'Menyeruak Bau Rasuah Makan Bergizi Gratis, Ompreng Mau Diseleweng'
“Selesaikan tugas dengan kejujuran karena kita masih bisa makan nasi dengan garam.” Wejangan dari mendiang eks Kapolri Jenderal Hoegeng, kini hanya jadi angin lalu atau sekadar hiasan poster antikorupsi. Mustahil para pejabat zaman sekarang mau makan nasi dan garam, jatah makan bergizi untuk tunas bangsa saja terindikasi 'ditilep' tikus berdasi.
Program makan bergizi gratis (MBG) yang merupakan janji kampanye Presiden Prabowo Subianto pada Pilpres 2024, dieksekusi. Sejak Senin (6/1/2025) sebanyak 190 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG di 26 provinsi di Indonesia mulai bergerak menyediakan dan mendistribusi makanan bagi anak-anak sekolah dan ibu hamil.
Namun pelaksanaannya berantakan. Mulai dari perbedaan menu antarsekolah, distribusi, hingga kebingungan pengelola di sejumlah sekolah karena tidak mendapat sosialisasi dan simulasi sebelumnya. Semua itu mencerminkan ketidaksiapan dalam merealisasi program unggulan pemerintahan Prabowo. Konon kabarnya, apa yang tak tampak di luar lebih berantakan lagi.
Menurut sumber Inilah.com, program yang diharapkan bisa jadi solusi stunting ini sudah jadi bancakan para tikus berdasi di lingkaran penguasa. Kasihan Presiden Prabowo dikhianati lagi. Informasinya, dapur MBG yang benar-benar beroperasi hanya 102 bukan 190 seperti yang diumumkan ke publik. 70 di antaranya bisa beroperasi karena bekerja sama dengan Kodim TNI. Sisanya dapur mandiri yang disokong kuat oleh orang-orang berduit, ada yang petinggi BUMN atau yayasan milik konglomerat. Celah lagi bagi kuku oligarki.
Sulit rasanya program MBG memberi ruang untuk UMKM, sebab syaratnya berat. Setidaknya bagi mitra yang mau mendirikan dapur diwajibkan menyediakan lahan seluas 200-300 meter. Harga rata-rata tanah di Jakarta Rp15 juta per meter, dengan lahan seluas itu dibutuhkan dana Rp3-4,5 miliar. UMKM mana yang mampu?
Itu baru dapur, belum isinya. Di sini bau busuk mulai menyengat. Masih menurut sumber yang sama, ada spesifikasi khusus bagi alat-alat dapur MBG. Contoh paling simple, ompreng atau wadah makan. Wadah yang dibutuhkan, berjenis lima sekat dengan material stainless SUS304. Ukurannya harus 28x22x4 cm, dengan ketebalan 0,4 mm. Kandungan nikel wajib di bawah 10 persen dan tingkat cromium-nya 8.
Harga per ompreng, di sejumlah marketplace, dibanderol Rp47.000-55.000. Rata-rata dapur MBG ditargetkan memproduksi 3.000 porsi, artinya dana pengadaan wadah makan sekitar Rp141-165 juta. Ironisnya lagi, sumber yang sama menyebut, bahwa para calon mitra akan diarahkan oleh oknum Badan Gizi Nasional (BGN) untuk membeli lewat vendor yang ditunjuk, per ompreng dihargai Rp70.000. Boleh saja beli di tempat lain, tapi akan diberi batas waktu yang sempit. Begitu terlambat, wajib beralih ke vendor yang ditunjuk oknum tersebut. “BGN tuh amburadul. Korupsi dari atas ke bawah,” ujarnya.
Ketika dikonfirmasi Inilah.com, Kepala BGN Dadan Hindayana tetap bersikukuh bahwa dapur yang sudah beroperasi sebanyak 190 bukan 102. Dia mengklaim dapur yang bekerja sama dengan Kodim TNI hanya berjumlah 19, sisanya dapur mandiri. Dadan juga membantah adanya permainan jual-beli wadah makan. Para mitra, kata dia, memang diwajibkan membeli peralatan dari luar karena pihaknya tak melayani pengadaan barang yang dibutuhkan.
