarkan, bisa terus bertambah," pungkasnya.


Sumber: MonitorIndonesia

Penulis blog