DEMOCRAZY.ID - Janji Badan Gizi Nasional (BGN) soal pelibatan UMKM dalam program makan bergizi gratis sepertinya sekadar 'omon-omon'.
Terbukti dua restoran mewah punya Grup Sri Rejeki Isman (Sritex) didapuk menjadi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) alias dapur MBG.
Dua restoran itu adalah Diamond dan Daegu Korean Grill, keduanya ditunjuk sebagai SPPG atau dapur MBG.
Mereka bertugas memasok makanan bagi siswa sekolah di daerah Laweyan. Kabar ini juga dibenarkan Sekretaris Daerah Kota Solo Budi Murtono.
“Akan banyak SPPG yang harus dibentuk. Kita berencana bagaimana dengan pengusulan UMKM bisa menjadi SPPG seperti apa kita bahas dengan pusat nanti,” jelasnya ketika dikonfirmasi, dikutip di Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Selain dua dapur ini, BGN juga menunjuk dapur umum di Jebres, yang dikelola Kodim 0735 Surakarta, sudah beroperasi per Senin (13/1/2025).
Kondisi ini membenarkan informasi yang diberikan sumber Inilah.com bahwa ada yang tidak beres dalam pelaksanaan MBG.
Sumber itu mengatakan, program andalan Presiden Prabowo Subianto untuk jadi solusi stunting sudah jadi bancakan tikus berdasi di lingkaran penguasa.
Diduga banyak kebohongan yang dilakukan BGN, contohnya dapur MBG yang benar-benar beroperasi hanya 102 bukan 190 seperti yang diumumkan ke publik. 70 di antaranya bisa beroperasi karena bekerja sama dengan Kodim TNI.
Sisanya dapur mandiri yang disokong kuat oleh orang-orang berduit, ada yang petinggi BUMN, ada juga yayasan atau bisnis kuliner milik konglomerat.
Sempit bagi UMKM untuk berkontribusi di program ini, sebab syaratnya berat.
Setidaknya bagi mitra yang mau mendirikan dapur diwajibkan menyediakan lahan seluas 200-300 meter. Belum lagi biaya membangun dan mengisi peralatan dapurnya.
Informasi lainnya, ada permainan di pengadaan peralatan. Contoh paling simple, ompreng atau wadah makan.
Permainan dimulai dari spesifikasi yang sulit dan rinci, seperti wadah yang dibutuhkan, berjenis lima sekat dengan material stainless SUS304.
Ukurannya harus 28x22x4 cm, dengan ketebalan 0,4 mm. Kandungan nikel wajib di bawah 10 persen dan tingkat cromium-nya 8.
Harga per ompreng, di sejumlah marketplace, dibanderol Rp47.000-55.000.
Rata-rata dapur MBG ditargetkan memproduksi 3.000 porsi, artinya dana pengadaan wadah makan sekitar Rp141-165 juta.
Ironisnya lagi, sumber yang sama menyebut, bahwa para calon mitra akan diarahkan oleh oknum Badan Gizi Nasional (BGN) untuk membeli lewat vendor yang ditunjuk, per ompreng dihargai Rp70.000.
Boleh saja beli di tempat lain, tapi akan diberi batas waktu yang sempit. Begitu terlambat, wajib beralih ke vendor yang ditunjuk oknum tersebut.
“BGN tuh amburadul. Korupsi dari atas ke bawah,” ujarnya.
Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansah menyarankan, pemerintah perlu mempertimbangkan opsi pelibatan kantin-kantin di sekolah, termasuk juga melibatkan para orang tua murid.
“Artinya dilibatkan semua termasuk kantin-kantin itu. Ini kan nasional jadi enggak boleh merugikan. Misalnya orang-orang tinggal di sekitar sekolah, iya orang tuanya, jadi bukan katering,” ucap dia.
Sementara, Peneliti Celios, Media Wahyudi menyarankan agar mekanisme program ini diubah menjadi desentralistik, dengan menghilangkan peran dapur utama dan menyerahkan pengelolaan langsung kepada masing-masing sekolah.
Model ini diproyeksikan dapat menekan potensi korupsi hingga 2,5 persen atau sekitar Rp1,77 triliun dari total anggaran.
"Jika melibatkan konsorsium besar dalam pengadaan bahan baku, dampaknya justru negatif bagi desa-desa. Kami mendorong agar konsorsium besar tidak mengontrol program makan bergizi gratis ini," kata dia.
Sumber: Inilah