“Kami pastikan penggunaan dana dikelola dengan prinsip transparansi. Jadi, jika ada pihak yang ingin bermain curang, silakan laporkan beserta bukti-buktinya. Badan Gizi Nasional tidak akan segan-segan menindak oknum-oknum yang melakukan penyimpangan anggaran,” ucapnya.
Boleh-boleh saja Dadan berkilah, tapi bau busuknya belum selesai. Sumber Inilah.com lainnya, seorang pengusaha katering yang meminta identitas dan lokasi bisnisnya dirahasiakan, mengaku sudah sering menerima pesanan dari kalangan pemerintah. Dia pun bermaksud ingin mencoba berkontribusi di program MBG, tetapi memilih mundur teratur karena pihaknya hanya disediakan anggaran Rp8.000 per porsi bukan Rp10.000 sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah. “Rp2.000 katanya untuk cashback,” tuturnya.
CEO Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Satyani Saminarsih mengaku juga menerima informasi yang sama, terkait pemotongan anggaran pengadaan per porsi. Dia menyoroti lemahnya perencanaan pemerintah dari sisi pengawasan dan antisipasi korupsi. Menurutnya, tolok ukur dalam penggunaan anggaran MBG masih belum ketat, menciptakan banyak celah.
“Kami menerima informasi yang sama (pemotongan anggaran). Memang mekanisme kontrolnya harus jelas ya bagaimana memantau pemakaian uang negara. Harus ada yang menjadi tolok ukur baik atau tidaknya. Kalau kita mau pakai uang negara kan harus dengan prinsip kehati-hatian dan tanggung jawab, integritas, transparansi dan accountability. Program masif seperti ini besar kemungkinan terbukanya kesempatan untuk praktik korupsi,” kata dia saat berbincang dengan Inilah.com.
Lain lagi dengan pengamat kebijakan publik Agus Pambagio yang sudah memprediksi indikasi korupsi program MBG. Dia meyakini, jumlah korupsinya bisa lebih besar lagi. Menurut perhitungannya, mencapai 40 persen. Mulut Agus sudah berbusa berkali-kali mengingatkan pemerintah soal mitigasi dan antisipasi peluang korupsi di program yang dinilainya mulia ini. Dia masih bisa memaklumi jika yang menjadi persoalan adalah dalam hal distribusi, karena memang sebuah program baru butuh proses untuk mencapai tahap pelaksanaan yang sempurna.
“Anda hitung saja. Anda lihat saja lah. Saya punya bukti empiris. Saya lakukan itu di skop yang kecil tingkat RW saja duitnya dikorupsi sekitar 40 persen. Apalagi secara nasional. Saya enggak tahu lagi (harus bilang apa), tapi saya sudah ingatkan. Saya bilang ini program bagus tapi tolong pastikan semuanya berjalan dengan baik, karena ini menyangkut pencernaan anak -anak balita sampai SMA plus ibu hamil,” kata dia tegas, ketika dihubungi Inilah.com.
KPK ke Mana?
Rupanya indikasi rasuah ini belum terendus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Juru bicara lembaga antirasuah, Tessa Mahardika menyatakan pihaknya belum mendapatkan laporan terkait kebobrokan program MBG. Dia mengingatkan, program andalan Presiden Prabowo jangan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, karena banyak harapan yang digantungkan pada program ini.
Meski belum mendapat laporan, tapi dia tak menampik bahwa peluang korupsi bisa saja terjadi. Mengingat anggaran yang digelontorkan tidak sedikit, mencapai Rp71 triliun. Tessa meminta masyarakat segera mengadukan jika memiliki bukti. “KPK memastikan setiap orang yang masuk dalam kategori subjek hukum yang dapat ditangani oleh KPK, dan didapat alat bukti yang cukup telah melakukan tindak pidana korupsi, akan diproses sesuai aturan hukum yang berlaku,” ujarnya kepada Inilah.com.
Dihubungi terpisah, Deputi bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan pihaknya memang saat ini belum dilibatkan pemerintah, baru di tahap akan berkoordinasi dengan pihak terkait. Dia mengungkap, pemerintah sudah menghubungi KPK untuk membahas soal upaya pencegahan korupsi di program MBG. Rencananya, pertemuan antara pemerintah dan KPK akan terselenggara pada pekan depan.
