DEMOCRAZY.ID - Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Nurani '98 menyayangkan sikap pasif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hanya menunggu laporan masyarakat untuk menindaklanjuti laporan Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
Laporan tersebut mencantumkan nama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, sebagai finalis pemimpin dunia terkorup.
"Kami menyayangkan pernyataan KPK yang tidak secara tegas menyatakan akan mengusut dugaan korupsi Joko Widodo maupun keluarganya terkait dengan ramainya respons publik terhadap rilis OCCRP. KPK hanya menyebut akan menunggu laporan dari masyarakat terkait hal itu," ujar Aktivis Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta 1998 (FKSMJ), Antonius Danar Priyantoro, di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/1/2025).
Menurut Antonius, sikap KPK yang lembut dan pasif ini bertolak belakang dengan tindakan tegas mereka terhadap kasus yang melibatkan tokoh politik dari partai yang bukan pejabat negara.
"Padahal, KPK seharusnya mengejar pelaku korupsi yang berada di lingkaran kekuasaan atau yang pernah berada di lingkaran kekuasaan, sebagaimana dilaporkan oleh masyarakat, karena ada kerugian negara yang diakibatkan," tutur Antonius.
Di kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti, menilai sikap pasif KPK terhadap dugaan korupsi yang melibatkan Jokowi semakin menguatkan asumsi bahwa lembaga tersebut tidak sepenuhnya bekerja untuk menyelamatkan uang negara.
"KPK yang bersikap pasif terhadap kasus dugaan korupsi Jokowi telah menguatkan asumsi bahwa KPK bekerja bukan demi kepentingan menyelamatkan uang negara, tetapi demi kepentingan menyelamatkan penguasa, mantan penguasa, dan bahkan oligarki di lingkaran kekuasaan," ujar Ray.
Ray juga memaparkan sejumlah kasus yang dilaporkan, seperti dugaan suap atau gratifikasi oleh Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep dari PT SM, gratifikasi fasilitas pesawat jet yang dinikmati Kaesang, hingga kasus Blok Medan yang menyeret Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu.
"Dengan dasar itu, kami kembali mendatangi KPK agar menjalankan semua proses pemberantasan korupsi sesuai asas-asas yang ditetapkan undang-undang, termasuk menindaklanjuti laporan kami," lanjutnya.
Sebagai informasi, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Nurani '98 mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa (7/1/2025) siang.
Mereka mendesak lembaga antirasuah itu untuk mengusut tuntas dugaan korupsi yang melibatkan Jokowi dan keluarganya.
"Mengingatkan kembali kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi tidak tebang pilih, tidak tumpul ke atas, dan tajam ke bawah. Siapa pun harus sama di muka hukum, termasuk mantan Presiden Joko Widodo," ujar Ray.
Selain Ray, hadir pula Akademisi UNJ Ubedillah Badrun, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto, serta Antonius Danar Priyantoro, bersama sejumlah rekan aktivis lainnya.
News Update dari Gedung KPK Jakarta
— t°Jabar (@tijabar) January 7, 2025
Segera Usut Tuntas Dugaan Korupsi Joko Widodo dan Keluarganya
"Kami hadir kembali untuk yg ke-5 kali dr thn 2022-2024, tentang dugaan korupsi dan TPPU Jokowi dan keluarganya... kenapa kami datang kembali kesini krn ada konfirmasi yg cukup kuat… pic.twitter.com/S4jQsUtFEN
Para aktivis 98 yang tergabung dalam NURANI’98 menuntut @KPK_RI berani mengusut dugaan korupsi mantan Presiden ke-7 @jokowi dan keluarganya.
— salam4jari (@salam4jari) January 7, 2025
Desakan kepada KPK ini dilakukan agar lembaga anti korupsi itu segera merespon rilis yang dikeluarkan @OCCRP. pic.twitter.com/UWiUsDi8PZ
Sumber: Inilah