'Nasib Gibran Setelah Jokowi Masuk Daftar Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi'
Oleh: Sugeng Budiharsono
The Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) dalam laman websitenya telah menetapkan mantan presiden Suriah yang melarikan diri sebagai "Person of the Year” in Organized Crime and Corruption 2024.
Menariknya, mantan presiden Indonesia ke-7, Jokowi, juga merupakan salah satu finalis bersama Bashar al-Assad.
Finalis lainnya adalah presiden Kenya William Ruto, presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, mantan perdana menteri Bangladesh Sheikh Hasina, dan pengusaha India Gautam Adani.
Terpilihnya Jokowi sebagai salah satu finalis dalam kejahatan terorganisasi dan korupsi tentu bukan hal yang mengejutkan, karena Jokowi dan keluarganya serta kroninya telah dituduh oleh banyak orang, khususnya mahasiswa, bahwa mereka melakukan korupsi.
Pada 25 Juni 2024, telah dilaksanakan Pengadilan Rakyat Luar Biasa di Wisma Makara, Universitas Indonesia. Pengadilan tersebut untuk mengadili pemerintahan Jokowi, yang termaktub dalam Nawa Dosa.
Jokowi telah membantah nominasi oleh OCCRP tersebut. Akan tetapi, nominasi tersebut bukan dipilih oleh orang yang sembarangan.
Pada situs resminya tanggal 31 Desember 2024, OCCRP menyatakan bahwa nominasi para finalis tersebut berasal dari para pembaca, jurnalis, juri Person of the Year, dan pihak lain dalam jaringan global OCCRP.
Cap finalis koruptor sedunia kepada Jokowi tentu membawa dampak buruk kepadanya.
Hal ini akan dijadikan amunisi oleh lawan-lawan politiknya, khususnya yang sekarang menganggap Jokowi telah cawe-cawe dalam penetapan tersangka Hasto.
Hal ini juga bisa merembet ke pencapresan Gibran pada tahun 2029.
Jokowi akan Ditinggalkan?
Cap koruptor oleh OCCRP kepada Jokowi, walau mungkin sangat sulit dibuktikan dalam hukum positif di Indonesia, namun secara moral nama Jokowi sudah hancur.
Cap koruptor ini juga akan berdampak kepada dukungan terhadap Jokowi dan keluarganya.
Apalagi presiden Prabowo memiliki program pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu.
Sehingga para pendukung Jokowi maupun pendukung finansialnya akan mulai meninggalkannya.
Mereka tentu tidak mau dianggap sebagai pendukung orang yang korup dan diketahui orang sejagat. Mereka tentu tidak mau terseret oleh tuduhan korupsi OCCRP tersebut.
Cap koruptor ini bisa juga, atas desakan rakyat, dijadikan pintu masuk penyelidikan kasus korupsi Jokowi, keluarga, dan kroninya oleh Prabowo.
Jika ditinggalkan oleh pendukung finansialnya, tentu akan membahayakan Jokowi karena dia akan kesulitan mengelola pendukungnya.
Juga, Jokowi akan kesulitan untuk membiayai dalam rangka mengglorifikasi Gibran untuk kontestasi presidensial tahun 2029.
Peluang Gibran di 2029
Tanpa ada kasus tuduhan kejahatan terorganisasi dan korupsi kepada Jokowi, Gibran belum tentu bisa mulus didukung oleh partai-partai pada tahun 2029.
Hal ini karena dalam penampilan sebagai wakil presiden dalam dua bulan setelah pelantikan kurang meyakinkan.
Apalagi nama Gibran akan tertutup oleh pamor Prabowo yang semakin mencorong baik di panggung politik nasional maupun internasional.
Apalagi kalau program pemberantasan korupsi berhasil; angka kredit tentu bukan untuk Gibran yang sudah tercoreng oleh nama bapaknya, tetapi kepada Prabowo.
Pada tahun 2028-2029, bila kondisi kesehatan Prabowo masih prima, dukungan oleh masyarakat dan TNI kepada Prabowo untuk melanjutkan sebagai presiden pada periode 2030-2034 diduga akan kuat.
Kemungkinan besar Prabowo tidak menggandeng lagi Gibran tetapi bisa Puan atau AHY. Bila Prabowo maju lagi pada kontestasi kepresidenan tahun 2025, maka mungkin Gibran tidak akan maju.
Gibran mungkin akan maju pada tahun 2034, tetapi akan menghadapi calon lain yang lebih kuat, yaitu AHY. AHY bisa berpasangan dengan Budi Satrio dari Gerindra yang lebih muda. Jadi peluang Gibran menang di pilpres 2029 dan 2034 tidak besar.
Belajar dari Bongbong Marcos
Gibran bisa belajar dari Ferdinand "Bongbong" Romualdez Marcos Jr., yang lebih dikenal sebagai Bongbong Marcos. Bongbong Marcos adalah seorang politikus Filipina yang saat ini menjabat sebagai Presiden Filipina ke-17.
Sebelumnya, ia adalah senator dalam Kongres Filipina ke-16. Bongbong merupakan putra Ferdinand Emmanuel Edralin Marcos Sr., Presiden kesepuluh Filipina yang menjabat dari 30 Desember 1965 hingga 25 Februari 1986.
Marcos Sr dikenal sebagai presiden diktator dan korup. Jadi suatu hal yang mengejutkan ketika Bongbong Marcos terpilih sebagai presiden.
Penelitian dari Dulsy et al (2023) menyatakan dalam artikelnya yang berjudul Continuity, History, and Identity: Why Bongbong Marcos Won the 2022 Philippine Presidential Election, bahwa (1) adanya dukungan dari mantan Presiden Rodrigo Duterte; (2) persepsi positif terhadap mendiang Presiden Ferdinand Marcos dan darurat militer; dan (3) identitas etnis (bahasa) merupakan prediktor kuat untuk memilih Bongbong.
Gibran apabila mau maju dalam pilpres 2029 atau 2024 dapat belajar dari Bongbong Marcos di atas.
Sedangkan untuk Jokowi daripada masih mau aktif di dunia politik harus berpikir seribu kali; karena lawan-lawan politiknya mempunyai musuh untuk menghantamnya dari segala arah.
Daripada dirujak oleh lawan-lawan politiknya, apalagi bila jadi "ronin" politik alias tidak punya kendaraan politik yang cukup besar, lebih baik Jokowi segera madeg pandito. ***