“Jadi pimpinan yang baru ini sekarang sedang mengatur pertemuan dengan Menko Pangan dan seluruh kementerian atau lembaga yang terlibat untuk tahu skemanya kayak apa, nanti kalau sudah tahu skemanya baru bisa diukur desain pencegahannya kayak apa. Mungkin minggu depan kali akan ada pertemuan, soal lokasi belum tahu kita lihat saja nanti,” katanya kepada Inilah.com.
Mekanisme Desentralistik
Desas-desus rasuah dalam program MBG tak ditanggapi terlalu dalam oleh pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansah. Dia lebih menyoroti soal perbaikan tata kelola pelaksanaan MBG. Soal anggaran, menurutnya tidak harus dipukul rata. Misal di tingkat PAUD tentu porsi makannya tidak sebanyak anak SD sampai SMA. Anggarannya bisa dialihkan ke level sekolah di atasnya, yang memang porsi makannya lebih banyak.
Dia juga menyarankan, pemerintah perlu mempertimbangkan opsi pelibatan kantin-kantin di sekolah, termasuk juga melibatkan para orang tua murid. “Artinya dilibatkan semua termasuk kantin-kantin itu. Ini kan nasional jadi enggak boleh merugikan. Misalnya orang-orang tinggal di sekitar sekolah, iya orang tuanya, jadi bukan katering,” ucap dia kepada Inilah.com.
Hasi studi dari Center of Economic and Law Studies (Celios), menyebut model sentralistik yang saat ini dijalankan pemerintah di program MBG punya celah korupsi sebesar 12 persen per tahun, atau setara Rp8,52 triliun dari total anggaran Rp71 triliun. Potensi ini muncul dari inefisiensi dalam pengadaan, distribusi, hingga pengelolaan anggaran. Dalam model sentralistik ini, pemerintah pusat bukan saja memberdayakan SPPG, tapi juga melibatkan banyak institusi dari TNI hingga BUMN. Hal itu memungkinkan lebih terbukanya ruang inefisiensi.
Peneliti Celios, Media Wahyudi menyarankan agar mekanisme program ini diubah menjadi desentralistik, dengan menghilangkan peran dapur utama dan menyerahkan pengelolaan langsung kepada masing-masing sekolah. Model ini diproyeksikan dapat menekan potensi korupsi hingga 2,5 persen atau sekitar Rp1,77 triliun dari total anggaran.
"Jika melibatkan konsorsium besar dalam pengadaan bahan baku, dampaknya justru negatif bagi desa-desa. Kami mendorong agar konsorsium besar tidak mengontrol program makan bergizi gratis ini," kata dia.
Atau opsi lainnya, memasukan dana MBG sebagai tambahan subsidi di KJP atau KIP, sebagaimana pernah disuarakan mantan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) beberapa waktu lalu. Misal setiap anak dapat jatah dua kali makan dengan anggaran per porsi Rp10.000, diakumulasikan jadi Rp500.000 setiap bulannya. Jika dialokasikan melalui KJP, tentu membantu orang tua murid dalam hal belanja rumah tangga, uang sebesar itu bisa dimanfaatkan orang tua untuk membelikan bahan makanan terbaik bagi anaknya.
Apapun mekanisme MBG nantinya, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menekankan perlunya perencanaan matang utamanya dalam regulasi, harus rinci bagaimana juknis dan juklaknya. “Semua kan ada tahapannya bukan seperti ganti celana dalam, copot terus ganti yang baru. Ini bukan program simsalabim, enggak bisa mendadak lah. Penyakitnya Mulyono sudah nular juga ke Prabowo, jadi susah,” tuturnya kepada Inilah.com.
Suka tidak suka, pemerintah harus segera lakukan evaluasi secara menyeluruh agar bisa hadirkan sistem yang lebih transparan, demi wujudkan tujuan utama program MBG. Yakni, pemenuhan gizi untuk meningkatkan kualitas SDM dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Sumber: INILAH