EKBIS POLITIK

IWPI: Presiden Prabowo 'Disandera' Sri Mulyani Dalam Penentuan Tarif PPN 12 Persen!

DEMOCRAZY.ID
Januari 04, 2025
0 Komentar
Beranda
EKBIS
POLITIK
IWPI: Presiden Prabowo 'Disandera' Sri Mulyani Dalam Penentuan Tarif PPN 12 Persen!



DEMOCRAZY.ID - Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) menilai adanya ketidakwajaran dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 tentang  Pemberlakuan PPN atas Impor Barang Kena Pajak dan sebagainya.


Beleid ini, menurut Ketua Umum IWIP, Rinto Setiyawan, tidak selaras dengan komitmen Presiden Prabowo yang menyebut PPN 12 persen hanya untuk barang mewah. 


Asal tahu saja, penerapan PPN 12 persen ini merupakan amanah UU No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang sempat dianulir Presiden Prabowo dengan memutuskan hanya menyasar barang mewah. 


“Peraturan Menteri Keuangan (PMK 131/2024) tersebut terkesan berusaha mengakali implementasi kebijakan Prabowo,” tutur Rinto, Jakarta, dikutip Sabtu (4/1/2025).


Dia bilang, implementasi dari PMK 131/2024 terkait pasal 5 butir a yang menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga jual.


Pasal  tersebut diduga sengaja diluncurkan untuk mendukung implementasi Coretax. 


Sehingga nilai tarif PPN dalam aplikasi Coretax dibuat fix di angka 12 persen, alias tidak bersifat dinamis.


“Saat melakukan percobaan, anehnya semua kode transaksi bisa memanfaatkan fungsi perubahan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) lain melalui menu checklist DPP nilai lain/DPP. Hal ini kontras dengan SOP yang menjadi pedoman aplikasi pendahulunya, yaitu e-faktur," kata Rinto.


Dari fakta ini, menurut Rinto, PMK tersebut diterbitkan hanya sebagai jalan keluar dadakan demi menjalankan amanah Presiden Prabowo bahwa PPN 12 persen hanya untuk barang mewah.


"Jika dicermati lebih jauh, Coretax belum mampu mengakomodir UU HPP khususnya pasal 7 ayat 3 yang menyatakan PPN bisa dikenakan 5 persen sampai 15 persen. Dengan kode transaksi 04, untuk DPP nilai lain tidak ada gunanya karena pada akhirnya, semua kode transaksi bisa menggunakan menu DPP nilai lain," imbuhnya.


Dia menyebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah melakukan glorifikasi yang berlebihan tentang sempurnanya sistem Coretax. 


Padahal dalam implementasinya masih banyak masalah. Apalagi software dari Coretax harganya cukup mahal.


“Programmer software custom seharga Rp1,3 triliun itu bukan tukang sulap. Mesin pasti kalang kabut bila ada perubahan mendasar dari sebuah sistem yang sebenarnya hanya disiapkan untuk satu konfigurasi saja,” tegas Erick, pakar IT.


“Bila sementara waktu cara untuk “mengakali” adalah dengan melegalkan perubahan nilai DPP pada seluruh kategori, maka saya meragukan bila sistem ini bisa dianggap future-proof,” pungkasnya.


Sumber: Inilah

Penulis blog